Tarmizi dimasukkan ke dalam lapangan, pada paruh kedua laga antara Aceh Putra versus Pelita Jaya, yang berlangsung di Istora Senayan Jakarta. Stiker badung tersebut mencetak gol pada pertandingan putaran kedua Liga Sepakbola Utama (Galatama) edisi 1990-1992.
Laga yang berlangsung di Istora Senayan Jakarta pada Kamis (26/12/91) berlangsung seru. Babak pertama, baik Pelita Jaya maupun Aceh Putra, sama-sama bermain 0-0.
Aceh Putra yang saat itu dilatih oleh Rahmad Sutrisno, belum menurunkan striker badungnya; Tarmizi. Pemain bola asal Bireuen tersebut baru dimainkan pada babak kedua.
Tarmizi marah. Kala mendapatkan bola, ia langsung menggiringnya dengan penuh amarah. Semua pemain Pelita Jaya yang didominasi skuad Timnas, ia kocek tanpa ampun. Tiba di depan gawang dia melesakkan gol.
Skuad Aceh Putra merayakan gol tersebut. Akhirnya, pasukan dari Lhokseumawe berhasil membobol gawang Pelita Jaya yang terkenal sebagai langganan juara Galatama.
Tarmizi berlari ke arah bench Aceh Putra. Dia menghampiri Rahmad Sutrisno yang sedang bahagia. Ia menghardik sang pelatih. Rahmad terkejut.
Tarmizi kesal karena terlampau lambat diturunkan. Aceh Putra butuh banyak poin, tapi ia justru ditaruh sebagai cadangan. Bertanding melawan Pelita Jaya sangat berharga, mereka tim juara.
Baca juga: Waduk Lhok Batee Menanti Sakaratul Maut
Unggul satu gol, skuad Aceh Putra kian mengganas. Tapi Pelita Jaya bukan tim kemarin sore. Pada menit ke 71, Bambang Nurdiansyah membobol gawang Aceh Putra. Anak asuh Sinyo Aliando berteriak girang. Pertandingan berakhir dengan skor 1-1.
Galatama edisi 90-92 berakhir setelah seluruh tim menuntaskan 37 pertandingan. Arseto Solo berhasil meraih juara. Pupuk Kaltim sebagai runner up, dan Pelita Jaya sebagai juara ketiga.
Aceh Putra nangkring di peringkat 16, dengan torehan delapan kali menang, 12 kalah, 17 seri. Total pointnya 28. Berhasil melesakkan 24 gol dan bobol 57 kali.
Peringkat 17 nangkring Bandung Raya. Di strip 18 Gajah Mungkur Muria Tama, strip 19 Krama Yudha Tiga Berlian yang hanya bertanding 19 kali. Di posisi juru kunci klub Warna Agung.
****
Tarmizi merupakan striker kelahiran Gampong Meunasah Gadong, Kecamatan Jeumpa, Aceh Utara (sekarang Kecamatan Kota Juang, Bireuen).
Pria yang lahir tahun 1965, merupakan lelaki yang dianugerahi bakat sepak bola oleh Ilahi. Dia terkenal tidak disiplin, susah diatur, dan gemar hura-hura.
Tarmizi yang merupakan alumnus SMA Negeri 1 Bireuen, juga angkatan pertama mahasiswa Jurusan Olahraga di Universitas Syiah Kuala, pernah merumput di Persatuan Sepakbola Seluruh Bireuen (PSSB), Persiraja Banda Aceh, dan Aceh Putra (AP).
Awal karirnya di klub ternama yaitu Persiraja pada tahun 1980. Saat itu Persiraja dilatih oleh Andrew Yap Yusuf Ohorella. Salah satu pemain legendaris kala itu M. Nasir Gurumud.
Setahun merumput bersama Persiraja, Tarmizi dikontrak PSSB. Di kampung halamannya ia bermain cukup lama. Pada semifinal Piala Cakra Dônya 1989 (edisi perdana) ia melesakkan satu gol ke gawang Persija. Gol tersebut dipersembahkan untuk istrinya tercinta.
Penampilan apiknya di lapangan menarik minat manajemen Aceh Putra. Ia pun dikontrak. Satu musim di Galatama bersama Aceh Putra, Tarmizi kembali ke PSSB.
Sedikit pesepakbola kala itu yang punya insting bisnis bagus. Tarmizi salah satunya.
Setelah gantung sepatu, ia mulai menekuni bisnis. Sejak pensiun dari sepak bola pada tahun 1992 ia mulai menapaki dunia usaha.
Tuhan merestuinya. Di bawah bendera PT Beuligat Group NAD, ia memiliki beberapa perusahaan yaitu: CV Beuligat Shiva Nusantara, CV Beuligat Rojash Perkasa, Beuligat Motor, Beuligat Cafe, Beuligat Wartel, dan Beuligat Doorsmeer.
Semua bisnisnya memiliki prospek cerah. Beuligat Cafe di Kota Lhokseumawe memiliki konsumen yang merupakan tamu Lido Graha Hotel. Tamu hotel itu merupakan orang-orang penting dari berbagai daerah.
Beuligat Wartel di Simpang Empat Bireuen, merupakan yang paling besar di Aceh era 1998. Di dalam wartel tersebut dibuka cafee.
Usaha jasa konstruksinya juga sangat diminati oleh pengguna jasa. World Vision merupakan salah satunya. Pada tahun 2006, mereka berkontrak dengan World Vision Rp8 miliar. Sebuah nilai kontrak fantastis waktu itu.
Ada pengalaman menarik kala itu, lima karyawannya, berhasil mengecoh toko Hp di Peunayong, Banda Aceh. Saat itu Tarmizi sedang tidur. Seorang karyawan paling badung mengambil telepon genggam Tarmizi dan mengirim pesan singkat ke pemilik toko hp.
“Sebentar lagi karyawan saya ke sana. Tolong berikan lima hp lengkap dengan vouchernya.”
Setelah mengambil hp dari toko, tak ada yang memberitahu Tarmizi. Mereka diam saja seolah-olah tak pernah kejadian.
Seminggu kemudian, tagihan tiba di kantor. CEO Beuligat tersebut kaget. Ia sempat menolak membayar. Tapi akhirnya mengalah setelah pemilik toko menunjukkan pesan singkat yang berasal dari hpnya.
Karyawan tahu Tarmizi mudah marah. Tapi sangat pemaaf.
Tentang kebaikan hati Tarmizi, diceritakan oleh Sibral Malasyi (Abie Bram). Saat bekerja dengan World Vision, Tar membeli lima motor Honda Win untuk lima karyawannya. Sedangkan untuk Abie, dia membelikan sedan Mercy Boxer– Mercedes-Benz E Class W124 generasi kelima.
Bersama Abie, pria yang kini disapa Abu Tata dan Tar Beuligat, memiliki banyak pengalaman hidup. Mereka melewati masa muda dengan hura-hura.
Pada suatu hari, tahun 1995, Tar Beuligat baru menang proyek pertama di Lhoksukon, Aceh Utara. Mereka yang sepanjang hari happy, mengendarai Datsun pick up warna hijau army, melaju ke arah Lhokseumawe.
Di Buket Rata, Tar makin gila memacu mesin Datsun. Hingga tak dapat mengelak kala terjebak di tengah, di antara dua truk.
Setelah lolos dari lubang maut itu, mereka menjadi pusat perhatian. Semua orang di sepanjang jalan melihat mobil mereka sembari tersenyum. Mereka bertambah pede, berarti mobil mereka keren; menjadi pusat perhatian.
Tiba di tujuan, mereka terkejut. Ternyata yang diperhatikan oleh banyak orang, karena Datsun pick up tersebut telah polos di bagian belakang. Bak Datsun itu jatuh di jalan saat terjepit dua truk besar di Buket Rata.
“Kami tidak sadar waktu itu bila bak Datsun telah diangkut paksa oleh dua truk besar yang mengapit kami, hahaha,” kata Tarmizi, Minggu (3/11/2024) kala ditemui di Kota Bireuen.
***
Kini Abu Tata telah menjadi kakek bagi cucu-cucunya. Bisnis yang ia geluti telah rontok satu persatu.
Bukan karena ia bodoh, bukan. Bisnisnya terpuruk karena ia kelola sembari hura-hura.
“Sebagai pengusaha, dia tidak pelit sedikitpun. Bila masuk warung, dia akan traktir semua orang. Tak peduli kenal atau tidak. Ia bawaannya happy terus,” kenang Abie Bram, sejawatnya hingga saat ini.
Meski demikian, ia tetap pandai merawat hubungan. Ia kenal dengan banyak orang. Ia juga dikenal oleh banyak orang. Ia juga berkawan dengan aparat militer dan kepolisian. Mulai dari level tamtama hingga perwira tinggi.