Keputusan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Nomor 17 Tahun 2024 mengenai pedoman teknis pencalonan dalam Pilkada Aceh Tahun 2024 memunculkan polemik serius yang mengancam kepastian hukum.
Dalam keputusan tersebut, KIP Aceh menggunakan rujukan pada Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016, khususnya Pasal 24 huruf e yang sudah mengalami perubahan melalui Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati Serta Walikota dan Wakil Walikota. Perubahan ini merombak esensi persyaratan bagi pasangan calon, namun tidak diikuti oleh KIP dalam keputusan terbarunya.
Pasal 24 huruf e dalam Qanun 7 Tahun 2024 menghilangkan frasa terkait pelaksanaan butir-butir MoU Helsinki dan UU Pemerintahan Aceh. Sebagai gantinya, pasal ini mengatur bahwa pasangan calon harus menyatakan bersedia menjalankan semua peraturan perundang-undangan yang berlaku secara nasional dan peraturan khusus untuk Aceh.
Pasal 24 huruf e berbunyi: bersedia menjalankan seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku nasional dan peraturan perundang-undangan yang bersifat Istimewa dan khusus yang berlaku untuk Aceh, yang dibuktikan dengan surat pernyataan yang telah ditandatangani bermaterai cukup.
Namun, KIP Aceh justru masih mensyaratkan pernyataan bersedia menjalankan butir-butir MoU Helsinki dalam formulir yang disediakan, padahal norma hukumnya telah diubah.
Kesalahan fatal ini bukan hanya menunjukkan ketidakpatuhan KIP Aceh terhadap prinsip penyelenggara pemilu yang berkepastian hukum, tetapi juga memunculkan ketidakadilan bagi pasangan calon.
Paslon Muzakir Manaf (Mualem) dan Fadhlullah (Dek Fadh), yang sudah menandatangani pernyataan sesuai dengan keputusan KIP, mengikuti proses yang tidak memiliki dasar hukum kuat.
Baca juga: Mualem-Dek Fadh Tandatangani Pernyataan Bersedia Jalankan MoU Helsinki
Sebaliknya, pasangan Bustami Hamzah dan M. Fadhil Rahmi terhambat karena belum menyerahkan pernyataan tersebut, meskipun seharusnya mereka tidak perlu menandatangani surat dengan isi yang merujuk MoU Helsinki.
Kekeliruan ini harus segera diperbaiki oleh KIP Aceh. Sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pemilu, KIP seharusnya menjunjung tinggi integritas dan profesionalisme.
Kepastian hukum adalah salah satu prinsip utama dalam proses pemilihan, dan segala bentuk ketidakpastian dapat merusak kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemilu. KIP Aceh harus segera merevisi Keputusan Nomor 17 Tahun 2024 agar selaras dengan Qanun 7 Tahun 2024.
Jika KIP Aceh tidak segera memperbaiki kesalahan ini, maka dikhawatirkan hasil pemilihan bisa dipertanyakan secara hukum. Lebih buruk lagi, kesalahan ini berpotensi memicu konflik politik dan hukum yang lebih besar di kemudian hari.
Baca juga: DPRA Tunda Bustami Teken Komitmen Memperjuangkan MoU Helsinki
Revisi segera diperlukan agar dokumen administrasi yang digunakan oleh calon sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dengan melakukan penyesuaian yang tepat, KIP Aceh tidak hanya menyelamatkan proses pemilihan dari kekeliruan teknis, tetapi juga memastikan pemilu berjalan dengan adil dan transparan.
Tanggung jawab untuk memastikan pemilu berjalan sesuai dengan ketentuan hukum berada di tangan KIP. Oleh karena itu, penting bagi KIP Aceh untuk segera menyediakan formulir yang sesuai dengan ketentuan Pasal 24 huruf e yang baru.
Kedua pasangan calon juga harus diberi kesempatan untuk menandatangani dokumen yang sah dan bermaterai cukup sebelum masa perbaikan dokumen berakhir. Jika ini dilakukan dengan cepat, maka proses pencalonan dapat berjalan sesuai dengan aturan yang benar, dan semua pihak dapat merasa yakin bahwa pemilu berlangsung secara sah dan adil.
Dengan tenggat waktu perbaikan dokumen persyaratan administrasi yang dijadwalkan oleh KIP Aceh pada 18-20 September 2024, penting bagi KIP Aceh untuk segera melakukan penyesuaian terhadap lampiran III dalam keputusannya.
Dokumen surat pernyataan yang sesuai dengan Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2024 harus segera disiapkan oleh KIP Aceh dan disampaikan kepada kedua pasangan calon untuk ditandatangani dan diserahkan paling lambat sebelum berakhirnya masa perbaikan dokumen pada 20-21 September 2024.
Tidak ada ruang untuk kesalahan dalam pemilu, terutama ketika menyangkut persyaratan administratif yang dapat mempengaruhi legitimasi kandidat.
KIP Aceh, sebagai penyelenggara pemilu, harus menunjukkan bahwa mereka memahami pentingnya kepastian hukum dan bertindak sesuai dengan norma hukum yang berlaku.