Wagub: Tak Ada Lagi Wacana Separatis di Aceh

Wakil Gubernur (Wagub) Aceh, Fadhlullah saat bertemu Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, di Jakarta, Rabu (28/5/2025). Foto: HO for Komparatif.ID.
Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah saat bertemu Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, di Jakarta, Rabu (28/5/2025). Foto: HO for Komparatif.ID.

Komparatif.ID, Jakarta– Wakil Gubernur (Wagub) Aceh, Fadlullah, menegaskan wacana separatisme di Aceh telah berakhir. Hal ini disampaikannya saat bertemu Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, yang berlangsung di lantai 14 Gedung Pramuka, Jakarta Pusat, pada Rabu, (28/5/2025).

“Kami juga memastikan bahwa tidak ada lagi wacana separatis. Kami membawa tokoh-tokoh penting dari berbagai wilayah dan latar belakang politik di Aceh sebagai bentuk representasi bahwa seluruh elemen Aceh sepakat: tidak ada lagi kata ‘Merdeka Aceh’. Yang ada adalah kerja bersama membangun Aceh,” ujar Wagub.

Pertemuan itu juga membahas rencana revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang telah berlaku hampir dua dekade. Saat ini draf revisi UUPA sudah terima BK DPR RI.

Ia mengatakan revisi UUPA diperlukan agar kebijakan di Aceh dapat disesuaikan dengan perkembangan sosial, politik, dan ekonomi yang terjadi saat ini. Ia menekankan revisi bukan bertujuan menambah kekuasaan, melainkan untuk mengoptimalkan pelaksanaan otonomi khusus yang selama ini belum sepenuhnya berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat Aceh. 

Baca jugaMualem Teken MoU Pembangunan Pabrik Minyak Goreng

Menurutnya, dua dekade sejak penandatanganan perjanjian damai, Aceh masih berjuang melawan kemiskinan dan ketimpangan pembangunan.

“Selama 20 tahun sejak perjanjian damai, Aceh masih bergumul dengan kemiskinan dan kesenjangan pembangunan. Revisi ini bukan untuk menambah kekuasaan, tapi untuk memperkuat efektivitas otonomi dalam kerangka NKRI,” lanjutnya.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menilai langkah ini mencerminkan kematangan politik Aceh dan kesiapan untuk mengambil bagian aktif dalam pembangunan nasional. 

Hasan menjelaskan kantornya berperan sebagai simpul koordinasi konten dan substansi kebijakan yang mendukung program-program strategis pemerintah pusat. Karena itu, masukan dari daerah seperti Aceh sangat penting untuk memastikan kebijakan yang inklusif dan kontekstual.

“Peran kami bukan di panggung depan, tapi di balik layar. Kami pastikan narasi dan regulasi yang diusulkan mendapat perhatian serius. Revisi UUPA yang diusulkan tentu perlu dilihat secara proporsional agar tetap selaras dengan konstitusi,” ujar Hasan.

Hasan menekankan pentingnya mempertimbangkan sensitivitas publik dan harmoni antar lembaga dalam proses perubahan regulasi. Ia menyebut setiap usulan, baik yang terkait dengan kewenangan fiskal, otoritas pengelolaan zakat sebagai pengurang pajak, maupun akses perdagangan lintas batas, harus dibingkai dalam norma hukum yang jelas. 

Menurutnya, regulasi yang tidak terukur justru berisiko kontraproduktif terhadap tujuan pembangunan.

Beberapa poin yang dibahas antara lain: penyesuaian pasal-pasal UUPA terkait kewenangan khusus Aceh, penguatan otoritas fiskal dan pendapatan Aceh melalui mekanisme dana otsus, 

Penyelarasan kebijakan zakat sebagai pengurang pajak, dan pembukaan akses perdagangan lintas batas untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah.

Artikel SebelumnyaMinta Maaf, Ketum GRIB Hercules Cium Tangan Sutiyoso
Artikel SelanjutnyaKedudukan Mahar Dalam Pandangan Islam
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here