Nasi Bebek Faisal, Romantisme Rasa di Sudut Terminal

Nasi Bebek Faisal, Romantisme Rasa di Sudut Terminal
Faisal (kiri) pemilik usaha kuliner Nasi Bebek Faisal, yang beralamat di samping Bank Aceh Cabang Bireuen. Foto: Komparatif.ID.

Komparatif.ID, Bireuen– Nasi Bebek Faisal merupakan kuliner terkenal di Bireuen. Harga per porsi Rp20.000. Nasi Bebek Faisal dikenal dan dikenang banyak orang.

Selasa malam (5/11/2014) Muslim (42) sekitar pukul 20.00 WIB, menstarter motor matic berkelir merah yang diparkir di samping Warkop Grand Star, yang berhadap-hadapan dengan Meunasah Kulah Batee, Bireuen.

Seorang tukang parkir berkacamata menghampiri. Muslim menyerahkan beberapa lembar uang dua ribuan. Sebagai pelanggan tetap Grand Star Coffee, tidak setiap singgah ia bayar biaya parkir. Karena dalam satu hari, bisa berkali-kali Muslim lalu-lalang di warkop itu.

Biasanya ia merapel pada pukul 00.00 WIB. Sekali bayar sampai Rp10 ribu.

Pada Selasa malam, Muslim mengajak Komparatif ID, makan malam di lapak Nasi Bebek Faisal. Muslim dan Faisal sudah kenal cukup lama. Tapi bukan semata karena itu Muslim berkeinginan makan malam di sana. Nasi Bebek Faisal memang terkenal enak.

Dari Grand Star menuju lapak Faisal hanya butuh waktu dua menit mengendarai sepeda motor.

Lapak Nasi Bebek Faisal berada di sebuah warkop di sudut siku-siku, di jalan masuk terminal lama, Kota Bireuen. Warkop tersebut berada di sisi kanan Bank Aceh Cabang Bireuen.

Tiba di sana, Muslim memesan dua porsi nasi bebek. Faisal cekatan menyiapkan. Ia sudah sangat mengenal Muslim. Sehingga tahu apa yang mesti dimasukkan ke dalam piring kecil.

Muslim pernah tinggal di Meunasah Pulo Ara, Bireuen. Di sana pula Faisal bermukim bersama keluarganya. Muslim cukup lama menjadi marbot, hingga akhirnya memilih naik gunung menjadi gerilyawan Aceh Merdeka.

Baca juga: Perjalanan Aceh Putra di Galatama 90-92

Setelah Komparatif.ID dan Muslim menghabiskan bu sie iték, Faisal berkemas menutup lapak.

“Alhamdulillah, malam ini cepat habis,” katanya sembari tersenyum.

Faisal merupakan generasi kedua di keluarganya yang menjual nasi bebek. Usaha itu dilanjutkan dari ibunya.

Faisal tidak ingat sejak kapan usaha itu dimulai oleh ibu dan ayahnya. Putra dari pasangan Husin dan Hj. Intan Pulo Ara, mengisahkan bila ia lahir tahun 1975. Sejak ia kecil ibunya sudah berjualan di tempat yang kini menjadi lapaknya.

Era 1998, kala Aceh mulai dihumbalang perang antara GAM dan Pemerintah Indonesia, saat itu diwajibkan jaga malam. Bila orang lain kurang beruntung, Faisal justru beruntung. Pemberlakuan wajib jaga malam, membuat banyak orang harus bergadang sampai pagi. Mereka berbondong-bondong membeli nasi bebek di tempat Faisal.

Saat itu jumlah bebek yang dihabiskan dalam satu malam mencapai 70 ekor. Jumlah tersebut bertahan cukup lama.

“Saat itu saya sempat tak sanggup lagi mencincang daging bebek. Capeknya sangat terasa,” kata Faisal.

Dalam suasana Aceh damai setelah lahirnya MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005, catatan penjualan Nasi Bebek Faisal masih terus memegang record tertinggi di Bireuen.

Pun demikian, seiring kondusifnya Aceh, muncul banyak kompetitor. Dari 70 ekor bebek, turun menjadi 50 ekor.

Pada 2020 tiba-tiba petaka datang. Covid-19 yang pertama muncul di Wuhan, China, dalam tempo cepat merangsek ke seluruh dunia. Melibas berbagai lapisan ekonomi.

Faisal juga mendapatkan dampak buruk dari Covid-19. Meski terus bertahan tetap berjualan. Omzetnya turun drastis.

“Sejak Covid sampai sekarang bebeknya hanya 20 ekor,” kata Faisal. “Dengan jumlah bebek 20 ekor, beras yang dapat saya habiskan dalam satu malam sebanyak 1,5 zak ukuran 15 kilogram,” kata Faisal.

Apa kunci sukses Faisal dalam membina bisnis kuliner hingga masih bertahan hingga dua generasi?

Pria berkulit gelap tersebut mengatakan, pertama dia membeli bebek yang sudah cukup umur. Bebek muda-apakah entok ataupun itik kampung– dagingnya masih lembek. Sehingga kurang pas bila dimasak.

“Saya beli bebek yang sudah cukup umurnya. Dagingnya tidak lagi terlepas dari tulang,” katanya.

Kedua, ia menjaga kualitas bumbu, dan proses pembuatan bumbu. “Saya kawal proses penggilingan bumbu. Meski menggiling di penggilingan mesin, setiap bumbu saya hendak diproses, penggilingan harus dicuci hingga bumbu sebelumnya tidak tersisa,” sebutnya.

Ketiga, meski harga nasi bebek terkenal lumayan mahal, tapi Faisal tidak menjualnya dengan harga terlalu tinggi. Satu porsi nasi bebek di tempatnya dijual Rp20 ribu. Sebelumnya malah Rp18.000.

“Tak mungkin saya naikkan harga terlampau tinggi. Umumnya konsumennya merupakan langganan tetap. Bila mereka hendak makan nasi bebek, mereka membeli ke sini,” katanya.

Jelang pamit, Faisal memberitahu Komparatif.ID bila ia buka mulai pukul 17.30 WIB. Dia tutup tak menentu. Biasanya paling lambat pukul 23.30 WIB.

Tapi, seringkali nasi bebek Faisal telah ludes pada pukul 18.30 WIB.

Perihal rasa Nasi Bebek Faisal, diakui oleh banyak orang di Bireuen. Salah satu yang paling konsisten menjaga citarasa kuliner khas Bireuen. Banyak orang yang setiap datang ke Bireuen, singgah ke lapak Faisal. Mereka merindui rasa kuah kari bebek racikan pria tersebut.
Artikel SebelumnyaPerekonomian Aceh Triwulan III 2024 Tumbuh 5,17 Persen YoY
Artikel SelanjutnyaAceh Catat Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III 2024 Terbaik Kedua di Sumatra
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here