Muharram, bukan sekadar pergantian tahun dalam kalender Islam, tetapi suatu momen penuh makna yang sarat dengan nilai-nilai spiritual dan historis bagi umat Islam, bahkan bagi umat terdahulu melalui momentum Asyura.
Bulan ini tentunya menjadi saksi yang tak terelakkan dari peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Yatsrib (Madinah) pada tahun 622 Masehi. Hijrah ini bukan hanya sebagai perpindahan fisik, tetapi juga simbolisasi perpindahan dari kegelapan jahiliah menuju terangnya pelita Ilahiah, dari kezaliman menuju keadilan, dan dari perbudakan menuju kemerdekaan.
Peristiwa hijrah menandai dimulainya era kebaruan dalam sejarah Islam, yaitu era pendirian negara ikonik Islam di Yatsrib yang diinisiasi langsung oleh Nabi menjadi al-Madinah. Hijrah menjadi bukti nyata keteguhan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat dalam menyebarkan Islam serta menegakkan keadilan sosial masyarakat yang majemuk dan otonom, terbukti dengan adanya Konstitusi Madinah/Piagam Madinah/Shahifatul Madinah (صحیفة المدینه).
Semangat hijrah ternyata merupakan semangat perjuangan dakwah yang turun temurun dan diwariskan dari para Nabiyullah dengan berbagai variasi momentumnya demi tegaknya Ketauhidan Ilahiyah, sebagaimana yang kita ketahui dari sejarah Para Nabi. Apabila mengkaitkan Hijrah Para Nabi dengan Hari Asyura (10 Muharram), maka dapat ditelusuri melalui klaim Imam Al-Ghazali dalam kitab tasawuf-nya Mukasyafah al-Qulub Bab 106 tentang keutamaan Asyura bahwa diantaranya;
Hijrahnya Nabi Nuh dengan bahtera (selama 1 tahun 10 hari: Israiliyat) dan turun di Gunung Judiy pada hari Asyura. Hijrahnya Nabi Ibrahim Bersama Sarah dan keponakan Beliau (Nabi Luth) ke Harran–Syam–Mesir setelah selamat dari hukum bakar Namrud di hari Asyura.
Hijrahnya (exodus) Nabi Musa & Harun dari Mesir serta tenggelamnya Fir’aun di al-Bahr al-Ahmar pada hari Asyura. Hijrahnya Nabi Isa dengan “diangkat” ke langit oleh Allah dari kedzaliman umatnya juga bertepatan dengan hari Asyura, bahkan masih banyak lagi dalam kitab tersebut disebutkan keutamaan hari Asyura sebagai hari keselamatan dan kemenangan bagi para Nabi dan umat terdahulu sebagai awal kebaharuan dalam fase dakwah ketauhidan, meski di sisi lain juga merupakan tragedi terbunuhnya Husein bin Ali bin Abi Thalib pada 10 Muharram 61 H di Karbala.
Kembali kepada semangat hijrah secara komprehensif, bahwa patut kiranya teladan perjuangan Para Nabi tersebut oleh umat Muslim di seluruh dunia dan di setiap zaman, khususnya di era modern kita sekarang yang begitu terus melaju ini. Hijrah bukan hanya tentang meninggalkan tempat/teritorial secara fisik (makaniyah), tetapi juga tentang meninggalkan kekafiran, kesyirikan, maupun kebiasaan buruk dan menuju jalan kebaharuan (maknawiyah).
Secara maknawi, hijrah sendiri terdiri dari I’tiqadiyah, Fikriyyah, Syu’uriyah, dan Sulukiyah. Muharram tentu saja harus menjadi momen yang tepat untuk merefleksikan diri dan melakukan hijrah Nafsiyah yakni secara spiritual (disebut juga hijrah I’tiqadiyah) dan intelektual (disebut juga hijrah Fikriyyah), serta secara hijrah Amaliyah yakni meninggalkan kebiasaan meladeni kesenangan dan kesukaan yang bertentangan dengan ajaran Islam (hijarah Syu’uriyyah), dan memperkuat komitmen untuk menjalankan syariat dengan penuh ketaatan yang mengkristal menjadi kepribadian atau akhlaqul karimah (hijrah Sulukiyyah).
Dengan semangat hijrah melalui makna-makna yang komprehensif tersebut, umat Islam pasti bisa menjadi agen pengingat, agen pengontrol, bahkan agen perubahan serta agen kontributor dalam mewujudkan masyarakat yang adil, sejahtera, dan berlandaskan nilai-nilai Islam, ya sebegitu mulianyalah Islam itu.
Pada momentum Muharram yang istimewa ini, pastilah adanya terbesit harapan dari masyarakat Aceh secara khusus dan masyarakat Indonesia secara umum, akan hijrahnya para penikmat judi online dari semua golongan secara serentak melalui kesadaran diri mereka sendiri. Judi, bagaikan penyakit kronis yang menggerogoti jiwa dan raga, menjerumuskan pelakunya ke dalam jurang kenistaan.
Sudah banyak tentunya berita dan informasi dari zaman dulu hingga zaman modern ini bahwa judi hanyalah suatu kamuflase “mau untung malah buntung”, bahkan berita-berita yang mewartakan penangkapan para penikmat judi baik online maupun offline dengan ancaman penjara dan denda.
Khusus ancaman bagi penikmat judi online dibahas dalam UU ITE Pasal 27 Ayat (2) No.11 Tahun 2008 dan serta Pasal 45 Ayat (2) No.19 Tahun 2016. Tentang hukuman bagi pelaku judi online adalah hukuman paling lama 6 tahun kurungan dan/atau denda hingga Rp1 miliar. Sudah semestinya semua itu menjadi reminder dan banteng untuk diri masing-masing agar menjauhi yang Namanya si “judi”.
Implikasi Nyata Judi Online
Ternyata kemudahan akses internet dan smartphone dari sisi lain telah membuka peluang bagi para penjahat online untuk menjerat korban melalui berbagai platform judi online.
Judi online telah menjadi fenomena yang meresahkan masyarakat karena penikmat judi dari kalangan anak-anak & remaja pasti akan menyulitkan orang tunya, orang tua & dewasa yang berjudi pasti akan memberikan dampak negatif kepada keluarganya paling tidak pada ranah ekonomi keluarga.
Motif-motif terjeratnya seseorang dengan judi online memang beragam, karena memang terlena dengan asyiknya fitur yang di-kamuflase-kan tersebut berupa game atau lainnya, atau memang gaya hidup yang pragmatis dan hedonis sehingga menjadikan diri abai akan konsekuensinya.
Misalkan saja seseorang yang terpukau dengan “janji manis” pinjaman online (pinjol) akan log in dan dengan mudahnya menggelontorkan uang hasil pinjaman online tersebut untuk foya-foya pada hal lainnya, sehingga dengan mudahnya hal-hal tersebut memicu pula untuk mendapatkan uang dengan cara praktis yakni dengan judol atau melalui game online ataupun versi judol lainnya, yang pada akhirnya terjerumus kepada masalah-masalah yang meresahkan bahkan membahayakan jiwa, harta, dan keluarga karena berurusan dengan “mafia”.
Lebih jauh, implikasi negatif judol tak hanya merugikan finansial sang penikmat, tapi juga kesehatan mental, hubungan sosial, dan tentu saja spiritual dengan berbagai masalah yang ditimbulkannya.
Baca juga: Memaknai Kembali Peristiwa Hijrah
Penikmat judol sering terjebak dalam siklus kecanduan yang sulit dilepaskan. Mereka rela menghabiskan waktu, tenaga, dan bahkan harta benda demi memuaskan hasrat berjudinya. judol bukan hanya membawa dampak negatif pada keuangan. Namun juga dapat memicu stres, depresi, kecemasan, hingga tindakan kriminal. Hubungan keluarga dan sosial pun terancam retak akibat kebohongan dan pengkhianatan yang dilakukan demi menunjang kebiasaan atau kepuasan berjudi tersebut.
Lebih parah lagi, judi online dapat menjerumuskan pelakunya ke jurang kemusyrikan. Judi sering dikaitkan dengan ritual-ritual tertentu yang bertentangan dengan ajaran Islam. Hal ini dapat membahayakan aqidah dan keimanan para penikmat judi.
Seperti dalam praktik judi, tak jarang ditemukan ritual-ritual tertentu yang melibatkan permohonan atau apapun namanya kepada sesuatu yang tidak sesuai dengan aqidah Islamiyah untuk mendapatkan kemenangan dan keberuntungan dalam judol.
Hal ini jelas merupakan perbuatan syirik yang dilarang keras dalam Islam. Hal tersebut tentunya tidak hanya berdampak pada duniawi, tetapi juga pada akhirat. Oleh karena itu, penting bagi umat dan masyarakat untuk menjauhi judol dan segala bentuknya demi menjaga aqidah dan keimanan.
Muharram: Momentumnya Penikmat Judol Hijrah
Awal Muharram–Asyura–Akhir Muharram, bila diambil dalam momentum semangat hijrahnya, menjadi tawaran kesempatan atau peluang bagi para penikmat judol untuk membebaskan diri dari jeratan kamuflase “mau untung malah buntung”, lebih cepat lebih baik dengan memulai kembali kekehidupan yang normal yang lebih tenang, aman, serta nyaman tanpa jeratan dan jeritan judi yang malah mendatangkan hutang piutang. Paling tidak di sini penulis mengingatkan beberapa langkah untuk hijrah dari judol:
Pertama, sudah barang tentu bertaubat dan berdoa kepada Allah SWT. Permohonan ampunan atas dosa dan khilaf yang telah dilakukan merupakan kontemplasi diri dari kesalahan yang menjadi proses awal hijrahnya seorang hamba kepada yang lebih baik.
Kedua, menjauhkan diri dari circle Judi. Komitmen diri untuk menghindari dan “Say No” kepada segala hal yang dapat memicu keinginan untuk berjudi kembali, seperti platform judi online, bahkan circle teman-teman yang gemar berjudi yang terindikasi mengajak berjudi, dan segala hal yang mendukung aktivitas judi, hal ini dilakukan agar tidak ada pengaruh negatif untuk balik kepada judol kembali.
Ketiga, memperkuat IMTAQ (Iman & Taqwa). So pasti dengan memperbanyak ibadah selagi di Bulan Muharram seperti Puasa-Puasa Sunnah seperti Puasa Sunnah Asyura, Puasa Sunnah Senin-Kamis, dan Puasa Ayyaumul Bidh yang akan menentramkan jiwa agar terhindar dari keinginan nafsu yang fana, serta memperbanyak membaca Al-Qur’an demi ketenangan jiwa, kemudian beralih kepada hal yang lebih positif dan bermakna, serta memperdalam ilmu agama untuk memperkuat IMTAQ. Hal-hal tersebut dapat mengalihkan fokus dan membantu agar menjauhkan diri dari perbuatan tercela dan sia-sia, termasuk judi.
Keempat, mencari dukungan. Tentunya keluarga, saudara, maupun kolega yang dapat menguatkan keistiqamahan agar yakin-seyakin-yakinnya untuk keluar dari circle judol tersebut. Dukungan dari orang lain sangat penting dalam proses pemulihan sekaligus penguatan diri.
Kelima, mencari bantuan profesional. Apabila dirasa tidak mampu untuk berhenti berjudi secara mandiri, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional dari konselor maupun psikolog atau terapis yang dapat membantu mengarahkan dengan baik dan bijak terkait permasalahan diri yang sulit keluar dari fatamorgana judol dari sisi apapun.
Terakhir, hijrah dari judol bukan proses yang mudah bagi yang sudah menjadi penikmatnya apapun alasannya. Diperlukan tekad yang kuat, kesabaran, dan pantang menyerah tentunya. Namun, dengan ikhtiar yang kuat, doa yang khusuk, serta dukungan dari semua pihak terdekat, bahkan dari pihak professional, para penikmat judol dapat meraih kemenangan atas masalahnya tersebut dan kembali ke jalan yang benar.
Mari jadikan Muharram menjadi momen yang tepat untuk memulai hijrah dari judol dan segala variasi fahsya wal munkar di era modern ini. Mari rangkul dan ajak saudara, keluarga, tetangga, kolega yang masih merasa menikmati judol untuk memberdayakan momen ini sebagai titik balik dalam meninggalkan kebiasaan buruk dan meraih kehidupan yang lebih baik, penuh keberkahan dan kebahagiaan, aamiin.