Gagalnya Investasi UEA dan Tenggelamnya Kepulauan Banyak

Setelah investasi dari investor UEA gagal terwujud, kini masyarakat Kepulauan Banyak kembali ke diskusi awal. Akankah pulau itu tenggelam dalam 10 sampai 20 tahun ke depan? Foto: Ist.
Setelah investasi dari investor UEA gagal terwujud, kini masyarakat Kepulauan Banyak kembali ke diskusi awal. Akankah pulau itu tenggelam dalam 10 sampai 20 tahun ke depan? Foto: Ist.

Setelah hingar-bingar investasi dari Uni Emirat Arab (UEA) berlalu, masyarakat Kepulauan Banyak kembali bergelut dengan ancaman besar yaitu 10 sampai 20 tahun ke depan kepulauan Banyak diprediksi akan tenggelam. Berdasarkan IRBI 2021. Kabupaten Aceh Singkil berada pada Kelas Risiko Tinggi memiliki risiko bencana Tinggi terhadap multi ancaman.

Teringat, seorang elit daerah yang mencoba trial and error segala upaya untuk melobi Pemerintah Pusat guna mendapatkan dukungan pembangunan untuk daerah ia berasal.

Dari sisi infrastruktur, daerah itu masih berjibaku dengan jalan raya yang rusak, bandara dan pelabuhan yang sudah dibangun tapi tak berfungsi, jembatan yang tak kunjung rampung, dan banyak hal lain sebagai pertanda daerah itu “darurat” perhatian Pusat.

Dari sisi sosial, angka pengangguran masih tinggi, dan posisi “mentereng” sebagai kabupaten termiskin di Aceh pun masih melekat.

Baca: Fix! UEA Batal Investasi di Kepulauan Banyak

Tapi, kabupaten itu punya kepulauan yang terdiri dari gugusan 64 pulau-pulau kecil dengan panorama yang sangat indah dan menawan.

Tak kalah dengan Sulawesi yang punya Wakatobi, NTT yang punya Labuan Bajo, bahkan Papua yang punya Raja Ampat.

Karena itu, uluran tangan Pusat benar-benar sangat dibutuhkan terkait bagaimana mengubah daerah itu menjadi wilayah dengan ekonomi yang mapan.

Tapi, usahanya seperti membentur tembok. Ia gagal meyakinkan Pusat untuk membangun Aceh Singkil. Pejabat itu kemudian mengeluh:

“Duh, mereka mengatakan negara lagi susah, APBN prioritasnya ke IKN (Ibu Kota Negara) baru. Sia-sia deh jauh-jauh ke Jakarta!”.

Ibarat kata,jangankan berbagi, untuk diri sendiri pun susah. Seakan menjadi simbol Pusat yang kini terkesan “abai” terhadap pembangunan daerah. Pejabat tersebut kemudian melanjutkan curhatnya:

“Kementerian Investasi bilang, kalau mau daerah anda maju, ya gaet saja investor.”

By the way, dua tahun lalu, Aceh Singkil—tepatnya di Kepulauan Banyak– sempat digadang-gadang menjadi lokasi investasi dengan dana fantastis Rp7 triliun di sektor pariwisata. Kabar itu terdengar hingga ke Kepulauan Banyak pada tahun 2020. Investor yang digadang-gadang yaitu Uni Emirat Arab (UEA).

Tak lama, datanglah perwakilan investor dari UEA ke lokasi yang bernama Kepulauan Banyak. Mereka melakukan survei ke pulau-pulau nan eksotis, dan mendokumentasikan segala panorama yang dianggap menawan dengan peralatan canggih yang dibawa.

Di akhir perjalanannya, kemudian menyampaikan kesan baik atas hasil survei tersebut. Mereka berjanji akan kembali dengan kabar gembira.

Dari jauh, UEA menyampaikan dua lembar dokumen berisi list insentif yang diminta untuk dipenuhi, seperti: dukungan infrastruktur bandara dan pelabuhan, relaksasi pajak dan cukai, clear and clean lahan pulau yang dipilih sebagai lokasi investasi, dan beberapa request lain yang perlu dipenuhi sebagai komitmen Pemerintah terhadap investasi itu.

Mimpi Masyarakat Bahari
Enam bulan berselang. UEA turun dan mengunjungi Kepulauan Banyak. Pada kesempatan kedua, mereka memastikan list insentif itu terpenuhi. Investor UEA menyusuri gugusan pulau-pulau kecil itu. Mereka menunjuk tujuh pulau yang dianggap layak menjadi nominasi lokasi investasi.

Kali ini, ada hitam di atas putih yang ditandatangani sebagai bukti keseriusannya terhadap rencana investasi itu, yaitu pernyataan kehendak (letter of intent).

Dalam letter of intent, investor UEA meyakinkan bahwa ada kehendak untuk investasi di lokasi itu. Mereka menyebutkan nama-nama pulau yang dinyatakan layak untuk dipilih.

Di satu sisi, LoI itu ditandatangani oleh UEA dan Gubernur Aceh di Jakarta. Disaksikan para menteri. Penandatanganan itu dilaksanakan secara seremonial yang diliput oleh media.

Di sisi lain, tepatnya di Kepulauan Banyak, masyarakat menyaksikan dari jauh sembari membayangkan masa depan pulau mereka yang digadang-gadang akan menjadi destinasi wisata terfavorit skala internasional.

Tentu saja, masalah-masalah klasik tentang kondisi pulau itu yang berisiko tinggi terhadap bencana seperti abrasi dan lainnya kelak akan menjadi partikel kecil yang sangat mudah untuk diatasi.

Kekhawatiran mereka akan potensi tenggelamnya pulau yang mereka cintai itu akan sirna seiring dengan terwujudnya proyek investasi itu nanti.

Terbayang pula bagaimana dampak positif terhadap perekonomian mereka yang hanya terpaku pada hasil laut. Agaknya rencana investasi ini dapat terwujud. Meski bukan mereka, paling tidak anak cucu dapat menikmati.

Di daratan, tak jauh dari Kepulauan Banyak, masyarakat yang hidup di ibukota kabupaten pun membayangkan hal yang sama. Mereka yakin, dampak investasi itu kelak akan dirasakan juga di Kota Singkil.

Jalan raya yang rusak tentu otomatis akan diperbaiki. Bandara yang usang pastinya akan kembali berfungsi dengan pesawat-pesawat yang kini tak lagi pernah terlihat. Pelabuhan akan dibangun lebih baik, kapal-kapal pun akan bertambah. Pada akhirnya, lapangan kerja terbuka luas.

Mimpi kesejahteraan bagi masyarakat Aceh Singkil Provinsi Aceh kelak tidak lagi hanya sekadar mimpi. Keyakinan terhadap hal itu agaknya semakin kuat dengan ditandatanganinya LoI itu.

One Step Closer yang berujung PHP
Investor itu pun kembali ke UEA. Kabarnya, LoI itu akan ditindaklanjuti dengan penandatanganan MoU, berbarengan dengan kunjungan Presiden ke UEA pada bulan September 2021.

MoU merupakan komitmen yang lebih mengikat daripada LoI. Ada tugas dan tanggung jawab yang diatur, area kerja sama, mekanisme pelaksanaan proyek investasi, dan komitmen jangka waktu pelaksanaan proyek.

Karena itu, menjelang hari penandatanganan MoU, Gubernur Aceh bersama Bupati Aceh Singkil pun bersiap untuk ikut Presiden berkunjung ke UEA. Membawa harapan masyarakat Aceh untuk masa depan yang lebih baik melalui kerja sama investasi.

Tiba di UEA. Pada hari H yang dijadwalkan pelaksanaan penandatanganan MoU, ternyata bukan hanya MoU kerja sama untuk Aceh saja. Ada lebih dari 10 MoU yang ditandatangani di acara itu.

Namun, ternyata, tak dinyana. Hingga giliran penandatanganan akhir MoU yang ada, tidak satupun disebutkan MoU Aceh yang dinanti-nantikan itu. Tak tahu kenapa.

Akar Masalah Gagalnya Investasi
Gubernur Aceh dan Bupati Singkil kembali dengan tangan hampa. Masyarakat Aceh pun demikian kecewanya. Terlebih mereka yang tinggal di Kepulauan Banyak.

Berbagai opini timbul, bahkan hoaks pun merajalela yang berkaitan dengan gagalnya penandatanganan MoU yang tak tahu entah apa sebabnya. Wajar jika muncul berbagai perspektif terhadap kejadian ini. Tentunya berangkat dari kekecewaan.

Ada yang beranggapan bahwa list insentif itu tak mampu dipenuhi. Bagaimana tidak, persoalan clear and clean lahan pun sejatinya masih menjadi dilema. Hak masyarakat setempat terhadap pulau-pulau -yang masuk dalam wilayah konservasi- tak diakui secara hukum.

Kenapa? Ya karena itu secara hukum adalah milik negara. Namanya saja wilayah konservasi, tentu masyarakat setempat tak berhak mendapatkan sertifikat atas tanah yang dimiliki. Meski lahan itu adalah warisan leluhurnya sejak zaman Hindia-Belanda.

Begitupun dukungan infrastruktur jalan, bandara, dan pelabuhan. Awalnya, Pemerintah begitu semangatnya melakukan rapat-rapat percepatan pembangunan infrastruktur pendukung tersebut.

Namun di tengah jalan, seakan terhenti begitu saja. Tak ada jalan yang diperbaiki, tak ada sentuhan untuk perbaikan bandara, dan tak ada gerakan untuk renovasi pelabuhan.

Konon lagi permasalahan list insentif lainnya seperti relaksasi pajak dan bea cukai. Tak ada tanda-tanda tindak lanjut. Hanya berakhir pada rapat dan rapat di level pejabat.

Tenggelamnya Kepulauan Banyak
Kini, masyarakat pulau itu kembali berjibaku dengan ancaman abrasi yang melanda pulau-pulau mereka. Tak ada yang membantah jika ada yang memprediksi Kepulauan itu akan tenggelam 10 atau 20 tahun lagi sebab abrasi.

Berdasarkan Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) Tahun 2021. Kabupaten Aceh Singkil berada pada Kelas Risiko Tinggi dengan posisi ke-52 kota/kabupaten yang memiliki risiko bencana Tinggi terhadap multi ancaman. Multi ancaman itu berupa banjir, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, gelombang ekstrim dan abrasi.

Hasil analisa perubahan garis pantai menggunakan citra satelit Google Earth oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bahwa pada tahun 2000 – 2020 telah terjadi perubahan garis pantai di Kepulauan Banyak seluas 84,18 Ha.

Masyarakat disana seolah berkata,“Akankah kami kuburkan mimpi (kesejahteraan) ini? Lalu kemanakah kelak kami melangkah jika bumi yang kami injak ini tenggelam?”

Bila kelak itu terjadi, akankah peradaban di Kepulauan Banyak akan berakhir, tenggelam dalam Samudera Indonesia. Hilang ditelan lautan, kemudian dilupakan begitu saja, seperti investasi UEA yang urung itu.

Artikel SebelumnyaPengguna Narkoba Berpotensi Alami Gangguan Jiwa
Artikel SelanjutnyaBreaking News: Gempa 6,4 SR Guncang Aceh
Fauzan Hidayat
Perantau yang bermuasal dari Kepulauan Banyak.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here