Komparatif.ID, Banda Aceh—para pengguna narkoba, pada tahapan tertentu berpotensi mengalami gangguan jiwa. Demikian disampaikan dr. Syahrial, Konsultan Adiksi pada Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Banda Aceh.
Hal tersebut disampaikan dr. Syahrial pada diskusi dengan tema “Pecandu Narkoba Gangguan Jiwa, Benarkah?” yang diselenggarakan oleh DPP Inspirasi Keluarga Anti Narkoba (IKAN), di sekretariat mereka di Gampong Peuniti, Banda Aceh, Jumat (23/9/2022) sore.
baca juga:
16 Gampong di Aceh Utara Masuk Kategori Bahaya Narkoba Dalam Demand Reduction
Dr. Syahrial menyebutkan ada tiga alasan seseorang menggunakan narkoba, yaitu untuk senang-senang (fun), untuk melupakan masalah (forget for free), dan menambah stamina tubuh (function).
Ia menjelaskan lebih lanjut, untuk yang sekadar senang-senang, biasanya melanda siapa saja yang menggunakan narkoba sebagai gaya hidup. Ingin keren-kerenan di lingkungannya.
Bagi yang melakukannya sebagai bentuk pelarian dari masalah, misalnya istri yang tertekan dengan kehidupan rumah tangganya. Mereka mudah terbujuk dengan ajakan sesat, menggunakan narkoba demi menghilangkan keruwetan rumah tangga. Sedangkan mereka yang bekerja dalam tekanan tertentu, seperti sopir truk dengan line panjang, menggunakan narkoba sebagai penambah stamina.
“Pengguna narkoba tidak serta merta akan menjadi penderita gangguan jiwa. Tapi berpotensi, lebih tepatnya berisiko mengalami gangguan jiwa dengan perilakunya tersebut,” terang Syahrial.
Pada kesempatan itu, dr. Syahrial menjelaskan, definisi gangguan jiwa dengan tekanan jiwa sangat berbeda.
“Sakit jiwa dapat diartikan sebagai seude atau pungoe. Sedangkan tekanan jiwa seperti trauma mendalam atas sebuah peristiwa. Contoh korban KDRT, mereka mengalami tekanan jiwa. Bila tidak dipulihkan, berpotensi mengalami gangguan jiwa,” terangnya.
Dalam konteks kecanduan, ia menjelaskan bahwa adiksi dibagi dua. Pertama adiksi zat, dan kedua, adiksi perilaku.
Adiksi zat seperti penyelahgunaan narkoba. Sedangkan adiksi perilaku contohnya gemar berbelanja, gemar berjudi, gemar bermain game. Untuk adiksi zat sangat mudah diukur. Sedangkan adiksi perilaku membutuhkan waktu selama 12 bulan untuk menentukannya.
“Pernah terjadi di Hongkong, seorang adik membunuh abangnya, hanya karena si abang menegur adiknya agar berhenti bermain game. Itu bentuk adiksi perilaku. Ketika seseorang menggemari sesuatu di atas normal, dan setiap teguran terhadap perilakunya itu dianggap sebagai ancaman. Dalam konteks kasus di Hongkong itu, sudah masuk kategori gangguan jiwa,” terangnya.
Ketua Umum DPP IKAN Syahrul Maulidi, dalam sambutannya menyebutkan diskusi yang digelar tersebut, merupakan kegiatan serial yang dilaksakan oleh lembaganya, dengan partisipasi banyak mitra. Tujuan utama demi membentengi keluarga dari ancaman penyelahgunaan narkoba.