Bustami Hamzah punya peranan penting dalam mendamaikan perseteruan antara Muzakir Manaf dan Irwandi Yusuf pada Pilkada 2017. Kedua kubu saling klaim kemenangan, yang menyebabkan suasana memanas di lapangan.
Pilkada Aceh 2017 yang digelar pada 15 Februari diikuti oleh enam pasangan calon. Yaitu Tarmizi Abdul Karim-Teuku Machsalmina Ali, Zakaria Saman-Teuku Alaidinsyah, Abdullah Puteh-Sayed Mustafa Usab, Zaini Abdullah-Nasaruddin, Muzakir Manaf-Teuku Al Khalid, dan Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah.
Perseteruan paling menegangkan tentu saling klaim kemenangan antara Muzakir Manaf-Teuku Al-Khalid, versus Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah.
Baca: Bustami Hamzah, Loyal dan Setia Kawan
Partai Aceh dan koalisinya kala itu mengklaim telah memenangkan Pilkada Aceh 2017 dengan meraup 41,52 persen suara. Sedangkan Partai Nasional Aceh (PNA) dan koalisinya juga demikian, mengklaim telah memenangkan pilkada dengan jumlah suara 63,13 persen.
Saling klaim tersebut membuat suasana panas. Suhu politik meningkat. Pendukung kedua kubu sudah bersiap-siap melakukan apa pun demi menjaga “klaim” kemenangan. Sementara itu, proses rekapitulasi suara masih berlangsung di tingkat kecamatan.
Saat itu Bustami Hamzah yang menjabat sebagai tenaga ahli Gubernur Aceh dr. Zaini Abdullah, gundah gulana. Ia melihat perseteruan antara kedua kelompok yang sedang saling mengklaim kemenangan, merupakan konflik antar dua saudara, yang melibatkan “klan politik” antar saudara.
Bustami Hamzah mencoba melihat persoalan konflik pilkada antara Muzakir Manaf dan Irwandi Yusuf dari sudut pandang kasih sayang. Ia tidak ingin kedua kubu bentrok hanya gara-gara sama-sama ingin menang. Bila bentrok terjadi maka yang kalah jadi abu, yang menang jadi arang. Tentu yang akan rugi adalah Aceh.
Ia benar-benar tidak dapat tidur nyenyak kala itu. Di kepalanya yang ada bagaimana caranya mempertemukan Muzakir Manaf dan Irwandi Yusuf. Bustami Hamzah mengajak Kausar Muhammad Yus, yang kala itu masih politisi di Partai Aceh. Keduanya terlibat diskusi mendalam, mencoba menemukan jalan mendamaikan kedua pemimpin parpol lokal itu, dan menyudahi segala sengketa politik.
Setelah ditemukan solusi, Bustami Hamzah menelepon Mualem—Muzakir Manaf- dan Kausar menelepon Irwandi Yusuf. Gayung bersambut, kedua pentolan politik eksponen GAM itu bersedia duduk semeja.
Bustami Hamzah memanjat syukur. Satu langkah maju telah berhasil ia raih. Kesediaan Muzakir Manaf dan Irwandi bertemu, merupakan signal bahwa usaha menghadirkan harmoni dalam rasa cinta keacehan telah terbuka jalan.
Bustami Hamzah berangkat ke Medan, Sumatra Utara untuk menjemput Mualem. Sedangkan Kausar menemui Irwandi di Banda Aceh.
Hari bersejarah itu tiba. Pada Rabu, 22 Februari 2022, Mualem dan Irwandi bertemu di kediaman Bustami Hamzah di Gampong Pineung, Banda Aceh. Pertemuan itu dikemas dalam bentuk makan siang bersama antara keduanya.
Mata bertemu mata, hati bertemu hati. Pertemuan itu membuat hati keduanya terpaut, mata keduanya saling memandang. Tak ada yang kalah dalam pilkada, karena siapapun yang menang, tugasnya adalah memenangkan rakyat Aceh.
Pertemuan itu berlangsung cair; penuh persahabatan. Kedua mereka menyadari bahwa pilkada harus ada pemenang. Keduanya dicintai oleh rakyat. Buktinya, perolehan suara antara Irwandi versus Muzakir yang paling tinggi di antara peserta Pilkada Aceh.
Usai makan siang Irwandi berkata,“kita sudah sepakat bersatu lagi. Saya ingin seperti masa lalu, semuanya bersatu.”
Mualem juga demikian. “Kita hormati apapun keputusan KIP. Apa yang diputuskan oleh mereka, kita tetap setuju,” kata Mualem yang berdiri di samping Irwandi.
Wartawan yang hadir tersenyum. Seluruh yang hadir bahagia.
Tentu yang paling bahagia adalah Bustami Hamzah dan Kausar. Mereka telah berhasil membuka jalan yang melahirkan harmoni antara Mualem dan Irwandi. Harmoni yang kemudian membuat rakyat Aceh kembali hidup dalam damai dan tentram.
Kala KIP Aceh mengumumkan bahwa pemenang Pilkada adalah Irwandi-Nova, Mualem menyambutnya dengan senyum penuh keikhlasan.