Komparatif.ID, Jakarta— Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) mendorong pemerintah Indonesia untuk meniru langkah negara-negara maju dalam memperkuat sistem keamanan siber nasional. Ketua Umum SMSI, Firdaus, menekankan pentingnya memiliki infrastruktur digital yang tangguh dan responsif di tengah ancaman siber yang tidak bisa diprediksi.
Menurut Firdaus, implementasi strategi keamanan siber yang komprehensif harus melibatkan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, serta investasi yang signifikan dalam teknologi keamanan.
Kita harus mengimplementasikan strategi keamanan siber yang komprehensif, melibatkan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, serta investasi yang signifikan dalam teknologi keamanan,” ujar Firdaus dalam diskusi bertema ‘Relawan Perisai Prabowo Vs Ancaman Siber: Demokrasi dan Keamanan Data’ di Kantor SMSI, Jakarta, Jumat (5/72024).
Diskusi tersebut merupakan respon SMSI bersama DPP Perisai Prabowo terkait insiden serangan ransomware yang melumpuhkan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Surabaya.
Serangan tersebut mengakibatkan gangguan serius pada 282 data lembaga pemerintahan, termasuk 30 kementerian dan lembaga, serta 48 lembaga kota. Serangan yang terjadi pada 17 Juni 2024 ini dimulai dengan dinonaktifkannya fitur keamanan Windows Defender oleh pihak tak bertanggung jawab.
Aktivitas berbahaya baru terdeteksi pada 20 Juni 2024, termasuk instalasi file berbahaya, penghapusan sistem file penting, dan penonaktifan layanan yang berjalan. Pada 26 Juni 2024, dampak kerusakan yang luas terungkap, meskipun beberapa instansi berhasil memulihkan data.
Ransomware “BrainChipper” digunakan dalam serangan ini, memblokir akses sistem pengguna kecuali tebusan sebesar US$ 8 juta atau sekitar Rp131 miliar dibayarkan.
Untuk mencegah hal serupa terulang kembali, Firdaus mendesak pemerintah untuk segera memulihkan akses yang terdampak dan meningkatkan keamanan sistem informasi nasional.
Baca juga: Para Tokoh Penerima SMSI Aceh Award Terus Melejit
Firdaus mengkritik tata kelola keamanan siber dan data yang masih memiliki banyak kelemahan. Kurangnya back-up data menunjukkan pemerintah abai terhadap risiko hilangnya data masyarakat
“Kami mengkritik tata kelola keamanan siber dan data yang masih memiliki banyak kelemahan. Kurangnya back-up data menunjukkan pemerintah abai terhadap risiko hilangnya data masyarakat,” tegas Firdaus.
Ia menambahkan, kesiapan dan respon cepat terhadap serangan siber perlu ditingkatkan melalui strategi keamanan siber yang lebih baik.
Firdaus mengajak seluruh instansi pemerintah dan sektor terkait untuk lebih serius dalam menangani isu ini, termasuk melalui peningkatan kesadaran dan pendidikan tentang ancaman siber serta penggunaan teknologi keamanan yang lebih canggih.
Firdaus juga menekankan pentingnya kolaborasi antara Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Siber dan Sandi Negara, serta PT Telkom Indonesia untuk memperbaiki tata kelola keamanan siber dan data di Indonesia.
Ketua SMSI itu menyebut insiden serangan siber ke PDNS 2 Surabaya menjadi pembelajaran berharga bagi semua pihak untuk lebih waspada dan proaktif dalam menghadapi ancaman siber.
Insiden ini menjadi pembelajaran berharga bagi kita semua untuk lebih waspada dan proaktif dalam menghadapi ancaman siber,” imbuh Firdaus.
SMSI siap mendukung upaya peningkatan keamanan siber melalui berbagai program edukasi dan kolaborasi lintas sektor, dengan harapan pemulihan dapat segera terlaksana agar layanan pemerintahan kembali normal.