Paulo Freire adalah salah satu tokoh terkemuka yang mengadvokasi pendidikan (sekolah) yang membebaskan. Dalam bukunya “Pedagogy of the Oppressed,” Freire menekankan pentingnya pendidikan sebagai alat untuk kesadaran kritis (conscientização), yang memungkinkan individu untuk menyadari ketidakadilan dan penindasan dalam masyarakat.
Freire berpendapat bahwa pendidikan harus mendorong siswa untuk berpikir kritis dan berpartisipasi aktif dalam proses belajar.
Dalam Al-Quran dan Hadis juga terdapat begitu banyak ajaran yang menentang penindasan dan ketidakadilan. Pendidikan yang membebaskan dalam Islam adalah pendidikan yang membebaskan individu dari segala bentuk penindasan, baik itu penindasan fisik, mental, maupun spiritual. Islam mengajarkan untuk melawan tirani dan memperjuangkan hak-hak individu serta keadilan sosial.
Ya, sekolah itu sejatinya untuk memerdekakan, untuk melawan penindasan, menentang ketidakadilan dan menegakkan kebenaran, jika tidak demikian maka sekolah tidak lebih dari “peternakan” budak-budak baru nan naif dan lugu, yang siap untuk dijajah.
Sekolah (baca: dunia pendidikan) memang sudah seyogyanya dan semestinya memainkan peran penting dalam memberdayakan manusia untuk melawan penindasan, menentang ketidakadilan, dan menegakkan kebenaran.
Pendidikan adalah sarana untuk memberikan pemahaman dan juga menumbuhkan kesadaran kepada manusia tentang Hak dan Kewajiban.
Artinya pendidikan seyogyanya harus diarahkan untuk membantu peserta didik untuk memahami hak-hak yang seharusnya didapatkannya dan kewajiban kewajiban yang harus ditunaikannya, baik sebagai warga masyarakat di lingkungan di mana ia berada maupun sebagai warga negara.
Sehingga dengan memahami dengan benar tentang hak dan kewajiban nantinya ia akan memiliki kesadaran penuh tentang keadaan yang dihadapinya, kesadaran ini sangat penting dalam upaya melawan penindasan dan ketidakadilan.
Baca juga: Politik, Narkoba, Korupsi dan Sepak Bola
Tanpa kesadaran ini maka kezaliman dan ketidakadilan akan terus terjadi dan sakitnya mereka yang menjadi korban tidak menyadarinya, karena ia tidak memahami dengan benar tentang hak-hak yang seharusnya didapatkan.
Di sisi lain, pendidikan juga sudah seharusnya mengajarkan manusia untuk berpikir kritis, menganalisis situasi dengan objektif, dan mengambil keputusan yang adil dan tepat, sehingga ia bisa memberikan reaksi yang tepat terhadap kenyataan yang dihadapinya.
Tanpa kemampuan berpikir kritis maka manusia akan sulit diharapkan dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi dengan baik dan benar.
Persoalan jalan berlubang misalnya tanpa kemampuan berpikir kritis maka akan diselesaikan dengan bergotong royong, atau bahkan mengeluarkan anggaran pribadi untuk memperbaikinya. Apakah ini buruk? Tentu tidak.
Namun jika mampu berpikir kritis maka ia akan mampu menganalisis siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas perbaikan fasilitas publik tersebut? Sehingga ia bisa menuntut para pihak yang bertanggung jawab untuk menunjukkan tanggung jawabnya, toh sebagai rakyat mereka sudah bayar pajak.
Pendidikan juga sudah selayaknya menjadi sarana untuk menumbuhkan empati dan kesadaran sosial di tengah masyarakat. Artinya melalui pendidikan, kita seharusnya bisa belajar tentang berbagai masalah sosial dan bagaimana mereka mempengaruhi berbagai kelompok masyarakat. Ini membantu meningkatkan empati dan kesadaran sosial.
Kita menemukan begitu banyak orang yang shaleh secara pribadi, tapi mereka begitu abai dengan ketidakadilan yang terjadi di lingkungannya, hal ini tentu bertentangan dengan nilai-nilai empati yang seharusnya ditanamkan di dunia pendidikan, di mana kita sudah selayaknya saling peduli dan saling menguatkan serta saling membela jika ada saudara kita yang terdzolimi.
Pendidikan yang membebaskan juga menjadi sarana untuk mengadvokasi perubahan, artinya melalui nilai-nilai yang diajarkan di dalamnya, pendidikan sudah selayaknya memberikan pengetahuan, menumbuhkan kesadaran dan keterampilan yang diperlukan untuk mengadvokasi perubahan positif dalam masyarakat, termasuk kemampuan berbicara di depan umum, menulis, dan memahami hukum serta kebijakan.
Sehingga jika nantinya didapati ketidakadilan di tengah masyarakat, mereka yang sudah terdidik di dunia pendidikan bisa menjadi pelopor dalam upaya-upaya advokasi untuk memperbaiki keadaan dan menegakkan keadilan.
Pendidikan yang membebaskan juga menjadi sarana untuk mempersiapkan pemimpin yang memerdekakan di masa depan. Artinya pendidikan tang membebaskan akan membentuk dan melahirkan pemimpin di masa depan yang membebaskan, artinya mereka akan dapat membuat keputusan yang mengedepankan nilai-nilai keadilan dan kebenaran, dan yang memiliki keberanian untuk menentang ketidakadilan.
Pendidikan yang membebaskan juga menjadi sarana untuk mengurangi ketimpangan di tengah masyarakat. Artinya melalui pendidikan yang membebaskan nantinya akan secara perlahan membantu mengurangi ketimpangan sosial dan ekonomi dengan memberikan kesempatan yang lebih merata bagi semua orang untuk mencapai potensi penuh mereka, karena mereka yang dididik dengan pendidikan yang membebaskan akan terdorong untuk memperjuangkan keadilan dan kebebasan bagi orang-orang yang ada di lingkungannya secara meluas, bukan sekedar untuk kepentingan pribadi.
Dengan pendidikan yang membebaskan pada akhirnya kita akan bisa keluar dari keterpurukan seperti yang sedang kita alami, karena melalui pendidikan yang membebaskan kita akan menemukan orang-orang yang berani menentang ketidakadilan, melawan penindasan, menentang praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang terus saja menggerogoti bangsa kita.
Melalui pendidikan yang membebaskan kita akan menemukan orang-orang yang berani berkata benar dan juga punya tekad yang kuat untuk memperjuangkan keadilan dan kebaikan sebagaimana yang dititahkan oleh tokoh Revolusioner teladan kita Rasulullah SAW:
“Barang siapa yang melihat kemungkaran (termasuk ketidakadilan, penjajahan, korupsi, kesewenang-wenangan) maka ubahlah dengan tanganmu (kekuasaan), jika tidak mampu maka ubahlah dengan lisanmu, jika tidak mampu maka ubahlah dengan hatimu (dengan membencinya) dan itu adalah selemah-lemahnya iman”.
Jika pendidikan tidak digunakan dan tidak dijalankan untuk tujuan-tujuan mulia ini, maka mungkin kita perlu mempertimbangkan kembali motivasi dan tujuan kita dalam mengejar pendidikan. Karena pendidikan yang tidak demikian tidak lebih dari sekedar basa basi busuk yang akan melahirkan penindasan dan penjajahan secara turun temurun.