Komparatif.ID, Banda Aceh—Tim dari Program Studi Teknik Pertambangan (PSTP) Universitas Syiah Kuala (USK) telah melakukan penyelidikan lapisan akuifer dan sumber air bersih di Gampong Deah Raya, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh. Akan tetapi mereka belum berhasil menemukan lapisan yang dimaksud.
Kegiatan yang dilaksanakan pada Senin (25/7/2022) dilakukan dengan tujuan menemukan sumber air bersih untuk warga Deah Raya yang selama ini mengandalkan air sumur permukaan yang jumlahnya sangat terbatas. Di sisi lain, kebanyakan air yang dapat digali dengan cara manual di sana rasanya asin dan bahkan berbau.
Selain itu, di lokasi yang dilakukan kegiatan pencarian lapisan akuifer oleh PSTP USK, merupakan objek wisata religi tempat ulama besar masa Kerajaan Aceh Darussalam, Syaikh Hamzah Fansuri alias Syiah Kuala dimakamkan.
Di sana juga terdapat objek wisata pantai yang setiap sore ramai dikunjungi oleh masyarakat yang ada di Banda Aceh dan Aceh Besar. Dengan demikian air bersih dalam jumlah banyak di sana sudah sangat dibutuhkan.
Akademisi PSTP USK Nurul Aflah, S.T.,M.Sc, menyebutkan penyelidikan akuifer dan sumber air bersih perlu dilakukan, sebelum dilakukan pembuatan sumur bor.
“Penelitian tersebut kami lakukan dengan menggunakan metode geolistrik. Tujuan utama yaitu pembangunan sumur bor, agar masyarakat setempat mendapatkan air bersih,” kata Nurul Aflah.
Lebih lanjut Aflah menjelaskan, dengan metode geolistrik dapat diketahui ada atau tidak adanya lapisan pembawa air (akuifer). Juga untuk mengetahui letak, ketebalan, kedalaman, dan penyebaran lapisan akuifer di bawah permukaan tanah.
“Penelitian ini perlu dilakukan agar pembangunan sumur bor tidak sia-sia,” jelasnya.
Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa nilai resistivitas semu belum dapat menentukan nilai resistivitas sebenarnya sehingga perlu dilakukan permodelan untuk mengetahui nilai resistivitas yang sebenarnya.
Lebih lanjut, ketika permodelan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak EarthImager ID, model penampang menunjukkan nilai resistivitas batuan pada kisaran 0,7-21 Ωm dengan kedalaman 0–165 meter.
Hasil yang lebih rinci menunjukkan bahwa top soil berada pada kedalaman 0–5 meter dan material pasir berada pada kedalaman 6–15 meter. Sementara itu, pada kedalaman 15–30 meter, material yang terdeteksi dapat dikelompokkan sebagai material pasir intrusi.
Pada kedalaman 52 m–90 m material yang teridentifikasi dapat dikelompokkan sebagai material lanau, sedangkan pada kedalaman 91–165 meter lebih didominasi oleh material lempung.
“Sayangnya, lapisan tanah yang telah terdeteksi oleh peralatan super sting R8/IP sebagai pengukur resistivitas tersebut tidak mendeteksi adanya lapisan akuifer yang ditargetkan sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa sumber air tanah yang diharapkan tidak tersedia,” sebut akademisi Universitas Syiah Kuala itu.
Nurul Aflah yang juga Kepala Laboratorium Eksplorasi Mineral dan Migas PSTP USK, menyebutkan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik diperlukan tambahan pengukuran titik di sekitaran kawasan, sehingga gambaran lapisan dan kondisi di bawah permukaan tanah yang diperoleh dapat lebih sempurna.
“Masih perlu melakukan penelitian lebih lanjut di kawasan tersebut. Untuk sementara kami melakukan pencarian akuifer di satu titik,” terang Aflah, yang menjelaskan bila kegiatan tersebut bekerjasama dengan TNI-AD, dengan konsep nirlaba.