Komparatif.ID, Banda Aceh—Ketua DPRA Zulfadhli, A. Md, menyebutkan Pemerintah Aceh belum serius membahas rasionalisasi APBA 2024, berdasarkan hasil koreksi Kemendagri. Sampai saat ini masih terdapat banyak item yang belum diperbaiki, meski telah mendapatkan catatan dari Mendagri.
Dalam keterangannya kepada Komparatif.ID, Jumat (23/2/2024) Ketua DPRA Zulfadhli, A.Md, menjelaskan, tidak kunjung ditandatanganinya Keputusan Pimpinan DPRA tentang Penyempurnaan hasil evaluasi Mendagri terhadap Rancangan Qanun Aceh tentang APBA 2024, karena sampai saat ini Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki selaku Kepala Pemerintah Aceh belum bersedia kooperatif.
Politisi Partai Aceh tersebut menyebutkan setelah dicapainya kesepakatan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dan pemerintah Aceh, DPRA telah menetapkan Rancangan Qanun Aceh tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Tahun Anggaran 2024 pada tanggal 18 Desember 2023 dalam rapat Paripurna DPRA.
Baca: Pemerintah Aceh Anggarkan 1,2 Triliun untuk PON 2024
Setelah dilakukan evaluasi, Kementerian Dalam Negeri pada 15 Januari 2024 menyerahkan kembali dokumen yang berisi catatan evaluasi dan rekomendasi.
Sesuai regulasi, hasil evaluasi dan rekomendasi APBA 2024 dibahas kembali oleh Pemerintah Aceh bersama DPRA, dan kemudian hasilnya ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan DPRA.
Namun dalam perjalanannya, proses rasionalisasi APBA 2024 hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri telah dilakukan sepihak oleh Pemerintah Aceh, tanpa ada koordinasi dengan DPRA. Sehingga berdampak terjadinya pemotongan anggaran belanja pada beberapa SKPA.
Sayangnya, bukan saja meninggalkan DPRA dalam proses pembahasan, Pemerintah Aceh dalam hal ini atas perintah Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki menuduh dan menyudutkan seolah-olah pihak DPRA yang melakukan proses dan upaya untuk mengotak-atik APBA 2024.
“DPRA dituduh secara berencana dan penuh kesengajaan mengubah estimasi SilPA 2023 terhadap APBA 2024 sekitar Rp400 miliar. Padahal DPRA sama sekali tidak melakukan hal tersebut. Malah yang melakukan utak-atik adalah tim TAPA atas perintah Pj Gubernur Aceh. Oleh karena itu DPRA meminta kepada Saudara Pj. Gubernur Aceh agar mengklarifikasi pernyataan tersebut supaya tidak terjadi polemik dan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat,” sebut Zulfadhli.
Dana PON Tetap Dimasukkan Tanpa Pembahasan Bersama
Eks kombatan GAM Wilayah Batee Iliek tersebut juga menerangkan, dalam rapat paripurna Penetapan Rancangan Qanun APBA 2024, Badan Anggaran DPRA telah memberikan rekomendasi supaya Pj. Gubernur Aceh mencari sumber dana lain untuk pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut Tahun 2024.
Pemerintah Aceh diminta tidak menggunakan dana yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Akan tetapi hal ini tidak mendapat perhatian dari Pj. Gubernur Aceh.
Ia menjelaskan, berdasarkan hasil koreksi Mendagri terdapat beberapa kegiatan yang masih diusulkan oleh pemerintah Aceh untuk kepentingan pelaksanaan PON Aceh-Sumut di antaranya:
pertama, penyediaan alokasi anggaran untuk pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumatera Utara Tahun 2024 di Provinsi Aceh Rp505.614.000.000,00 atau 4,31% dari total belanja daerah dalam Rancangan Qanun Aceh tentang APBA Tahun Anggaran 2024, yang antara lain diuraikan ke dalam.
kedua, pembangunan venue Petanque Sport Center Universitas Syiah Kuala pada SKPA Dinas Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Rp8.000.000.000,00.
ketiga, pembangunan venue kempo di Gedung Taekwondo PCC Kabupaten Pidie pada SKPA Dinas Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Rp15.000.000.000,00.
keempat, penyusunan AMDAL untuk venue PON XXI/2024 di kawasan Stadion Harapan Bangsa, pada SKPA Dinas Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Rp1.700.000.000,00.
“DPRA harus menjelaskan ke publik bahwa usulan pengalokasian dana untuk PON sama sekali tidak dilakukan pembahasan secara langsung dan detail dengan DPRA tapi ditetapkan langsung sepihak oleh Pemerintah Aceh,” sebut Zulfadhli, yang mendapatkan anugerah SMSI Aceh Award 2023 kategori Politisi Peduli Daerah Pemilihan.
Baca: Tarmizi Kritik Jubir yang Kritisi Surat Sekda Atas Nama Pj Gubernur Aceh
Bukan hanya itu, terdapat beberapa usulan perbaikan hasil koreksi Mendagri yang seharusnya dilakukan pembahasan secara bersama untuk kepentingan mencari alternatif jalan yang baik untuk keberlangsungan pembangunan Aceh, tapi tidak dilakukan dengan DPRA. Pemerintah Aceh jalan sendiri.
Pemerintah Aceh Tak Punya Itikad Baik Terhadap APBA 2024
Melihat perkembangan terkini yang membuat kondisi semakin berlarut-larut, Zulfadhli menilai Pemerintah Aceh tidak punya itikad baik. Pj. Gubernur Aceh terkesan bermain-main, dengan selalu membenturkan TAPA versus DPRA. Sedangkan dirinya sendiri tidak menunjukkan keseriusan.
Pandangan demikian bukan karena asumsi semata. Tapi berdasarkan proses yang sedang berjalan. Selama proses pembahasan dan koreksi Mendagri atas APBA 2024, Pj Gubernur Aceh sama sekali tidak membuka ruang untuk bertemu dengan Ketua DPRA.
“Selama ini ia selalu mendorong TAPA bertemu dan membahas anggaran. Ada kesengajaan, seperti hendak membangun opini di tengah-tengah masyarakat seolah-olah pihak DPRA yang tidak kooperatif. Padahal soal pembahasan dan keputusan penting, anggota TAPA tidak berani mengambil keputusan tanpa disetujui Pj. Gubernur Aceh. Sementara Achmad Marzuki, tak kunjung bersedia bertemu dan melakukan pembahasan,” katanya.
Baca: Bireuen Tidak Pernah Jadi Ibukota Republik Indonesia
Karena masih ada hal-hal urgen hasil evaluasi Mendagri yang belum sepenuhnya ditindaklanjuti oleh Pemerintah Aceh, maka pimpinan DPRA belum dapat menandatangani Keputusan Pimpinan DPRA tentang Penyempurnaan hasil evaluasi Mendagri terhadap Rancangan Qanun Aceh tentang APBA 2024.
Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri No.77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah menyebutkan bahwa: dalam hal keputusan Pimpinan DPRD mengenai hasil penyempurnaan tidak diterbitkan sampai dengan 7 (tujuh) hari sejak diterima hasil evaluasi dari Menteri, Kepala Daerah menetapkan Perda APBD berdasarkan hasil penyempurnaan.
“Saat ini sudah lebih tujuh hari. DPRA tetap tidak bersedia menandatangani bila hasil evaluasi belum ditindaklanjuti secara serius. Sejauh ini kami sudah sangat terbuka. Tapi selalu saja berhadapan dengan TAPA yang tidak kunjung berani mengambil keputusan. Mereka selalu mengatakan bila keputusan tetap pada Pj. Gubernur Aceh,” katanya.
Mau dibawa kemana hasil evaluasi Mendagri? Saat ini berada di tangan Pj. Gubernur Aceh. “Sekarang kami menyerahkan sepenuhnya kepada Pj. Gubernur Aceh untuk menentukan solusi yang terbaik,” imbuhnya.