Cot Panglima menyimpan banyak kisah mistis. Salah satunya, tentang arwah penasaran yang santer dibicarakan di era 90-an.
Sebagai daerah dengan hutan hujan tropis yang sangat padat, Cot Panglima yang menjadi salah satu spot paling menarik di lintas Bireuen-Takengon. Selain suasana sejuk, Monumen Cot Panglima berupa bangunan tempat beristirahat para pelintas, terkenal hingga ke Belanda.
Kisah pembangunan Gayo pada masa penaklukkan Aceh oleh Pemerintah Hindia Belanda, ikut mencatat upaya keras membelah gunung batu yang kini dikenal dengan Cot Panglima.
Selain itu, kisah-kisah mistis pun kerap melingkupi kawasan yang kini gersang tersebut. Sejumlah peristiwa penampakan hantu pernah terjadi di kawasan tersebut.
Baca: Dulah Menikah Dengan Kuntilanak
Seperti kisah mistis hantu Cot Panglima berikut ini.
Kisah ini terjadi kira-kira sepanjang tahun 90-an. Entah siapa yang mula-mula menemukannya. Akhirnya cerita tentang hantu perempuan berbaju putih kian santer dibicarakan oleh masyarakat yang melintas di jalan Bireuen-Takengon. Hantu tersebut sering menampakkan diri di sekitar km 27-29, Kecamatan Jeumpa, Aceh Utara (kini Kecamatan Juli, Bireuen).
Menurut cerita para pelintas malam, hantu perempuan berambut panjang itu, acapkali berdiri di pinggir jurang dengan tubuh membelakangi jalan. Pakaian yang dipakai mirip baju pengantin berwarna putih –warga menyebutnya baju seloyor-.
Tidak jelas asal-usul hantu nan misterius itu. Namun dari banyak cerita, disebut-sebut, hantu itu adalah arwah perempuan yang diperkosa kemudian dibunuh oleh sekelompok orang. Tujuan dia menampakkan diri, agar karib kerabatnya mengetahui posisi mayatnya dibuang.
Sebut saja namanya Rahman, sebagai kernet truk dia adalah orang yang kerap kali melihat hantu perempuan itu.
“Kadang dia duduk merenung, berdiri. Sesekali juga meloncat dari satu pohon ke pohon lainnya. Dari beberapa kali bertemu, saya tidak pernah melihat wajahnya. Rambutnya panjang, tubuhnya semampai,” kisahnya pada suatu ketika pada media burongtujoh.com.
Kisah lainnya disampaikan oleh Abdullah, seorang pedagang yang sering menumpang bus menuju Kota Dingin Takengon. Hantu yang sering meulalak (berseliweran-pen) di kawasan itu seringkali menempel di kaya belakang bus. Sehingga dikenal dengan istilah burong tipek (hantu yang menempel).
“Saya ingat cerita burong tipek. Namun saya belum pernah melihat dengan mata sendiri. Biasanya saya tahu setelah penumpang di belakang kasak-kusuk. Ketika saya mencoba melihatnya, eh dia sudah tidak ada lagi,” ujarnya.
Di masa lampau, Tatkala Operasi Jaring Merah berlangsung di Aceh, kawasan kilometer 27 sampai 29 merupakan daerah tempat pembuangan sampah. Di sana pula kerap ditemukan jenazah orang tidak dikenal.
Selain sebagai tempat pembuangan jenazah, di kawasan itu juga terjadi kecelakaan berupa tergulingnya bus ke dalam jurang.
Biasanya, pasca ditemukan jenazah, akan ada pelintas yang teumeugu (kemasukan arwah).
Beberapa kali, sejawat burongtujoh.com mencoba melakukan kontak gaib. Namun kurang menggembirakan. “Tidak ada kekuatan astral yang luar biasa. Mungkin sudah pindah. Hanya ada aura-aura kecil. Bisa jadi ini jin-jin biasa yang sudah menempati kawasan ini ribuan tahun lalu,” ujar sejawat burongtujoh.com.
Pasca reformasi, kawasan itu dibuka secara bebas oleh masyarakat. Semua hutan ditebang. Ada warga yang mengaku menemukan rangka manusia di dalam jurang. Setelah kawasan itu dibabat, cerita-cerita hantu kian jarang terdengar.
Hantu-hantu yang dulunya sering terlihat di kawasan tersebut, satu persatu minggat. Pindah ke tempat lain yang jauh dari hiruk pikuk duniawi. Kini, kawasan Cot Panglima tidak lagi asri. Ladang telah bertumbuh di sana, menggantikan hutan hujan tropis yang telah habis ditebang oleh keserakahan manusia.