Meraba Keberadaan Pasukan Inong Balee

Pasukan Inong Balee
panglima Perang GAM Jenderal Abdullah Syafii berpose bersama Pasukan Inong Balee. Foto: Belum diketahui pemiliknya. Dikutip dari Tirto.

Komparatif.ID, Banda Aceh—Sejumlah perempuan yang mengaku eks pasukan Inong Balee-struktur militer perempuan di tubuh Teuntra Neugara Aceh (TNA)—Selasa (7/3/2023) mengamuk di Kantor Sekretariat Badan Reintegrasi Aceh.

Dalam sebuah video amatir yang beredara luas di media sosial, terlihat sejumlah eks pasukan Inong Balee sedang berdialog dengan Ketua Pelaksana Badan Reintegrasi Aceh Suhendri. Wajah-wajah mereka terlihat tegang.

Suhendri duduk di seberang meja dari tempat para perempuan itu. Mereka menyoal suatu hal kepada Suhendri. Pria tambun tersebut terekam kamera terus menerus menghisap rokok sembari melayani tamu-tamunya itu menyampaikan bertalam-talam kalam.

Baca juga: Bila Merdeka, Bangsa Aceh Lebih Hebat dari Brunei dan Emirat

Fitriani, warga Alu Unoe, Juli, Bireuen, yang merupakan salah seorang eks pasukan Inong Balee, mengenakan kemeja lengan panjang warna putih bergaris-garis vertikal, mengatakan mereka sudah menyerahkan KTP kepada Mualem—Teungku Muzakkir Manaf—yang merupakan Ketua Umum Komite Peralihan Aceh (KPA)—lembaga tempat mewadahi eks petempur GAM. Namun Suhendri mengatakan Mualem belum memberikan KTP mereka kepada dirinya [selaku Ketua BRA].

Pernyataan Suhendri bahwa dirinya belum menerima apa pun dari pimpinan [Mualem] membuat amarah Fitriani klimaks. Ia tak kuasa membendung gelisah dan akhirnya bermuara dengan sebuah tendangan kakinya secara spontan ke sisi meja kaca. Untung kaca tersebut tidak jatuh berkeping.

Fitriani dan teman-temannya bangkit. “Sudah 18 tahun kami bersabar, selalu dibola-bolai oleh lelaki. Kami sudah tidak sanggup lagi bersabar. Anak-anak syuhada sudah lama menderita,” demikian kata Fitriani histeris.

Sejumlah pria yang ada di ruangan itu mencoba menenangkan Fitriani. Tapi eks pasukan Inong Balee tersebut menolak mendengarkan nasihat mereka. Ia terus mengomel sembari menangis. Fitriani mencapai puncak kekecewaan.

18 tahun bukanlah waktu yang singkat. Kontestasi politik yang mengantarkan sejumlah elit GAM ke puncak kekuasaan setelah penandatangan MoU Helsinki, Finlandia pada 15 Agustus 2005, telah menciptakan sejumlah jurang pemisah antar eksponen GAM yang dulunya sapu kheun sapu pakat sang seuneusab meu adoe-a. Jurang-jurang itu membuat sebagian memilih hidup dengan menjunjung tinggi haba maja Aceh, raket bak pisang galah bak rangkileh, lheuh ku jeumeurang, keupu kuh lom hai kah raket paleh. Sebagian lagi yang kecewa dan “terbuang” dari dalam kekuasaan memilih falsafah meunyo kon ie, ban mandum leuhop, meunyo kon droteuh, cit ban mandum gob.

Sejumlah orang yang menanggapi video amatir mengamuknya Fitriani di Kantor Sekretariat Badan Reintegrasi Aceh, menyebutkan hanya demi menendang meja di ruang BRA, Fitriani membutuhkan waktu 18 tahun. Sebuah titimangsa yang panjang, mengingat betapa dielu-elukannya pasukan Inong Balee di masa lampau. Meski belum sekalipun dimunculkan sebagai hero dalam perang-perang melawan tentara Republik, tapi kehadiran pasukan tersebut melalui pernyataan-pernyataan elit GAM dan video Latihan mereka di pedalaman Aceh, memberikan efek berganda kepada kampanye GAM. Bahwa kelompok perlawanan yang dikomandoi oleh Tengku Hasan Tiro bukan semata perangnya kaum lelaki. Tapi telah menjadi perjuangan seluruh elemen bangsa Aceh.

Siapa Pasukan Inong Balee

Seperti apa sesungguhnya Pasukan Inong Balee? Berapa jumlah mereka? siapa komandannya? Banyak hal yang belum terjawab.

Dalam sebuah artikel yang tayang di harian Bali Post, 29 Juni 2003, disebutkan bahwa mendiang Panglima Perang Gerakan Aceh Merdeka Jenderal Teungku Abdullah Syafii menyebutkan bahwa jumlah Pasukan Inong Balee sebanyak 2000 orang. Sementara Juru Bicara GAM Mayjen Sofyan Daud mengatakan jumlah Pasukan Inong Bale juga menyebutkan angka yang tidak jauh dari itu.

Pasukan Inong Balee
Pasukan Inong Balee pada milad GAM, 4 Desember 2000. Foto: Arbain Rambey, dikutip dari postingan akun @mah5utari di Twitter.

Namun pernyataan pihak militer GAM dibantah oleh pihak TNI yang menyebutkan bila jumlah pasukan Inong Balee hanya 200-300 orang yang tersebar di seluruh Aceh.

Bagaimana peran mereka dalam pusaran konflik? Masih banyak yang belum terungkap. Namun dalam sebuah artikel Tempo Interaktif yang tayang 30 Mei 2004 pernah diberitakan tentang penangkapan 7 wanita yang diklaim oleh aparat keamanan sebagai Pasukan Inong Bale.

Aparat TNI menangkap tujuh wanita yang diklaim sebagai anggota Inong Balee (pasukan wanita GAM) dalam dua kejadian terpisah di Aceh Barat Daya dan Aceh Selatan sepanjang Sabtu (29/5). Sebagian diantaranya membawa anak kecil.

Komandan satuan Tim B Satgas Info Koops TNI Korem 012/TU Kapten Inf Candra Purnama mengatakan, peristiwa pertama terjadi di perbukitan Alue Paku, Kecamatan Sawang, Aceh Selatan, sekitar pukul 12.10 WIB.

Di sini, TNI menangkap lima wanita beserta tiga anaknya yang diklaim sebagai pasukan Inong Balee. Tertangkapnya para wanita itu setelah pasukan TNI dari Yonif 323/Raider berkekuatan 24 orang terlibat kontak senjata dengan sekitar 15 anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Mereka yang ditangkap adalah Novi, 15 tahun, (warga Kampung Mutiara Kecamatan Sawang), Yulia, 18 tahun, (warga Kampung Mutiara), Khairani, 28 tahun, (warga Kampung Meudoro, Sawang), Ema, 20 tahun, (warga Kampung Sawo, Sawang) dan Sadariah, 46 tahun, (warga Kampung Trieng Meuduro). Khairani ditangkap bersama dua anaknya yakni Yasir, 10 tahun dan Hardi yang masih berusia tiga tahun. Sedangkan Ema ditangkap bersama bayinya yang baruh berusia enam bulan.

Peristiwa kedua terjadi di Kecamatan Kuala Batee, Aceh Barat Daya sekitar pukul 17.55 WIB. Saat itu, 12 prajurit TNI pimpinan Lettu Rahmad terlibat kontak senjata dengan pasukan GAM yang diperkirakan berjumlah 12 orang. Dalam peristiwa itu, TNI menembak mati Jaini, 47 tahun, warga Krueng Batee yang diklaim sebagai pendukung GAM. Selain menangkap tiga anggota GAM, TNI juga menangkap dua wanita yakni Suriana, 27 tahun dan Radiah, 18 tahun.

Dalam Jurnal Community, volume 6, Nomor 2,Oktober 2020, berjudul Inong Balee dan Balee Inong;Kiprah Gerakan Perempuan Aceh di Era Transisi Demokrasi,menuliskan setelah Orde Baru runtuh, salah satu gerakan perempuan Aceh yang menarik untuk dikaji, yaitu Inong Balee. Inong Balee merupakan salah satu sayap perjuangan GAM di era konflik  Aceh, yang fokus pada perjuangan  politik  untuk memisahkan  diri dari NKRI.

Masrizal menuliskan, Inong  Balee  hadir  saat  Aceh  sedang   berkecamuk   perang  melawan Pemerintah Pusat, mereka salah satu sayap  perjuangan GAM, Inong Balee atau yang dikenal dengan pasukan Inong Balee  dapat bermakna “pasukan janda” atau pasukan perempuan  yang  beranggotakan   “para  janda”,  artinya  suami-suami  mereka  telah “syahid”  dalam  perspektif  GAM  pada  era  perjuangan  melawan  Pemerintah  Pusat, sehingga  mereka  berupaya  mengambil  peran  suaminya  dengan  memanggul  senjata untuk kembali berjuang melawan Pemerintah Pusat.

Dalam praktek pergerakan GAM, Pasukan Inong Bale tidak selamanya berupa janda yang suaminya syahid dalam pertempuran melawan Republik. Banyak juga gadis-gadis lulusan SMA, bahkan yang tidak bersekolah. Mereka merupakan perempuan-perempuan di akar rumput yang ambil bagian dalam perjuangan, demi membersamai para lelaki yang “berjihad” mewujudkan kemerdekaan Aceh sebagai sebuah negara.

Secara resmi GAM untuk pertama kali menggemakan keberadan Pasukan Inong Balee pada HUT GAM pada tahun 2000. Yang menyatakan ke publik yaitu Mayjen Sofyan Daud, yang merupakan Juru Bicara Komando Pusat GAM.

Lisa Musfirah, Hafied Cangara, Hasrullah, dalam jurnal mereka berjudul Pengungkapan Diri Pasukan Inong Balee Dalam Komunikasi dan Integrasi Dengan Masyarakat pasca Konflik Bersenjata di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh, menyebutkan setelah perdamaian hanya sedikit di antara pasukan Inong Bale yang meraih kesuksesan. Masih banyak yang harus berjuang sendiri tanpa ada bantuan dari pemerintah. Kebanyakan dari mereka tidak ingin meminta belas kasihan dari pemerintah.

Perihal mengamuknya Fitriani di Kantor BRA, oleh sejumlah orang disebutkan sebagai pengungkapan kekecewaan yang dipendam begitu lama. baru seorang Fitriani yang menendang meja, kehebohan bisa membekap seluruh Aceh, konon lagi bila seluruh eks KOWAD GAM unjuk diri.

Artikel SebelumnyaIbunda H. Mukhlis Meninggal Dunia
Artikel SelanjutnyaSMSI Tolak Rancangan Perpres Publisher Right
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here