Tradisi peusijuk terus dipertahankan karena orang Aceh menjunjung tinggi haba maja “Mate aneuk meupat jeurat, mate adat pat tamita.”
Kalimat di atas adalah sebuah pepatah Aceh yang populer yang berarti “Ketika anak meninggal maka diketahui di mana pusaranya, namun bila kita kehilangan adat—tradisi– hendak kemana kita akan mencari?
Mungkin karena keinginan untuk menjaga eksistensi adat Aceh inilah Dra. Hj. Cut Trisnawaty, M.M menulis buku berjudul Sejuta Makna dalam Pesijuk; Kenali Aceh Kenali Peusijuk. Perempuan kelahiran Meulaboh tahun 1947 ini mengkhususkan penulisan tentang peusijuk, karena banyaknya kegiatan tepung tawar yang dilakukan masyarakat Aceh baik secara personal maupun kegiatan sosial. Karenanya dalam buku yang diterbitkan oleh PT Elex Media Komputindo (Kompas Gramedia) tahun 2014, Cut Trisnawaty mencurahkan pengetahuannya terkait adat peusijuk dalam buku setebal 95 halaman.
Baca juga: Perkawinan Serta Pergaulan Laki-laki & Perempuan Aceh
Cut Trisnawaty merupakan putri bangsawan Aceh dari pasangan Teuku Oesman Yacoub dan Cut Nyak Ratna Keumala. Ayahnya merupakan mantan veteran perang dan juga walikota Banda Aceh selama lebih dari 10 tahun, dan juga merupakan anggota DPR RI tahun 1977 – 1972. Cut sendiri merupakan guru yang karirnya terus menanjak menjadi Kepala sekolah SMK Negeri 3 Banda Aceh selama 12 tahun yang berhasil membawa SMK Negeri 3 menjadi SMK terbaik di Indonesia.
Bagian pertama dari buku Sejuta Makna dalam Pesijuk; Kenali Aceh Kenali Peusijuk adalah memaknai peusijuk. Secara harfiah diartikan sejuk dan dingin. Jadi peusijuk merupakan upaya memberikan kesejukan agar dingin dan sejuk. Layaknya ritual tepung tawar di luar Aceh, ritual peusijuk ini juga bukan upacara agama dan bukan pula bagian dari agama, namun ianya merupakan upacara adat yang penuh lambang dan bersendikan agama.
Peusijuk dilakukan untuk mengharapkan kesejukan, kedamaian, ketengangan, dalam bentuk memohon doa restu agar diridhai oleh Allah SWT. Ritual adat ini tidak mengandung penyimpangan dari ajaran agama Islam, sehingga ulama Aceh tidak menentang tradisi tersebut dan hukumnya boleh. Acapkali para ulama juga melakukannya pada berbagai momen.
Untuk memulai peusijuk, ada bahan-bahan yang harus dipersiapkan yaitu, bu leukat kuneng (ketan kuning) yang dilengkapi dengan kelapa inti dan tumpo, juga ayam panggang yang ditempatkan di dalam satu talam. Tumpo sendiri dibuat dari tepung ketan, pisang yang over matang, santan, gula dan sedikit garam. Semua bahan dicampur dan diulen sampai kalis dan kemudian digoreng, baik berbentuk bulat lempeng, maupun berbentuk hiasan seperti bunga, buah dan daun.
Selain itu bahan untuk peusijuk adalah bunga berwarna- warni, berbagai jenis rerumputan misalnya naleung sambo, naleng manek ro, daun sesijuk dan daun silaklak. Selanjutnya juga air dan tepung tawar yang dilarutkan untuk dipercikkan. Dalam buku ini dirincikan apa saja yang makna dan hikmah dari masing-masing bahan dan perlengkapan peusijuk.
Beragam kejadian dan momen bagi personal maupun sosial di masyarakat Aceh umumnya dilakukan kegiatan peusijuk. Untuk momen pribadi dimulai dari acara penikahan, acara adat tujuh bulanan, kelahiran, sunatan, peusijuk tempat tinggal, peusijuk kenderaan baru, peusijuk hendak melakukan Haji dan umrah dan juga sepulang dari negeri yang jauh.
Kegiatan sosial juga tidak jauh dari kegiatan peusijuk, misalnya pade bijeh (benih padi) sebelum masa tanam, peusijuk keuchik atau pejabat lainya, juga peusijuk setelah sengketa.
Dalam buku ini, peusijuk dalam adat perkawinan mendapatkan porsi yang lebih banyak. Di sini dijelaskan mulai dari malam boh gaca (malam berinai), manoe pucok (semacam siraman dalam adat jawa-red), koh andam (berhias), duk sandeng di hari perkawinan (pesta pernikahan) sampai berkunjung ke rumah mertua sesudah gelaran pesta pernikahan dilakukan. Semua tahapan ini menyertakan ritual peusijuk di setiap acaranya.
Selanjutnya paparan terkait dengan tata cara peusijuk, di mana kegiatan ini sendiri dipimpin oleh tokoh masyarakat atau yang dituakan, dilaksanakan di tempat acara tersebut. Diawali dengan pembacaan ayat suci Alquran atau kalimat taibah lainnya. Selanjutnya orang yang memimpin tepung tawar akan mengambil beras padi sejumput, dan jumputan tersebut akan ditaburkan mulai dari tangan, kepala, sampai ujung kaki secara berulang-ulang tiga kali, sembari memberikan kata-kata nasihat saat penaburan di tangan.
“Dengan tangan kita memohon doa dan dengan pikiran kita mengolah pikiran dan dengan kaki kita mulai melangkah di kehidupan nyata”. Demikianlah contoh nasihat ketikan penaburan beras padi.
Selanjutnya penaburan aneka rupa irisan bunga dan dicampur irisan daun pandan yang juga dilakukan sebanyak tiga kali, sembari memberikan nasihat semisal “Ada saat Bunga mekar dan ada saat bunga redup. Tetapi wanginya selalu mengharumkan sekitarnya, jadilah bunga yang selalu harum yang bermakna dan disukai orang. Jadilah bunga yang selalu menimbulkan rasa keindahan dan membagi perasaan indah bagi orang lain.”
Selanjutnya dengan memerciki air dengan media daun dengan macam akar-akaran yang dicelupi dalam air. Kadangkala dalam wadah air juga dicelupkan emas yang melambangkan kejayaan. Umumnya penambahan emas ini dilakukan pada acara besar misalnya pernikahan. Sama dengan tahapan sebelumnya, tahapan ini juga dilakukan 3 kali dan diiringi dengan nasihat bahkan kadang sedikit lelucon agar acaralebih meriah.
Langkah terakhir dalam kegiatan peusijuk adalah suapan pulut ketan beserta inti kelapa atau tumpo ke dalam mulut orang yang di-peusijuk. Penyuapan ini sendiri hanya boleh dilakukan oleh orang tua dan guru mengaji. Maksud dari hal ini adalah agar makanan yang suapkan menyatu menjadi darah daging agar mengalir ke dalam tubuh yang di-peusijuk.
Secara kesuluruhan buku ini sangat mudah dipahami, karena menggunakan pendekatan kata-kata yang mudah dicerna. Selain itu, cetakan buku yang full color juga memanjakan mata dalam membacanya. Gambar-gambar yang berwarna membuat kita bisa memahami jelas bahan dan perlengkapan peusijuk serta proses adat lainnya. Membaca buku ini dapat dijadikan landasan pengetahuan peusijuk bagi semua kalangan. Bila ingin belajar dan tahu tentang peusijuk, langsung saja ke Perpustakaan Wilayah Aceh. Kamu akan memahami konsep, makna dan perlengkapan peusijuk serta waktu pelaksanaan peusijuk yang dilakukan oleh masyarakat Aceh. (**)
Judul : Sejuta Makna dalam Peusijuk. Kenali Aceh, Kenali Peusijuk
Penulis : Dra. Cut Trisnawaty, M.M
Pernerbit : Elex Media Komputindo
Negara : Indonesia
Bahasa : Indonesia
Cetakan : kesatu
Tahun terbit : 2014
ISBN : 978-602-02-4676-5