Utang Luar Negeri Indonesia Ternyata Sebesar Ini

Utang Luar Negeri
Utang luar negeri pemerintah hingga maret 2023 masih dalam posisi aman. Jumlahnya 7 triliun lebih. ILustrasi dikutip dari KlikWarta.com.

Komparatif.ID, Jakarta—Utang luar negeri Indonesia pada Januari 2023 404,9 miliar dolar AS. Bila dirupiahkan Rp 5.931 triliun.  Angka tersebut berbeda sangat jauh dengan hoaks yang beradar selama ini yang menyatakan utang pemerintah 17,500 triliun rupiah.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono, dalam siaran persnya, Selasa (14/3/2023) menyebutkan Pada bulan Januari 2023, posisi utang luar negeri (ULN) pemerintah tercatat sebesar 194,3 miliar dolar AS, atau secara tahunan mengalami kontraksi sebesar 2,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan kontraksi pada bulan sebelumnya sebesar 6,8% (yoy).

Perkembangan ULN tersebut terutama didorong oleh peningkatan penempatan investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik dan internasional seiring sentimen positif kepercayaan pelaku pasar global yang makin meningkat.

Baca: Rekrutmen Bersama BUMN Dibuka, Ini Syaratnya

Pemerintah terus berkomitmen untuk mengelola ULN secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel, termasuk menjaga kredibilitas dalam pemenuhan kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang secara tepat waktu.

Sebagai salah satu komponen dalam instrumen pembiayaan APBN, ULN berperan penting untuk mendukung upaya Pemerintah dalam pembiayaan sektor produktif serta belanja prioritas, khususnya dalam rangka menopang dan menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap solid di tengah ketidakpastian kondisi perekonomian global.

Dukungan tersebut antara lain mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (24,0% dari total ULN pemerintah), administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (17,8%), jasa pendidikan (16,7%), konstruksi (14,3 %), dan jasa keuangan dan asuransi (10,4%). Posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,7% dari total ULN pemerintah.

Posisi utang luar negeri swasta pada Januari 2023 tercatat sebesar 201,2 miliar dolar AS, atau secara tahunan mengalami kontraksi sebesar 1,5% (yoy), melanjutkan kontraksi pada bulan sebelumnya sebesar 1,8% (yoy).

Pertumbuhan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations)  mengalami kontraksi sebesar 1,1% (yoy), lebih rendah dibandingkan kontraksi pada bulan sebelumnya sebesar 1,5% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan ULN lembaga keuangan (financial corporations) mengalami kontraksi 3,1% (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada bulan sebelumnya sebesar 2,7% (yoy).

Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi; industri pengolahan; pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin; serta pertambangan dan penggalian, dengan pangsa mencapai 77,6% dari total ULN swasta. ULN swasta juga tetap didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 75,2% terhadap total utang luar negeri (ULN) swasta.

Utang luar negeri Indonesia pada Januari 2023 tetap terkendali, tecermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tetap terjaga di kisaran 30,3%, sedikit meningkat dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya sebesar 30,1%.

Selain itu, struktur utang luar negeri Indonesia yang sehat juga ditunjukkan oleh ULN yang tetap didominasi oleh utang luar negeri berjangka panjang, dengan pangsa mencapai 87,4% dari total ULN.

Utang Luar Negeri Indonesia Tak Fantastis

Mantan Plt Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Prastowo Yustinus, dalam cuitannya di Twitter, Kamis (11/5/2023) mengatakan berdasarkan data publikasi dari APBN KiTA, April 2023, posisi utang pemerintah per 31 Maret 2023 Rp7.879,07 triliun.

Utang sebesar itu menurut Prastowo masih sangat aman. Indicator yang ia gunakan rasio utang pemerintah terhadap PDB yang besarnya 39,17%, jauh di bawah batas yang diperkenankan dalam undang-undang yaitu 60%.

“Dengan demikian, tidak benar bila ada yang mengatakan utang pemerintah lebih dari 100% PDB,” sebut Prastowo.

Perihal ada yang menyebutkan kewajiban kontijensi, supaya tidak menyesatkan public, Prastowo menjelaskan kewajiban kontijensi adalah kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya suatu atau lebih peristiwa pada masa mendatang yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali pemerintah.

“Kewajiban kontijensi tidak disajikan di neraca pemerintah. Namun cukup diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan untuk setiap kontijensi pada akhir pelaporan. Hal ini dikarenakan kewajibannya baru bersifat potensi, belum tentu akan terjadi/terlealisasi.”

Ia juga menjelaskan, dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, utang BUMN tidak masuk dalam kategori kewajiban kontijensi. Entitas lain seperti BUMN, Perguruan Tinggi Badan Hukum (PTN BH), pemda, dan BUMD tidak termasuk dalam cakupan LKPP.

“BUMN merupakan kekayaan negara yang dipisahkan menurut UU Keuangan Negara. Utang BUMN tentu menjadi kewajiban BUMN, bukan kewajiban Pemerintah Pusat, termasuk untuk pembayaran pokok utang dan bunganya,” sebut Prastowo.

Lebih lanjut ia menjelaskan, utang BUMN baru dianggap sebagai kewajiban kontijensi pemerintah, jika utang tersebut mendapatkan jaminan oleh pemerintah. Kewajiban kontijensi tersebut tidak serta pula menjadi utang pemerintah sepanjang mitigasi risiko default/gagal bayar dijalankan berdasarkan history.

Kemudian, keuntungan BUMN juga tidak serta merta menjadi penerimaan pemerintah. Hanya jika BUMN membayar dividen sejumlah tertentu, maka penerimaan dividen tersebut diakui sebagai pendapatan—PNPB—oleh pemerintah.

Artikel SebelumnyaPulang Dinas Tanam Melon, Polisi Ini Jadi Jutawan
Artikel SelanjutnyaWow, Partai Aceh Daftarkan 4 Doktor untuk Bacaleg Pemilu 2024
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here