Komparatif.ID, Sigli— Pekerjaan proyek pembangunan saluran drainase di jalan Banda Aceh-Medan, tepatnya dekat SPBU di Gampong Gientong, Kecamatan Grong-Grong, Kabupaten Pidie, mulai mendapat sorotan tajam dari warga setempat.
Proyek yang diduga sebagai proyek siluman ini berjalan tanpa adanya papan informasi yang dipasang di lokasi, seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Nomor 14 Tahun 2008, Perpres Nomor 54 Tahun 2010, dan Perpres Nomor 70 Tahun 2012.
Dalam aturan tersebut, setiap pekerjaan bangunan fisik yang dibiayai negara wajib memasang papan nama proyek yang memuat jenis kegiatan, lokasi proyek, nomor kontrak, waktu pelaksanaan proyek, nilai kontrak, serta jangka waktu pekerjaan.
Sudah satu minggu berjalan, proyek ini tidak menunjukkan transparansi informasi kepada masyarakat. Akibatnya, warga dan media mempertanyakan asal usul, besar anggaran, volume proyek, perusahaan yang mengerjakan, dan pihak dinas yang bertanggung jawab atas pengawasan proyek tersebut.
Marwardi, kepala tukang yang ditemui di lokasi, mengungkapkan bahwa ia hanya bekerja harian dengan upah Rp 200 ribu per meter dan tidak mengetahui apa-apa tentang papan informasi atau sumber dana proyek. Ia menjelaskan proyek ini melibatkan penggalian dengan alat berat dan sudah berjalan selama sepuluh hari.
“Saya disini hanya bekerja harian dengan harga permeter Rp 200 ribu, masalah papan informasi tidak tahu karena tidak diserahkan oleh petugas lapangan. Saya tidak mengetahui sumber dana dari mana karena tidak pernah melihat RAP dari petugas,” sebut kepala tukang.
Saat dikonfirmasi Komparatif.ID, pengawas lapangan dari Kementerian PUPR di bawah Bina Marga dan Balai di Banda Aceh Samsul Bahri membantah proyek ini adalah paket kontrak atau tender.
Baca juga: Popda XVII: Tim Sepak Bola Pidie Ditahan Imbang Abdya 1-1
Ia menegaskan bahwa proyek saluran drainase tersebut merupakan proyek swakelola yang dikerjakan berdasarkan laporan dan permintaan warga setempat untuk mengatasi genangan air di badan jalan saat hujan lebat.
Menurutnya, karena proyek ini bersifat swakelola dan bukan kontrak, tidak diperlukan papan anggaran. Anggaran swakelola disesuaikan dengan kebutuhan lapangan dan tidak memerlukan papan informasi seperti pada proyek kontrak yang dikerjakan oleh kontraktor.
“Kita anggaran dari swakelola jadi bukan paket kontrak. Kalau paket kontrak baru ada papan anggaran Jadi kalau anggaran dari swakelola sesuai dengan kebutuhan lapangan yang ada papan anggaran itu paket di kontrakan dikerjakan oleh kontraktor baru ada papan anggaran di lokasi pekerjaan,” terang Samsul.
Namun, alasan ini tidak sepenuhnya meredakan kekhawatiran warga yang merasa kurang dilibatkan dan tidak mendapat informasi yang jelas tentang proyek yang sedang berlangsung di lingkungan mereka. Masyarakat berhak mengetahui detail proyek yang sedang berlangsung, terutama yang menggunakan dana publik.
Keterbukaan informasi tidak hanya sebagai bentuk kepatuhan terhadap undang-undang, tetapi juga sebagai bentuk penghargaan terhadap hak masyarakat untuk mengetahui dan mengawasi penggunaan dana publik.