Robohnya Jilbab Paskibraka

Perpisahan sekolah jilbab paskibraka
Feri Irawan.

Munculnya pelarangan jilbab Paskibraka wanita, menambah kontroversi baru. Kemunculan  Pelarangan jilbab Paskibraka menambah kontroversial yang dilakukan Pemerintah pada Agustus 2024.

Sebelumnya, PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 17 tentang Kesehatan, butir penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja, sangat menyita perhatian publik karena isinya yang kontroversial.

Dari beberapa foto pengukuhan yang penulis dapatkan dari berbagai media, salah satunya Viva.co terlihat tidak ada satu pun anggota Paskibraka putri mengenakan jilbab.

Sebanyak 17 delegasi Paskibraka 2024 yang berasal dari berbagai provinsi di Indonesia, mulai dari Aceh hingga Papua, katanya secara “sukarela” mereka mencopot jilbabnya saat pengukuhan di Istana Negara Ibu Kota Nusantara (IKN) pada Selasa (13/8/2024). Kondisi ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.

Baca: PB Thaliban Aceh Minta Ketua BPIP Dicopot

Pertanyaannya, benarkah mereka sukarela atau memang pelarangan jilbab Paskibraka wanita  dibuat Badan Pembina Ideologi Pancasila BBIP?.

Ternyata benar. Demi kebhinekaan, BPIP membuat peraturan seragam Paskibraka. Salah satunya, jilbab Paskibraka wanita ditiadakan.

Kebijakan pelarangan jilbab Paskibraka perempuan mencederai Pasal 29 UUD 1945 yang menegaskan bahwa Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan menjamin kebebasan setiap warga negara untuk menjalankan ajaran agamanya.

Indonesia adalah rumah keragaman. Indonesia merupakan tempat bertemu dan bersatunya perbedaan agama, suku, ras, dan status sosial. Dari Aceh sampai Papua bisa terdiri dari pemeluk Islam, Kristen, Protestan, Hindu, dan Budha, hingga agama-agama lain yang dihimpun dalam aliran kepercayaan.

Kasus paskibraka dengan alasan bahwa hal tersebut dilakukannya demi keseragaman bagi seluruh paskibraka menunjukkan potensi otoritarianisme kebijakan. Pemaksaan kehendak harus membuka jilbab atas dasar keseragaman tidak toleran dan eksklusif. Gaya seperti ini berbahaya bagi kerukunan umat beragama.

Dengan dalih demi “keseragaman”, justru menimbulkan sensitivitas bagi umat Islam. Karena penggunaan jilbab bagi perempuan adalah sesuatu yang merupakan identitas muslimah yang wajib dilakukan. Umat Islam yang lurus tentu akan bereaksi menolaknya karena hal tersebut menabrak syariat Islam

Dalam membuat kebijakan, BPIP harus mempertimbangkan keragaman agama, suku, ras, dan status siswa, sehingga tidak menimbulkan konflik internal dan eksternal.

Anggota paskibraka yang berasal dari provinsi yang mayoritas beragama islam, seperti Aceh dan Sumatera Barat menjadikan kerudung sebagai seragam khas sekolah dan seragam keseharian masyarakatnya karena berpijak kepada adat dan budaya masyarakat Aceh dan Sumatera Barat yang berkerudung.

Kerudung atau Jilbab juga menjadi salah satu syariat atau kewajiban bagi seorang muslimah untuk mengenakannya.

Ketika kemudian ada anggota Paskibraka disuruh melepaskan hijabnya tentu akan mengganggu keyakinan agamanya. Padahal jilbab Paskibraka perempuan sama sekali tidak merusak keseragaman bahkan tampak lebih rapi.

Mengapa sikap intoleransi selalu mengarah pada ajaran Islam? Lalu toleransi untuk siapa? Seolah ajaran Islam bagi mereka adalah momok yang menakutkan dan bahkan pengambil kebijakan dalam paskibraka pun tidak ragu mengambil keputusan yang menyakiti perasaan umat Islam.

Kasus pelarangan jilbab Paskibraka putri selama upacara pengukuhan paskibraka 2024 membuktikan betapa negara lemah dalam memaknai toleransi. Negara yang seharusnya bisa menjadikan paskibraka sebagai wadah mencerdaskan dan bahkan bisa menerjemahkan nilai-nilai toleransi serta hak asasi dengan benar, tapi lagi-lagi justru faktanya bikin ulah dengan menabrak prinsip Islam.

Hal ini mengindikasikan bahwa negeri ini menoleransi kemaksiatan. Hak asasi dalam berpakaian yang sesuai syara’ seakan tidak diberi ruang. Yang mereka anggap benar adalah yang mayoritas, sehingga yang berjilbab harus mengikuti yang terbuka, tidak peduli itu adalah pelanggaran yang fatal dalam syariat Islam.

Indahnya negeri ini apabila kita saling menghormati keyakinan agama kita masing-masing. Para pemimpin dan pejabat, semoga semakin bijak.

Artikel SebelumnyaMenkominfo Budi Arie Setiadi Terima Anugerah Bintang Mahaputera Pratama
Artikel SelanjutnyaMengapa Wakil Mualem Bukan Hasil Seleksi? Ini Alasannya
Feri Irawan
Feri Irawan merupakan seorang guru. Kepala SMK Negeri 1 Jeunib, juga Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kabupaten Bireuen. Dapat dihubungi melalui email: [email protected].

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here