Komparatif.ID, Banda Aceh— Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh bersama sejumlah lembaga lainnya mendukung penegakan hukum kolaboratif yang diinisiasi oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terkait penanganan dugaan tindak pidana penyelundupan manusia (TPPM) yang melibatkan kedatangan pengungsi dari luar negeri ke Aceh.
Dukungan tersebut tercermin dalam penandatanganan komitmen bersama yang dilakukan di acara Fokus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Aceh pada Rabu (16/10/2024).
Lembaga-lembaga tersebut meliputi Bidang Hukum Polda Aceh, Kesbangpol Aceh, Kantor Imigrasi Kelas I Banda Aceh, Fakultas Hukum USK, Majelis Adat Aceh, PWI Aceh, IOM Indonesia, serta UNHCR Indonesia. Semua lembaga ini sepakat untuk mendukung proyek perubahan berbasis kolaboratif yang diusung oleh Kombes Ade Harianto.
Dalam sesi diskusi, Ketua PWI Aceh, Nasir Nurdin, menyampaikan penanganan pengungsi selama ini sering kali dilakukan secara terpisah-pisah oleh berbagai instansi terkait.
Akibatnya, ketika muncul persoalan di lapangan, masing-masing pihak cenderung lepas tangan, dan masyarakat Aceh yang terkena dampaknya sering kali kebingungan harus mengadu ke mana.
Nasir Nurdin juga menyebutkan bahwa kasus pengungsi luar negeri pertama kali masuk ke Sabang pada tahun 2009. Saat itu, para pengungsi dikenal sebagai “manusia perahu”.
Baca juga: Polres Pidie Pastikan Pengungsi Rohingya Aman
Hingga saat ini, jumlah pengungsi yang datang ke Aceh sudah mencapai lebih dari 6.000 orang, dengan 42 gelombang kedatangan. Di balik angka ini, terdapat berbagai persoalan yang timbul di lapangan, mulai dari penanganan yang kurang koordinatif hingga penolakan besar-besaran dari masyarakat Aceh, meskipun pada awalnya mereka diterima dengan tangan terbuka dan dimuliakan.
“Kami mencatat banyak sekali persoalan di lapangan terkait penanganan pengungsi luar negeri, termasuk munculnya penolakan besar-besaran oleh masyarakat Aceh, setelah pada awal-awalnya mereka sangat dimuliakan,” kata Nasir Nurdin.
Salah satu masalah utama adalah ketidaksinkronan antara lembaga-lembaga yang terlibat. Dengan adanya proyek perubahan ini, Nasir Nurdin berharap penanganan pengungsi akan menjadi lebih terkoordinasi, sehingga tidak ada lagi kebingungan di lapangan ketika terjadi permasalahan.
Nasir Nurdin juga memberikan dukungannya terhadap proyek perubahan yang diinisiasi oleh Kombes Ade Harianto. Ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas lembaga dalam menangani dugaan tindak pidana penyelundupan manusia, yang kerap kali menjadi isu di balik kedatangan pengungsi asing.
Dukungan ini didasarkan pada pengalaman di lapangan yang menunjukkan bahwa penanganan yang terpisah-pisah cenderung menimbulkan masalah baru, baik bagi para pengungsi maupun masyarakat yang menerima mereka.
Proyek perubahan yang digagas oleh Kombes Ade ini diharapkan dapat menjadi pedoman penegakan hukum kolaboratif yang efektif dalam menangani dugaan TPPM terkait kedatangan pengungsi.