Komparatif.ID, Banda Aceh–Saiful Bahri alias Pon Yahya—juga ada yang menulis Pon Yaya– pria kelahiran Cot Seutuy, Aceh Utara pada 17 Juli 1977, merupakan eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang menjadi Ketua DPRA. Di tubuh GAM, dia merupakan militer aktif dengan jabatan terakhir Wakil Komandan Kompi (Wadanki) A 0015 Teuntra neugara Aceh (TNA) Wilayah Pasee.
Pon Yahya dilantik sebagai Ketua Parlemen Aceh pada Jumat (13/5/2022) di Gedung DPR Aceh, dengan diiringi pembentangan bendera bintang bulan (bintang buleuen) oleh simpatisan setelah acara pelantikan itu selesai.
Pon Yahya dilantik sebagai Ketua DPR Aceh oleh Ketua pengadilan Tinggi Banda Aceh Gusrizal, dalam Rapat Paripurna Istimewa yang dipimpin oleh Plt Ketua DPRA Safaruddin.
Politisi Partai Aceh dari Dapil V Lhokseumawe-Aceh Utara itu merupakan bekas petempur GAM, yang ikut turun gunung setelah Perjanjian Damai Helsinki yang ditandatangani oleh delegasi GAM dan Pemerintah RI pada 15 Agustus 2005 di Kota Helsinki, Finlandia. Perjanjian yang lebih dikenal dengan sebutan MoU Helsinki tersebut difasilitasi oleh Crisis management Initiative (CMI) yang diketuai oleh Martti Oiva Kalevi Ahtisaari (Martti Ahtisaari) yang juga mantan Presiden Finlandia.
Pon Yahya dilantik sebagai Ketua DPRA untuk sisa masa jabatan 2019-2024, menggantikan Dahlan Jamaluddin, politisi Partai Aceh yang lama menimba ilmu di Yogyakarta.
Dalam prosesi resmi itu, seusai diambil sumpah dan dilantik, Pon Yahya dipeusijuk oleh Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe Al Mukarram Maulana Al Mudabbir Al Malik Teungku Malik Mahmud Al-Haytar.
Pelantikan Pon Yahya sebagai Ketua DPRA merupakan sejarah baru dalam lembaran perjalanan Aceh setelah perang berkepanjangan. Sejak Pemilu pertama 2009, Partai Aceh selalu menjadi pemenang—meskipun dari pemilu-ke pemilu jumlah kursi mereka di DPRA semakin menurun—tapi belum sekalipun mantan kombatan sekelas wakil komandan kompi ditunjuk sebagai Ketua DPRA.
Pada Pemilu 2009, yang dipercayakan sebagai Ketua DPRA oleh Partai Aceh yaitu Hasbi Abdullah, yang juga saudara kandung Zaini Abdullah, seorang petinggi GAM dan Partai Aceh yang kemudian menjadi Gubernur Aceh. Pada pemilu 2014 yang dipercayakan sebagai Ketua DPRA yaitu Teungku Muharuddin. Penunjukan yang bersangkutan menimbulkan polemik, karena dari jumlah suara di Parlemen Aceh, Ridwan Abubakar dari Dapil Aceh Timur-Langsa-Aceh Tamiang jauh lebih unggul. Ridwan melawan dan kemudian keluar dari Partai Aceh. Kini yang bersangkutan mewakili dapil yang sama di DPRA, dan berstatus sebagai politisi Partai Daerah Aceh.
Jelang masa akhir periode, Teungku Muharuddin digantikan oleh Sulaiman.
Pada pemilu 2019, Partai Aceh Kembali unggul dan berhak atas kursi ketua DPRA. Kali ini, yang ditunjuk sebagai ketua yaitu Dahlan Jamaluddin, seorang intelektual dari golongan muda di Partai Aceh yang menempuh studi di Yogyakarta.
Pon Yahya sejak muda telah terlibat dengan perjuangan kemerdekaan Aceh. Karir militernya cemerlang. Keberaniannya dalam pertempuran diakui oleh teman-temannya. Pria berkulit eksotis yang bernama sandi Tanggie tersebut berdiri di garis depan dalam peperangan Panjang perjuangan memerdekakan Aceh.
Di militer GAM Wilayah Pase, terakhir Pon Yahya menjabat Wakil Komandan (Wadan) Kompi A 0015 di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara.