Dalam pesan abadi yang tersimpan sang Muhyiddin berkalam, “𝘚𝘦𝘱𝘪𝘯𝘵𝘢𝘳 𝘢𝘱𝘢 𝘱𝘶𝘯 𝘴𝘦𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨, 𝘯𝘢𝘮𝘶𝘯 𝘴𝘢𝘢𝘵 𝘪𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘭𝘪𝘬𝘪 𝘢𝘥𝘢𝘣 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘶𝘵𝘶𝘳 𝘬𝘢𝘵𝘢 𝘮𝘢𝘬𝘢 𝘨𝘶𝘨𝘶𝘳𝘭𝘢𝘩 𝘯𝘪𝘭𝘢𝘪 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘦𝘵𝘢𝘩𝘶𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢”. Pun tak ada yang dapat dijadikan rujukan takkan pula memproduksi kebaikan kebaikan.
Pesan itu sangat kuat mengetuk hati, tapi amat kontradiktif dengan kalimat kalimat provokatif saban waktu
bersilang tumpang tindih di mana mana. Hampir tanpa kebaikan dan rujukan positif sebagai bahan renungan.
Baca: Mantan Menhan GAM Dukung Bustami Secara De Facto De Jure
Bagi loyalis murni ataupun tenaga upahan, Perhatikan ! Ada saja orang-orang yang menyerupai makhluk halus dalam bertutur kata. Ana khairun minhu, rasanya begitu ingin mereka menyebut kelebihan dirinya. Ia benar
benar merasa dirinya lebih mulia dan lebih perkasa daripada makhluk lainnya.
Padahal itu bahasa iblis ketika mendebat Tuhan untuk alasan mengapa iblis tidak mau melaksanakan perintah sujud kepada Adam. Ana khairun minhu; aku lebih baik darinya, sanggah iblis.
Bagi yang bersekutu, kesombongan iblis itu menular juga kepada dirinya yang merasa ana khairun minhu. Kemudian apa yang terjadi,
Dengan kalimat sombong itu, akhirnya manusia menjadi buta hati untuk saling menjatuhkan, mempengaruhi dan bahkan punya niat mencelakai.
Tahukah kita bahwa sikap “k𝘦𝘵𝘦𝘳𝘭𝘢𝘭𝘶𝘢𝘯” yang luar biasa tersebut, Imam Junaid Al-Baghdadi pernah memberikan teguran keras kepada orang orang seperti ini. Jika engkau melihat dirimu lebih baik daripada orang lain, maka ketahuilah bahwa engkau telah tersesat.
Makin ke sini, mata telinga dan otak kita terus dicekoki. Ada yang datang meminta pengakuan segala macam tanpa rasa malu. Di luar dirinya yang tidak sepemahaman mungkin baginya hanya sekumpulan primata yang boleh diabaikan begitu saja.
Sungguh sebuah contoh moral yang telah melewati batas kewarasan seorang Muslim. Pertanyaannya mengapa fenomena itu terjadi? Karena sebagian dari mereka tidak ingin ilusi mereka dihancurkan.
Demikian kritik tajam dari seorang kritikus budaya abad 19, FW Nietzsche. Seorang jenius berusia 24 tahun yang menjabat sebagai Profesor di Universitas Basel. Benar benar sebuah kegilaan kata dia !
Kini mesin mesin untuk pemilihan kepala daerah sedang panas panasnya. 27 November merupakan hari penentuan yang wajib sama-sama kita jaga kedamaiannya untuk kelangsungan negeri mulia ini.
Kita yakin, kedua pasangan kontestan terbaik itu pasti memiliki niatan yang paling tidak, nyaris sama. Yaitu Pembaruan serta kebaikan secara menyeluruh.
Demokrasi memberi jaminan serta ruang seluas luasnya bagi setiap warga negara yang mampu menjawab tujuan tujuan mulia tersebut. Hari ini kita menyaksikan ada empat orang putra terbaik, yang muncul ke permukaan sebagai bagian dari demokrasi tersebut.
Tidak ada bantahan, mereka merupakan orang orang pilihan yang sudah teruji dari perwakilan masing masing. Mereka tetap akur dalam keberagaman visi. Sementara arus bawah sibuk bertikai tidak jelas ujung pangkal sampai harus tercerai-berai seperti musuh.
Baiklah, izinkan saya menyampaikan sesuatu pesan kepada “e𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶” yang dibayar. Oh Su Hyang, seorang pendidik sekaligus pakar komunikasi terkenal dari Korea Selatan, menulis dalam salah satu tulisannya: Bicara Itu Ada Seninya (𝘛𝘩𝘦 𝘚𝘦𝘤𝘳𝘦𝘵 𝘏𝘢𝘣𝘪𝘵𝘴 𝘵𝘰 𝘔𝘢𝘴𝘵𝘦𝘳 𝘠𝘰𝘶𝘳 𝘢𝘳𝘵 𝘰𝘧 𝘚𝘱𝘦𝘢𝘬𝘪𝘯𝘨).
Ia menjelaskan bagaimana kiat meningkatkan kemampuan berbicara yang baik dan efektif, sehingga tujuan dari komunikasi politik yang akan kita kirim, baik secara langsung ataupun secara online dapat tersampaikan dengan baik serta diterima oleh publik.
Di sana kita menemukan sebuah pesan yang sangat menarik. Dia mengatakan bahwa keterampilan berbicara yang baik adalah kunci untuk membuka pintu hati orang.
Kalau sedikit mau jujur, sebenarnya itulah yang sedang kalian lakukan, bukan? Memang tidak ada cara lain selain dengan kalimat dan penyampaian yang baik. Dan harus dilakukan oleh orang yang mempunyai kualitas untuk itu.
Kalau memungkinkan, yang belum mampu melakukannya, lebih baik diam daripada melukai hati saudaramu. Sehingga itu sangat berisiko untuk rencana besar mu, pungkasnya.
Ditulis oleh Syibral Malasyi (Abie Bram), seorang penikmat kopi di Grand Coffee.