Tahun 2024 ini merupakan tahun politik, setelah Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif dan Presiden pada tanggal 14 Februari 2024 lalu, ke depan akan dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yakni pada 27 November 2024.
Prabowo Subianto sebagai Ketua Umum Partai Gerindra merupakan presiden terpilih akan dilantik pada 22 Oktober 2024, artinya Pilkada Aceh akan dilaksanakan setelah 37 hari Prabowo Subianto dilantik berkuasa menjadi Presiden RI ke-8.
Partai Aceh (PA) telah resmi mengumumkan Muzakir Manaf (Mualem), Ketua Umum Partai Aceh (PA) sebagai Calon Gubernur Aceh periode 2025-2030.
Partai Aceh telah membuka pendaftaran kepada publik untuk mencari sosok Bakal Calon Wakil Gubernur (Bacawagub) mendampingi Mualem, saat ini sedang dilakukan proses seleksi.
Sesuai pemberitaan media bahwa empat tokoh gagal jadi Bacawagub Mualem karena tak penuhi syarat administrasi, masing-masing:
Pertama, Fadhlullah (Dek Fad) merupakan anggota DPR-RI Fraksi Gerindra dua periode (2014-2019 dan 2019-2024), juga sebagai Ketua DPD Partai Gerindra Aceh (2022-sekarang).
Kedua, T.M Nurlif merupakan anggota DPR-RI tiga periode (1997-1999, 1999-2004 dan 2004-2009), juga sebagai Ketua DPD I Partai Golongan Karya (Golkar) Aceh dua periode (2015-2020 dan 2020-2025).
Ketiga, Mawardi Ali, anggota DPRA 2 periode (2009-2014 dan 2014-2016), kemudian Bupati Aceh Besar periode 2017–2022, juga sebagai Ketua DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Aceh periode 2020-2025.
Keempat, Tgk. H Muhammad Yusuf A Wahab atau lebih dikenal dengan Tu Sop, Pimpinan Dayah Babussalam Al-Aziziyah Jeunieb Kabupaten Bireuen, Aceh. Ia juga menjabat sebagai Ketua Umum PB HUDA dua Periode (2018-2023 dan 2023-2028).
Menurut hasil Tim Seleksi Kepala Daerah Partai Aceh bahwa keempat tokoh Aceh tersebut dinyatakan gagal karena tidak mampu memenuhi administrasi.
Saya sedikit terdiam ketika membaca berita tersebut dan langsung berpikir bahwa ini politik sangat konyol.
Padahal, beberapa waktu yang lalu Partai Gerindra telah resmi mendukung Mualem untuk Calon Gubernur Aceh 2025-2030, tak lama kemudian disusul Partai Demokrat juga resmi mendukung Mualem.
Hal ini diumumkan di saat publik sedang menggoreng informasi bahwa presiden terpilih Prabowo Subianto tidak mendukung Mualem untuk calon gubernur Aceh ke depan, bahkan kental diisukan alasannya bahwa Prabowo marah kepada Mualem karena Pilpres kemarin kalah di Aceh.
Baca juga: Tu Sop Tidak Isi Formulir Cawagub Mualem
Prabowo berharap bahwa sosok Calon Wakil Mualem dapat diambil dari kader Partai Gerindra.
Di dunia manapun dukungan politik itu tidak gratis, semuanya pasti ada kepentingan tolak dan tarik atau take and give.
Sedikitnya ada empat partai nasional besar koalisi Prabowo-Gibran, yakni Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Golkar, dan Partai Amanat Nasional (PAN). Tiga dari empat orang tokoh yang gagal menjadi Bacawagub Mualem tersebut merupakan kader partai nasional besar koalisi Prabowo-Gibran, sementara seorang lagi merupakan seorang ulama populer di Aceh.
Sebenarnya, jikapun keempat tokoh tersebut ada administrasinya yang belum lengkap, bisa disuruh lengkapi, sehingga mereka semuanya cukup memenuhi syarat administrasi sebagai Bacawagub Mualem. Tepatnya, siapapun yang telah mendaftarkan dirinya untuk Bacawagub Mualem, diterima dan diluluskan saja mereka semua dengan senang hati. Sehingga mereka semua pun akan menjadi senang.
Bermain politik itu perlu banyak teman, harus elegan, cantik, merangkul dan mampu menyenangkan pihak-pihak lain, jangan menciptakan celah-celah permusuhan walaupun sesama musuh apalagi sesama teman.
Nah, urusan siapa nanti satu orang dari sekian banyak orang yang akan dipilih oleh Mualem untuk mendampinginya itu tidak menjadi persoalan, walaupun semuanya berharap dirinya akan dipilih, itu sah-sah saja.
Menggagalkan keempat tokoh Aceh ini dengan alasan bahwa mereka tidak memenuhi syarat administrasi sebagai Bacawagub Mualem, ini sama seperti mempermalukan mereka di muka publik, seolah-olah mereka bodoh, administrasi saja tidak sanggup mereka penuhi.
Peristiwa ini menjadi sebuah blunder besar dan sangat merugikan Partai Aceh secara politik, apalagi ini terjadi menjelang Pilkada yang akan berlangsung sekitar 4 bulan lagi.
Secara pribadi marwah keempat tokoh Aceh tersebut akan jatuh dan merasa dipermalukan oleh Partai Aceh. Akibatnya, mereka pasti sangat kecewa walaupun hal itu tidak diungkapkan ataupun diperlihatkan ke publik.
Ini justru akan membuat banyak orang kecewa terutama para pengurus dan kader-kader partai nasional tersebut, kemudian para ulama dan pengikutnya, juga orang-orang yang bersimpati kepada mereka.
Padahal, Partai Aceh saat ini sedang membutuhkan dukungan banyak pihak terutama tokoh-tokoh ketua partai politik baik lokal maupun nasional, ulama dan berbagai elemen lainnya.
Sebenarnya, seleksi Bakal Calon Wakil Gubernur ini adalah proses politik yang dinamis, tidak kaku.
Jadi, janganlah semudah itu menggagalkan orang dengan hal sepele yaitu administrasi. Ini tidak sama dengan Tender Pengadaan Barang dan Jasa yang sering kali dikalahkan atau digagalkan dengan alasan perusahaan tidak memenuhi syarat administrasi.
Bukankah semakin ramai orang apalagi mereka adalah para tokoh dikenal luas oleh publik yang ikut mendaftarkan dirinya untuk menjadi Calon Wakil Mualem dalam Pilkada ke depan, sesungguhnya itu merupakan suatu penghormatan yang sangat luar biasa bagi Partai Aceh dan Mualem sendiri. Ini dapat menjadi bargaining politik yang sangat tinggi.
Jadi, saya curiga bahwa ini sepertinya ada Mië Agam yang bermain di belakangnya, sehingga hasilnya sedemikian rupa terkesan supaya tidak ada Mië Agam lain yang masuk.
Saya melihat bahwa keempat tokoh tersebut seperti sengaja dijegal atau dijatuhkan dengan cara menyatakan bahwa mereka tidak memenuhi administrasi sebagai Bacawagub Mualem, karena administrasi dianggap sebagai syarat mutlak, hal ini bertujuan untuk memuluskan agar Mië Agam dipilih menjadi Cawagub Mualem.
Ini adalah suatu kebodohan dalam berpolitik. Karena itu saya akan meminta kepada Mualem untuk melakukan evaluasi dan menganulir hasil serta membekukan Tim Seleksi Kepala Daerah Partai Aceh tersebut, dan membentuk Tim Independen untuk membuat seleksi kembali secara profesional terhadap Bakal Calon Wakil Gubernur yang akan mendampingi Mualem dalam Pilkada Aceh ke depan.
Mualem harus sangat berhati-hati dan bijaksana dalam menyikapi, serta dapat mengambil keputusan yang tepat.
Jangan sampai hasil Tim Seleksi Kepala Daerah Partai Aceh yang telah menggagalkan keempat tokoh Aceh ini untuk Bacawagub Mualem menjadi pintu gerbang partai politik nasional terutama Partai Gerindra dan Partai Demokrat yang sebelumnya telah resmi mendukung Mualem untuk calon Gubernur Aceh periode 2025-2030 menarik diri dan berbalik arah mendukung calon lainnya. Jika ini terjadi sungguh sangat menyakitkan dan merugikan Partai Aceh.
Demikian.