Arjunaidi. Itulah namanya. Pria kelahiran Teupin Mane, Juli, Bireuen, 1985. Arjunaidi seorang yang jenius. Berkat keuletannya, kini ia telah menjelma menjadi mekanik alat berat yang ahli.
Kami telah berkawan cukup lama. Sedari kecil. Saya dan dia teman sekelas di SD Inpres Teupin Mane. Juga teman sepermainan, karena berdomisili di kampung yang sama.
Di masa kecil, hari-hari kami habiskan di tepi Krueng Peusangan; main perang-perangan, main petak umpet, berenang, menangkap udang, dan menikmati buah jambu nasi yang tumbuh di tepi sungai.
Baca: Profil Ir. Razuardi, Pendamping H. Mukhlis Takabeya untuk Pilkada Bireuen 2024
Kami berbeda sekolah ketika SMP. Dia melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1 Bireuen. Sedangkan saya menempuh pendidikan menengah pertama di SMP 4 Jeumpa, atau yang lebih familiar disebut SMP Juli.
Arjunaidi tidak menamatkan pendidikannya di SMP 1 Bireuen. Entah mengapa, dia memilih droup out. Saya tidak bertanya, karena memaklumi kondisi. Saat itu Aceh sedang dihumbalang perang antara GAM dan Pemerintah RI. Kampung kami merupakan salah satu daerah yang sangat rawan kala itu. Kontak tembak sering terjadi. Sweeping oleh aparat keamanan juga bisa dilakukan kapan saja.
Ketika kecil, saat bermain cerita yang ditambahkan adegan silat di samping rumahnya, dia tidak mau dipanggil selain Arjun. Mungkin dia terpengaruh dengan sinema India yang sering diputar di Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). Ya, Arjun merupakan nama yang lazim untuk tokoh protagonis yang menjadi hero dalam film-film India kala itu.
Baca: Bustami Hamzah, Loyal dan Setia Kawan
Dalam sastra klasik, Arjuna merupakan tokoh dalam wiracarita Mahabharata yang dikenal baik hati, tampan, dan sakti mandraguna. Di dalam Hikayat Maharaja Garebag Jagad, Arjuna juga digambarkan sebagai sosok Pandawa yang lembut, mudah iba, tapi punya ketegasan luar biasa.
Setidaknya, dalam kehidupan sehari-hari, Arjunaidi punya sifat seperti Arjuna. Dia tipikal putra Aceh yang baik hati, bisa santai, lembut, sekaligus pekerja keras. Arjun merupakan teman yang baik. Itu sekelumit ingatan saya tentang dirinya.
Kami cukup lama tidak bertemu. Saya yang menjemput cita-cita melalui cara bersekolah setinggi mungkin, dan dia menjemput impian dengan cara menapaki jalan lebih berliku. Menjadi pekerja serabutan.
Ia boleh disebut beruntung dalam konteks tertentu. Dia memiliki abang kandung bernama Amiruddin yang telah lama bermukim di Medan, Sumatra Utara. Abangnya itu bekerja pada bidang usaha sewa dan perbaikan alat berat termasuk eskavator.
Bila saya tidak keliru, Amiruddin –saya memanggilnya Bang Amir– adalah pelatih Arjunaidi, yang mengajarinya dari nol. Soal bagaimana teman saya itu dilatih, saya tidak tahu.
Pada Senin (26/8/2024) saya bertemu Arjunaidi di acara seunujôh seorang warga di Teupin Mane. Dia datang dengan penampilan rapi. Di sana dia bertemu dengan saya dan beberapa orang lainnya.
Sepanjang diskusi dia bercerita tentang dunia teknisi alat berat. Ternyata dia punya dua keahlian. Memperbaiki alat berat dengan cara yang diajarkan oleh insinyur Jepang. Juga bisa dengan cara Arjun sendiri. Saya menyebutnya cara Aceh.
Teknik Aceh ini tidak diajarkan di bimbel mekanik. Juga tidak ada di buku panduan. Konon lagi di sekolah-sekolah teknik. Cara Aceh dipelajari dari lapangan. Pengalaman yang memberikannya pengetahuan tersebut.
Arjunaidi berani memberikan garansi seratus persen untuk cara Aceh. Bila gagal, semua suku cadang yang telah dibeli oleh pemilik alat berat, akan dibeli oleh Arjunaidi. Kenapa dia bisa senekat itu? Bukankah harga spare part alat berat mahal? Sembari tersenyum dia mengatakan, bahwa garansi itu diberikan karena dia sudah memahami bahwa kerusakan yang akan dia kerjakan pasti bisa diperbaiki.
Sebagai seorang mekanik yang telah diakui, dia tidak lagi dibayar berdasarkan jam kerja. Tapi dibayar sesuai dengan apa yang ia kerjakan. Ya, yang dibayar sekarang oleh konsumen merupakan kumpulan pengalamannya, bukan jumlah keringatnya saat ini.
Di dunia mekanik alat berat, nama Arjunaidi telah dikenal. Jaringannya juga luas. Di dunia mekanik tersebut dia juga dikenal punya rekam jejak bagus.
Arjunaidi merupakan salah satu teman di masa kecil yang saya kagumi. Dia pria yang santai, baik hati, jujur, dan tentunya friendly.
Di negeri ini, orang seperti teman saya tersebut tentu banyak. Mereka ada dan terus bekerja dalam sunyi. Belajar dari alam, menempa diri dari pengalaman dan terus bertahan demi memperjuangkan diri dan masa depan keluarga.
Orang seperti Arjunaidi tidak pernah protes. Ia tidak memahami dunia protes. Yang dia tahu bahwa tugas seorang lelaki adalah bekerja sebaik mungkin.
Tapi saya pahami satu hal. Arjunaidi tetap menginginkan dan membutuhkan Aceh yang bergerak maju. Maju dalam berbagai hal. Karena dunia yang ia geluti membutuhkan dukungan stabilitas ekonomi.
Ia merupakan salah satu bagian penting–meski terlihat kecil– dalam dalam mata rantai perputaran ekonomi bangsa ini. Sama seperti pekerjaan lainnya, mekanik merupakan keahlian yang punya peran besar dalam menunjang lancarnya pembangunan bangsa.