Komparatif.ID, Banda Aceh— Ketua Harian Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Aceh, Aidil Fitri, menyebut pernyataan pengamat politik Universitas Malikussaleh, Teuku Kemal Fasya (TKF) terkait dinamika internal Golkar Aceh jelang Musda memperlihatkan kurangnya pemahaman terhadap aturan dasar Partai Golkar, khususnya terkait mekanisme diskresi dalam pemilihan Ketua DPD I.
“Pernyataan saudara Kemal Fasya memperlihatkan mereka tidak sepenuhnya memahami AD/ART Golkar. Memberi pernyataan dan penilaian tanpa mengetahui masalah yang sebenarnya.
Menurut Aidil, Partai Golkar merupakan partai terbuka yang memungkinkan seluruh warga negara Indonesia untuk menjadi anggota dan bahkan mencalonkan diri sebagai ketua di berbagai tingkatan, baik provinsi maupun kabupaten/kota.
Namun pencalonan tersebut tetap harus melalui mekanisme diskresi atau persetujuan dari Ketua Umum Partai Golkar. Diskresi itu, lanjutnya, bukan berarti calon akan langsung terpilih sebagai ketua, melainkan tetap harus mengikuti proses pemilihan secara demokratis dalam forum musyawarah daerah.
“Setelah mendapat diskresi bukan berarti secara langsung menjadi Ketua di Daerah tetapi harus dipilih secara demokratis dalam musyawarah daerah. Inilah demokrasi kita di Partai Golkar,” lanjutnya.
Baca juga: Om Bus Belum Teruji, Andi Miliki Pengalaman Panjang
Aidil juga menegaskan diskresi bukan sesuatu yang baru di tubuh Partai Golkar. Beberapa daerah telah menerapkan mekanisme ini, bahkan kepada figur-figur nonkader. Karena itu, ia meminta pihak luar tidak mengomentari atau memprovokasi dinamika internal Golkar tanpa pemahaman yang cukup.
Ia juga mengimbau agar para pengamat dan akademisi lebih berhati-hati dalam menyampaikan opini, khususnya jika menyangkut hal-hal teknis partai yang diatur dalam AD/ART.
“Saya minta kepada pihak di luar Partai Golkar jangan ikut memanas-manasi situasi terkait diskresi Ketua Umum. Apalagi kalau tidak paham tentang diskresi dan AD/ART Partai Golkar. Jangan sampai ada pengamat membahas sesuatu yang tidak dipahaminya,” ujar Ketua AMPG Aceh.
Lebih jauh, Aidil juga mengingatkan para kader Golkar Aceh untuk tidak mudah terpengaruh oleh opini dari luar. Ia menekankan acuan utama dalam bersikap dan bertindak dalam partai adalah AD/ART, bukan opini eksternal yang bisa membuka ruang adu domba.
Sebelumnya, TKF menyebut sosok Bustami Hamzah atau Om Bus belum memiliki pengalaman politik yang mumpuni untuk memimpin Partai Golkar Aceh. Ia menilai Om Bus baru mulai aktif dalam politik praktis pada Pilkada Aceh 2024, dan belum memiliki basis dukungan serta jaringan lobi yang kuat di akar rumput.
Sebaliknya, TKF menyebut Andi Herianto Sinulingga sebagai kandidat terkuat dengan rekam jejak politik yang panjang dan kemampuan agregasi yang mumpuni.