Bila guru kencing berdiri, maka murid kencing berlari. Demikianlah kata pepatah Melayu, yang memberikan peringatan bahwa segala hal yang dilakukan oleh guru, akan diikuti oleh muridnya.
Menjadi guru sekolah tidak mudah, selain harus menempuh studi yang tidak singkat, juga harus menjadi panutan. Artinya, guru bukan semata harus dapat ditiru, tapi juga wajib menjadi orang yang digugu.
Seorang pakar pendidikan di Eropa mengatakan lebih baik menjadi guru yang baik daripada menjadi guru yang tidak baik. Karena terlalu besar dampak yang harus ditanggung ketika memilih menjadi guru yang tidak baik. Salah satunya, bila guru tidak baik, maka mutu lulusan juga tidak bagus.
Baca juga: Tidak Semua Cina Menjadi Tauke
Guru Gabthat
Secara harfiah gab that bermakna sangat keren. Dapatkah seorang guru menjadi sangat keren yang dalam tulisan ini disebut guru gabthat? Tentu saja bisa. Bukankah supaya menjadi seorang teacher, seseorang wajib mengikuti serangkaian pendidikan di perguruan tinggi. Kiranya apa yang diajarkan di bangku kuliah, telah menjadi bahan paling utama dalam mengarungi bahtera dunia pendidikan.
Lalu, apa kiat-kiatnya supaya menjadi guru gabthat?
Pertama, suapaya dapat menjadi guru gabthat harus disiplin. Di belahan dunia manapun yang menjadi cerminan karakter adalah kedisplinan. Untuk hidup terbiasa dengan disiplin memang tidak gampang. Anda harus bisa bertempur mengalahkan diri sendiri. Sifat malas harus diberantas. Biasakan disiplin waktu, disiplin administrasi dan profesional dalam proses kegiatan belajar mengajar. Tidak dibenarkan guru datang terlambat dengan alasan-alasan yang klise.
Kedua, agar menjadi guru gabthat, kualitas peribadi harus diperkuat. Ali bin Abi Thalib pernah berpesan mengenai hal pendidikan anak. Menurutnya, setiap anak harus diajari sesuai zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zaman kita. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kita diciptakan untuk zaman kita. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat menuntut kita untuk terus belajar hal-hal baru untuk mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut.
John Cotton Dana, seorang pustakawan di Amerika Serikat mengatakan bahwa siapa berani mengajar, harus siap tak berhenti belajar. Ungkapan dari John Cotton menyisipkan pentingnya bagi seorang guru untuk terus belajar. Meskipun ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang, nilai-nilai karakter baik dalam siswa harus tetap diajarkan.
Ketiga, karakter. Karakter itu ada tapi tanpa wujud. Karakter seorang guru sangat mempengaruhi siswa. Karakter itu kepentingan untuk diri sendiri yang menjadi faktor utama menentukan wibawa seorang guru. Pendidik adalah teladan yang mewariskan nilai-nilai dan norma masyarakat kepada siswa. Tanggung jawab seorang guru tidak hanya sebatas mentransfer ilmu pengetahuan saja.
Contoh pertama, ada seorang pimpinan yang pintar, disiplin, tanpa karakter dan ada seorang pimpinan yang kurang pintar, tidak terlalu disiplin tapi berkarakter. Jika yang perintah kita dengan dua karakter ini, tentu kita akan memilih perintah pimpinan yang tidak terlalu disiplin tapi berkarakter. Sedangkan perintah pimpinan yang disiplin dan tidak berkarakter kita terima karena alasan kita takut namun kita kurang senang.
Contoh kedua, ketika khatib pertama menyampaikan khutbah, jamaah mendengar dengan kusyuk. Sedangkan khatib kedua, saat menyampaikan khutbahnya, jamaahnya mengantuk dan berbicara. Apakah jamaah khidmad mendengar khatib pertama karena adanya pengawalan? Jawabannya tentu tidak. Suasana khatib pertama menyampaikan khutbah lebih khidmad karena khatib pertama lebih karisma. Jadi karisma sangat menentukan, baru retorika dan faktor lainnya.
Dari dua contoh di atas, maka pentingnya kemampuan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan dan karakteristik siswa. Guru yang giat belajar akan dilihat oleh siswa dan tentu saja akan menjadi inspirasi mereka. Begitulah kita guru di hadapan siswa. Semakin karisma semakin wibawa di depan siswa.
Pentingnya kewibawaan guru supaya siswa memiliki sikap tunduk atau patuh secara sukarela dan ikhlas terhadap segala perintah maupun larangan, dan bukan karena pemaksaan apalagi melalui ancaman.
Selanjutnya, supaya kegiatan pendidikan dan pengajaran dapat berlangsung dengan baik, maka diperlukan ketertiban. Salah satu hal yang diperlukan untuk mewujudkan ketertiban tersebut adalah adanya kepatuhan atau ketaatan siswa untuk melaksanakan perintah yang diberikan oleh gurunya. Salah satu faktor yang dapat menimbulkan kepatuhan siswa adalah adanya kewibawaan dari gurunya. Di dalam proses pendidikan, kewibawaan adalah syarat yang harus ada pada guru.
Seorang guru harus berusaha memunculkan kewibawaan. Dalam pengertian yang lain kewibawaan juga berarti “kekuasaan dan hak memberi perintah yang harus ditaati”. Kewibawaan yang pertama ada pada orang tua. Orang tua memiliki kewibawaan terhadap anak-anaknya, sehingga ia dipatuhi anaknya. Kewibawaan ini merupakan kewibawaan secara kodrat atau alami.
Sedangkan kewibawaan yang diperoleh guru adalah kewibawaan karena menerima jabatannya sebagai guru bukan kodrat, melainkan dari pemerintah atau yayasan. Ia ditunjuk, ditetapkan dan diberi kekuasaan sebagai pendidik oleh negara atau masyarakat.
Tiga hal di atas tidak menjadi berat bila dilakukan dengan kesadaran. Bila mampu dilakukan maka sahlah seorang guru menjadi guru gabthat.
Untuk melengkapi syarat menjadi guru gabthat, maka seorang pendidik harus membekali diri dengan perkembangan teknologi. Penguasaan teknologi supaya guru dapat berinovasi demi melahirkan peserta didik yang dapat menyesuaikan diri dengan zaman, dan mampu mewarnai eranya dengan karya-karya luar biasa.
Oleh karena itu mari menjadi guru gabthat; yang dicintai, dikagumi, sekaligus dirindukan oleh peserta didik. Mari menjadi guru yang selalu memberikan ruang kreasi kepada siswa, sekaligus menjadi suri teladan supaya menjadi panutan peserta didik.