Komparatif.ID, Banda Aceh— Dengan jumlahnya yang begitu banyak, produk UMKM Aceh harusnya bisa tembus pasar internasional. Supaya produk UMKM Aceh mampu menembus pasar internasional, para penggiatnya harus bekerja lebih keras.
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Aceh Kadiskop UKM Aceh Azhari, S.Ag, M.Si menyebutkan berdasarkan data Kementerian UMKM dan Regsosek, jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Aceh pada tahun 2025 mencapai 624.521 unit. Terdiri dari 622.34 UMKM skala mikro, 1.839 skala kecil, dan menengah hanya berjumlah 288 unit.
Hal tersebut disampaikan Azhari pada Simposium Ekonomi yang digelar oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh dan Bank Syariah Indonesia (BSI) Aceh, di Aula Lantai 8 Gedung Landmark BSI, Kamis (24/4/2025).
Secara nasional, Aceh berada di peringkat 13 sebagai provinsi paling banyak UMKM di Indonesia. Di tingkat Aceh, Kabupaten Aceh besar merupakan daerah paling banyak UMKM di Serambi Mekkah. Bireuen di peringkat kedua. Sedangkan Kota Sabang menjadi daerah yang UMKM paling sedikit di provinsi yang dulunya bernama Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Dengan jumlah yang begitu banyak, seharusnya UMKM Aceh telah menjadi salah satu urat penting ekonomi. Akan tetapi sampai sekarang mereka belum benar-benar mampu bangkit menjadi pilar ekonomi yang berpengaruh. Dengan jumlah UMKM yang statusnya menengah hanya 288 unit, menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah dalam penataan lembaga ekonomi tersebut.
Adron, seorang diaspora Aceh yang kini bermukim di Amerika Serikat, Senin (28/4/2025) dalam sebuah tulisannya menyebutkan dirinya telah menyimak dengan cermat berbagai saran dengan tujuan memajukan UMKM di Aceh. berbagai macam ide muncul, yang semuanya memiliki semangat membara supaya sektor usaha mikro, kecil, dan menengah bisa bangkit menjadi sektor penting dalam perekonomian.
Dua hari sebelumnya Adron terlibat diskusi dengan koleganya tentang UMKM Aceh. Dia berkesimpulan masih banyak hal yang perlu dibenahi—dan membutuhkan kerja keras—supaya produk UMKM Aceh bisa diekspor ke mancanegara.
Produk UMKM Aceh memiliki peluang besar menembus pasar internasional. pasar di luar negeri, khususnya di negara maju sangat menguntungkan. Bila produk UMKM Aceh mampu masuk, tentu sangat menarik.
Hanya saja, supaya produk UMKM Aceh bisa menembus pasar internasional—apalagi ke pasar negara maju—haruslah memenuhi berbagai persyaratan yang ditetapkan, dan semuanya tidak gampang.
“Bila kita mampu memenuhi semua persyaratan, pelaku usaha UMKM yang berbasis di Aceh, bisa meraup untung besar,” kata Adron.
Lalu, apa saja tips yang disarankan Adron, supaya produk UMKM Aceh bisa menembus pasar internasional di negara maju?
Baca juga: Fadhlullah: Pemberdayaan UMKM Tak Bisa Dikerjakan Sendirian
Terdapat beberapa tips supaya produk UMKM Aceh mampu menembus pasar internasional.
Dalam konteks produk, setiap pengusaha UMKM harus memahami bahwa kemasan (packaging) harus dibuat semenarik mungkin. Tampilan kemasan harus atraktif. Kesan pertama sebuah produk tetaplah pada tampilan luar (kemasan).
Kemudian, di kemasan harus ditulis kandungan produk. Terbuat dari komponen apa saja, bila menambahkan barang pengawet, sebutkan bahan pengawetnya apa, dan lain-lain yang berkaitan dengan informasi produk.
Harus mencantumkan tanggal kadaluarsa, dengan demikian konsumen tidak perlu bertanya-tanya lagi perihal kapan produk tersebut expired.
Bila sebuah produk dituntut harus memiliki sertifikasi, maka harus dipenuhi. Produk seperti kopi merupakan salah satu komoditas yang harus memiliki sertifikat. Maka pengusahanya harus memiliki sertifikat tersebut.
Dalam konteks persengketaan jual beli (trade conflict) juga harus menjadi perhatian. Jikalau barang yang dipesan oleh konsumen, dengan barang yang dikirim berbeda, bagaimana penyelesaiannya. Siapa yang memberikan jaminan dan meng-handle pemulangan dan pengembalian barang?
Kemudian, apakah Aceh sudah memiliki kantor dagang untuk menangani persoalan tersebut? Bila belum, kiranya harus disiapkan. Demikian juga dengan asuransi dagang. Harus ada, supaya pedagang dan pembeli tidak rugi bila terjadi sesuatu dalam proses bisnis tersebut.
Dalam konteks pengiriman barang (produk), juga harus menjadi perhatian serius. Selama ini barang-barang dari Aceh yang hendak dikirim ke luar menggunakan jasa air freight (pengiriman udara) melalui Cengkareng (Bandara Internasional Soekarno-Hatta). Hitung saja biaya pengiriman dari Aceh ke Cengkareng, kemudian ke negara tujuan. Tentu akan sangat mahal.
Karena mahalnya biaya pengiriman, harga jualnya nanti di negara tujuan tidak akan lagi kompetitif dengan barang yang dikirim dari Vietnam, Kamboja, Thailand, China, Taiwan, dan lain-lain.
Bila barang dikirim via sea freight (kiriman laut), harus dikirim ke Belawan, Sumut, dari sana dikirim ke negara tujuan. Nah, barang angkutan dari Belawan hanya bisa dikirim ke pelabuhan-pelabuhan tertentu saja. Misalkan kopi Aceh yang dikirim ke pantai Barat Amerika Serikat hanya melayani pelabuhan Long Beach di California. Kalau pembelinya ada di negara bagian Washington dan Oregon, kopi tersebut harus dikirim lagi via kereta api.
Mengirimkan barang dari Belawan juga tidak gampang. Pemain baru tidak akan mudah mendapatkan akses gudang untuk bongkar barang sebelum dimasukkan ke kapal. Akibatnya kalau barang berada di truk agak lama, kualitas barang akan rusak.
Nah, banyak yang menempuh jalur belakang. membayar uang pelicin supaya bisa mendapatkan prioritas. Uang pelicin menambah cost product yang diekspor.
Menggunakan Jasa Sales Agent
Adron menjelaskan, satu hal yang perlu dipahami oleh penggiat UMKM di Aceh, berdagang dengan pasar di negara-negara maju, tidak sama dengan berdagang di negeri seperti Indonesia. Di negara maju tidak semua orang bisa menjadikan dirinya calo dagang. Karena syarat menjadi calo dagang harus memiliki berbagai syarat lainnya.
“Di negara maju, akses untuk pembeli besar tidak gampang.Kalau kita ingin bertemu mereka kita harus memberi tahu dari perusahaan atau organisasi apa. Kecuali kita bicara dengan pemilik toko-toko kelontong kecil milik foreigners.”
Oleh karena itu perlu agent khusus untuk menjual barang-barang Aceh. Sales agent dimaksud tidak sembarangan, karena kehadiran mereka harus mampu menarik perhatian calon pembeli.
Adron menyebutkan, dirinya menyarankan bila belum mampu menggapai pasar internasional lebih luas, penggiat UMKM sebaiknya fokus menciptakan produk UMKM Aceh yang fokus pada pasar lokal Aceh.
Dengan jumlah lima juta penduduk, Aceh harus dijadikan sebagai wahana pengembangan produk, yang kemudian pengalaman tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan perdagangan antar provinsi, dan Malaysia. Pasar nasional dan Malaysia memiliki 300 juta manusia.
“Pengalaman dagang antar provinsi plus Malaysia, serta perbaikan sistem dagang kita dan meningkatkan mutu barang yang kita jual, akan membuka pintu kita untuk masuk berdagang di pasar dunia yang lebih luas,” imbuhnya.