Petani Kita, Swasembada, & Dongeng Kesejahteraan

Swasembada beras yang berhasil diraih Presiden Joko Widodo, belum mampu meningkatkan taraf hidup petani. Ragam masalah masih mereka hadapi seperti kelangkaan pupuk subsidi, mahalnya saprodi, harga gabah murah, hingga konflik lahan. Di Aceh seorang petani masuk penjara karena memproduksi benih IF8, yang didapatkannya dari bantuan pemerintah. ia ditahan setelah mendapatkan penghargaan dari Kementerian Desa. Foto ilustrasi: Kompas.
Swasembada beras yang berhasil diraih Presiden Joko Widodo, belum mampu meningkatkan taraf hidup petani. Ragam masalah masih mereka hadapi seperti kelangkaan pupuk subsidi, mahalnya saprodi, harga gabah murah, hingga konflik lahan. Di Aceh seorang petani masuk penjara karena memproduksi benih IF8, yang didapatkannya dari bantuan pemerintah. ia ditahan setelah mendapatkan penghargaan dari Kementerian Desa. Foto ilustrasi: Kompas.

Di tengah ancaman krisis pangan global, Pemerintah Indonesia mendapatkan penghargaan dari International Rice Research Institute (IRRI), karena dinilai telah berhasil mencapai swasembada beras, dan meningkatkan sistem ketahanan pangan.

Presiden Indonesia Ir. H. Joko Widodo menerima penghargaan itu dari Direktur Jenderal IRRI Jean Balie, pada hari Minggu, 14 Agustus 2022, di Istana Negara, Jakarta.

Jean menyebutkan pencapaian Indonesia tersebut merupakan langkah besar dalam menciptakan ketahanan pangan nasional, terutama di tengah kondisi geopolitik dunia yang sedang tidak stabil.

“Saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya utamanya kepada para petani Indonesia atas kerja kerasnya,” kata Presiden Jokowi.Hadirin bertepuk tangan. Indonesia kembali mengulang prestasi; swasembada beras.

Dari data yang diperoleh Komparatif.id, produksi beras nasional pada tahun 2019 secara konsisten berada di level 31,3 juta ton. Badan Pusat Statistik menghitung jumlah stok beras Indonesia per April 2022 berada di level 10,2 juta ton. Sejak 2019 pula, Pemerintah Indonesia—menurut Presiden Jokowi telah berhenti mengimpor beras konsumsi.

Raihan prestasi—patut disebut demikian—Presiden Jokowi, mengulang capaian serupa yang pernah didapatkan oleh Presiden Indonesia Soeharto. Bekas serdadu KNIL tersebut mampu menghasilkan produksi beras pada tahun 1985 hingga 27 juta ton. Sementara kebutuhan nasional hanya 25 juta ton.

Di masa Soeharto, Indonesia pernah menyumbangkan 100 ribu ton beras untuk rakyat di benua Afrika yang dilanda kelaparan akibat perang dan kemiskinan.

Bagaimana Soeharto mencapai swasembada beras? Presiden Soeharto berhasil membawa Indonesia mencapai swasembada beras, bukan dengan mempermudah petani. Tidak dengan menyediakan pupuk murah, bukan dengan membuka lahan besar-besaran untuk petani tradisional. Bukan juga dengan capaian meningkatnya harga gabah sehingga etos petani meningkat tujuh kali lipat.

Menurut data yang diperoleh, Soeharto mencapai swasembada dengan cara liberalisasi ekonomi. Upah buruh—hingga buruh tani—rendah. Liberalisasi sektor pertanian, pangan dan industri semakin gencar dilakukan pada 1983-1997. Begitu terjadinya krisis moneter pada 1998, Indonesia kolaps, dan Soeharto jatuh.

Swasembada beras di masa Soeharto tercapai juga didukung oleh program revolusi hijau yang telah membuat petani mengalami ketergantungan kepada produk industri pertanian, seperti benih, pestisida, dan pupuk kimia.

Anggaran negara yang dikucurkan untuk pertanian, hampir seluruhnya diserap oleh industri benih, industri pestisida, dan komisi pegawai negeri aparatur lainnya yang “melindungi” dunia pertanian. Sedangkan petani hanya menerima dampak buruk. Harga gabah tidak tinggi, varietas endemik hilang satu persatu, lahan menciut. Tak jarang harus diserahkan kepada cukong-cukong besar yang memegang sertifikat tanah. Melawan cukong, diartikan melawan Pemerintah Orde Baru. Siapa saja akan dilabel PKI, dan bila telah dicap PKI, semut pun takkan sudi menolong.

Bagaimana dengan swasembada beras di era Jokowi? Presiden Jokowi memang telah melakukan banyak hal untuk menghadirkan “revolusi” di dunia pertanian. Salah satunya dengan memasukkan pembangunan waduk dalam proyek Strategis Nasional (PSN).

Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang diterbitkan pada 17 November 2020, sebanyak 57 bendungan dan irigasi dibangun.

Ke-57 bendungan dan irigasi ini merupakan bagian dari 201 proyek dan 10 program PSN yang mencakup 23 Sektor, dengan total nilai investasi sebesar Rp 4.809,7 triliun.

Waduk-waduk tersebut, dimaksudkan untuk mengaliri persawahan rakyat yang telah begitu lama tidak dilayani oleh irigasi teknis.

Hendro Puspito, Pengusaha, Mahasiswa Program Doktor Pengembangan SDM  Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, dalam opininya di Media Indonesia dengan judul “Rendahnya Ekonomi Petani di Hari Tani” mengulas bila sampai sekarang, persoalan petani kecil masih sama saja.

Hendro Puspito menulis: Hingga detik ini, amanat Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) belum dijalankan dengan baik oleh pemerintah. Hanya menjadi bingkai semata. Kasus agraria selalu menguntungkan para kapitalis. Petani tidak ada kawan untuk melawan. Hak para petani direnggut. Kasus agraria dari masa ke masa belum ada penanganan untuk efek jera. Oknum pejabat seakan menutup mata melihat tanah para petani dirampas kapitalis. Mirisnya lagi ada oknum yang malah bekerja sama dengan korporasi demi keuntungan pribadi semata. Alhasil petani yang menjadi korban kepentingan penguasa.

Tanah pertanian semakin terkikis untuk pembangunan industri. Semakin sempitnya lahan pertanian, semakin terpuruk ekonomi petani. Situasi agraria di Indonesia belum sepenuhnya lepas dari cengkeraman kapitalisme, feodalisme dan kolonialisme. Monopoli agraria masih marak terjadi di seluruh penjuru negri. Dari seluruh wilayah darat Indonesia, 71% didominasi korporasi kehutanan, 16% korporasi perkebunan, 7% oleh para konglomerat. Sedangkan sisanya yang cuma 4% untuk rakyat kecil.

Perampasan dan kriminalisasi petani makin marak terjadi. Menurut catatan KPA 2020, telah terjadi 241 letusan konflik agraria dengan luasan wilayah konflik mencapai 624.272,711 ha. Jumlah masyarakat terdampak konflik agraria sebanyak 135.337 KK yang tersebar di 359 desa, di seluruh Indonesia. Konflik akibat perkebunan sebanyak 122 letusan konflik, kehutanan (41), pembangunan infrastruktur (30), properti (20), tambang (12), fasilitas militer (11), pesisir (3), agribisnis (2). Apakah reformasi agraria yang ada, memberikan solusi akan hal tersebut? Perlu di benahi kembali reformasi agraria agar menguntungkan rakyat.

KPA juga mencatat sepanjang 2020 setidaknya terjadi 134 kasus kriminalisasi. Kasus penganiayaan (19 orang) dan 11 tewas di wilayah konflik agraria. Situasi seperti ini menambah beban dan krisis ekonomi yang dirasakan petani di wilayah konflik.

Publik Aceh belum lupa dengan kasus Munirwan. Seorang petani di Aceh Utara yang ditangkap dan dijebloskan ke penjara, karena mengembangkan benih padi yang belum mendapatkan sertifikasi dari Pemerintah Indonesia.

Munirwan yang merupakan Keuchik Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Aceh Utara ditahan Polda Aceh pada 23 Juli 2019 atas tuduhan memperdagangkan bibit padi unggul IF (Indonesian Farmers) 8 yang belum tersertifikasi. Munirwan didakwa melanggar UU Nomor 12/1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman dan diancam hukuman lima tahun penjara.

Pun demikian, Munirwan bukan ujug-ujug melawan hukum. Ia mendapatkan benih dari Gubernur Aceh Irwandi Yusuf pada 2017. Berkat kemampuannya, ia berhasil menelurkan varietas IF8. Benih tersebut lebih produktif sekitar 50-100% dari padi awalnya.

Atas keberhasilan itu, Munirwan menjadi terkenal se-antero Aceh. benih IF8 disalurkan sebanyak 118.180 kg ke 14 Kecamatan dan 134 Desa di Kabupaten Aceh Utara.

Munirwan kemudian mengikutkan benih padi tersebut Inovasi Desa tingkat nasional yang digelar Kementerian Pedesaan. Ia berhasil meraih juara II. Munirwan mendapatkan hadiah dari Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo.

Munirwan kala itu melakukan satu kesalahan fatal. Inovasinya telah merusak monopoli pasar benih yang cukongnya ditentukan oleh mafia-mafia yang ada di lingkungan Pemerintah Pusat.

Sejumlah pihak menyebutkan, Munirwan telah melanggar hukum dagang di Indonesia. Pasal 1: petani kecil tidak boleh kaya. Pasal 2: Kalau petani kecil kaya, harus kembali ke pasal 1.

Dua hari lalu, seorang petani muda bernama Waliyul Hidayah bertanya di laman Facebook, mengapa harga gabah tak pernah mahal? Empat hari lalu, seorang kenalan yang memiliki sawah, mengeluh. Masalah yang ia hadapi sama saja seperti buyutnya di masa Orde Baru. Harga gabah murah, saprodi mahal, pupuk bersubsidi langka, dan petani berutang pada agen-agen di lapangan.

Lalu, apa makna swasembada? 20124 Jokowi akan berakhir masa jabatannya sebagai Presiden RI. Akankah dunia pertanian Indonesia merdeka dari liberalisasi yang ditanam dan dipupuk mulai era Soeharto?

 

Artikel SebelumnyaTanoh Gayo Nan Indah, dan Sabang yang Aduhai
Artikel SelanjutnyaKemenag dan FKIP USK Teken MoA Peningkatan Mutu Sarjana
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here