Komparatif.ID, Jakarta— Pembangunan pabrik semen di Aceh Selatan oleh perusahaan China, Kobexindo Cement, yang merupakan bagian dari konsorsium Hongshi Holding Group dipastikan batal.
Pembatalan tersebut disebabkan tidak terbitnya izin usaha yang diberikan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Padahal sebelumnya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Selatan telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) pembangunan pabrik semen dengan Kobexindo Cement.
Pada Press Briefing Kemenperin, Selasa (4/6/2024), melansir kontan.id Direktur Industri Semen, Keramik dan Pengolahan Bahan Galian Non-Logam Kemenperin, Putu Nadi Astuti, menjelaskan pembangunan industri semen di Aceh bertentangan dengan kebijakan moratorium investasi industri semen yang diterapkan kecuali untuk provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara.
“Pembangunan industri semen di Aceh bertentangan dengan kebijakan moratorium investasi industri semen,” ungkap Putu.
Putu juga menyampaikan MoU tersebut belum diketahui oleh Pemerintah Daerah (Pemda) serta Kementerian/Lembaga terkait, yang seharusnya turut berkoordinasi untuk memastikan izin usaha dapat berlaku efektif.
Putu menjelaskan meskipun Kobexindo Cement telah melakukan penandatanganan MoU, perusahaan tersebut tidak dapat memproses perizinan usaha lebih lanjut termasuk izin lingkungan karena sistem Online Single Submission (OSS) terkunci.
Baca juga: NU Ajukan Izin Tambang Batubara di Kaltim
Hal ini disebabkan oleh kebijakan moratorium yang menghentikan sementara investasi baru di sektor industri semen. Bahkan, ada kemungkinan pihak Kobexindo Cement mungkin mencoba mendapatkan izin lingkungan terlebih dahulu sebelum mengajukan izin usaha melalui OSS, namun hal tersebut tetap tidak memadai tanpa izin usaha yang sah.
Pernyataan Putu Nadi Astuti ini juga sejalan dengan penegasan dari Menteri Investasi/BKPM, Bahlil Lahadalia, yang memastikan tidak ada izin yang diberikan kepada investor China untuk membangun pabrik semen di Aceh.
Bahlil menekankan bahwa kapasitas industri semen di Indonesia sudah berlebih, sehingga tidak ada ruang untuk pembangunan pabrik baru.
Kemenperin telah berkoordinasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Aceh meskipun masih secara non-formal. Koordinasi ini dilakukan untuk memastikan bahwa ketentuan mengenai moratorium ini dipahami oleh semua pihak terkait.
Namun, Putu mengakui ketentuan penguncian ini belum tersosialisasikan dengan baik ke seluruh Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Indonesia, sehingga informasi tersebut belum sepenuhnya diterima di berbagai daerah.