Komparatif.ID, Banda Aceh—Muslim Syamaun, mantan Bendahara Umum Daerah (BUD) Kabupaten Bireuen, akan buka suara siapa saja yang telah menikmati penggelapan pajak Bireuen Rp27,6 miliar sepanjang 2007-2010. Dia bertekad buka suara, setelah ditinggalkan begitu saja oleh teman-temannya yang menikmati aliran uang yang ia gelapkan.
Hakim Pengadilan Tipikor Banda Aceh Badrun Zaini,S.H, pada Rabu (18/1/2017) mengetuk palu tiga kali sesuai membacakan vonis 15 tahun penjara kepada Muslim Syamaun. Pria kurus yang hadir ke Pengadilan Tipikor mengenakan kemeja lengan panjang bergaris-garis, terbukti bersalah melakukan penggelapan pajak daerah. Dia melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 1999 tentang Pemeberantasan Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Muslim Syamaun dihukum 15 tahun penjara dan membayar denda Rp 500 juta atau bisa diganti dengan kurungan tambahan (subsider) satu tahun.
Baca: PLTA Peusangan Berdiri, Rumah Hilang Tidak Diganti
Muslim juga dibebankan untuk membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp 23,3 miliar. Apabila lewat satu bulan–setelah putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap–Muslim tidak membayar sebagaimana diputuskan, maka harta bendanya akan disita jaksa, kemudian dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Dari orang yang disanjung-sanjung, setelah vonis itu, Muslim menjadi pesakitan di balik jeruji penjara. Dari seorang birokrat dengan posisi basah, menjadi narapidana kasus tindak pidana korupsi yang kala itu masih dianggap aib.
Hal yang paling menyakitkan, setelah dia “dilempar” ke dalam penjara, orang-orang yang selama ini rajin bersilaturahmi dengannya, tak lagi menampakkan batang hidungnya. Mereka tidak menjenguk Muslim Syamaun. Pria yang membangun rumah besar di Gampong Pulo Ara, Kecamatan Kota Juang, Bireuen, ditinggalkan begitu saja oleh orang-orang yang kemudian menyebabkan dirinya bermasalah.
Dari balik jeruji besi, Muslim mulai merenung. Dia bukan ditinggalkan, tapi dikhianati. Hartanya ludes, badan dikurung, PNS dipecat, kini ia tidak memiliki apa-apa lagi. Dia tidak terima. Siapa saja yang pernah menyebabkan dirinya digulung, harus bertanggung jawab.
Muslim Syamaun Tak Takut Kalah Lagi
Kabar terbaru yang diterima Komparatif.Id, Jumat (24/11/2023), pria kurus itu sedang mempersiapkan gugatan. Siapa saja yang menikmati uang itu, harus diketahui oleh publik Bireuen. Dia akan membongkar siapa saja yang telah menikmati uang hasil penggelapan pajak daerah yang ia lakukan.
Muslim hanya menikmati persentase terkecil dari total pajak yang digelapkan. Angka terbesar justru dinikmati oleh penggede-penggede di Bireuen yang kini berkeliaran ke sana kemari, mencitrakan diri sebagai tokoh yang peduli kepada daerah. Uang hasil penggepan oleh Muslim sebagian besar dinikmati oleh tokoh yang kini hilir mudik sebagai pejabat negara yang seolah-olah seakan-akan sangat berbudi luhur.
Dari data yang ada di pihak Muslim, dari 24 orang yang menikmati aliran penggelapan pajak daerah, 14 orang belum mengembalikannya sampai saat ini. Mereka yang belum mengembalikan, petantang-petenteng sebagai tokoh yang dipuja di sana sini. Seolah-olah insan suci tak bernoda.
Sisi lain yang menarik dari kasus ini, ternyata yang menikmati aliran dana itu bukan hanya 24 orang. Tapi lebih dari itu. Hanya saja mereka berhasil menghilangkan barang bukti. Sehingga tidak dapat lagi diendus secara hukum.
Lalu, setelah sekian lama, mengapa baru sekarang Muslim Syamaun bermaksud melakukan perlawanan? Menurut sahibul bait, kini Muslim telah menyesali perbuatannya. Dia merasa terbebani secara nurani bila tidak membuka tabir siapa saja yang menikmati aliran dana yang didapatkan dengan cara yang melawan hukum.
“para penikmat dana penggelapan pajak itu sekarang telah banyak jadi tokoh. Mereka berkamuflase seolah-olah sangat peduli kepada Bireuen. Seakan-akan sangat mencintai Bireuen. Muslim merasa perlu memberitahu publik, bahwa mereka bukan orang baik-baik. Mereka juga pelaku kejahatan. Bila pun kelak Muslim Syamaun gagal menyeret mereka ke muka hukum, setidaknya ia sudah bicara. itu sudah sangat cukup bagi dia sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada Ilahi dan publik Bireuen,” terang seorang sahibul bait.