Komparatif.ID, Banda Aceh– Pon Yaya tidak berasal dari kalangan ningrat. Meskipun sekarang dipercaya oleh Partai Aceh sebagai Ketua DPRA sebagai pengganti Antar Waktu (PAW) Dahlan Jamaluddin, sang eks kombatan tetap tak melupakan masa lampau.
Dua hari lalu, Minggu (28/5/2023) selembar foto dirinya sedang menikmati nasi putih dicampur mi instan rebus beredar di media sosial. Di atas meja juga ada telur rebus, karéng goreng, dan kecap cap singa.
Foto itu dikomentari ragam pendapat oleh warganet. Ada yang kritis, ada pula yang kocak.
Mengapa sesi makan menggunakan mi instan rebus diabadikan dan kemudian tersebar di media sosial? Saiful Bahri alias Pon Yahya alias Pang Tanggy, menanggapinya dengan sederhana.
Baca: Pon Yaya, Wadanki TNA Pertama yang Jadi Ketua DPRA
“Saat itu saya sedang kangen dengan masa lampau. Menikmati nasi putih dicampur mi dan kecap. Tidak ada maksud lain,” kata Pon Yaya saat dikonfirmasi Komparatif.ID pada hari yang sama dengan beredarnya foto tersebut di media sosial.
Meski setelah damai Pon Yaya berhasil membangun ekonominya melalui perkebunan sawit, tapi ia tetap manusia biasa. Ia memiliki segudang rindu pada masa lampau yang telah mewarnai perjalanan hidupnya hingga menjadi Ketua DPRA.
Dulu, ia memilih menghabiskan masa muda dengan bergabung bersama Gerakan Aceh Merdeka. Bergerilya dari hutan ke hutan demi memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Aceh. Impian besar itu dipimpin oleh Paduka Yang Mulia Tengku Hasan Tiro.
Memilih bergabung dengan GAM tentu menempuh jalan sunyi. Menjadi pribadi berbeda. Hidup yang ia lalui menemui onak berduri.
Tidak mudah menjadi manusia Aceh di pusaran perang. Lebih tidak mudah lagi ketika hidup di pusaran perang sekaligus menjadi gerilyawan GAM. Dari menit ke menit harus selalu waspada.
Dalam liku hidupnya, meski terlihat gagah ketika menenteng senjata api dan berseragam loreng ASNLF, tapi laju detak jantung tetap lebih kencang. Banyak waktu yang Pon Yaya habiskan di rimba dengan segenap semangat wira nan waspada.
Di rimba, makan mi instan merupakan hidangan mewah. Karena tidak setiap hari dapat dikudap. Bila pun sempat makan, mata dan telinga tetap awas. Tak ada masa menikmatinya dengan kondisi benar-benar santai.
Radio komunikasi yang memberikan informasi pergerakan tentara Republik, operasi gerilya, serta perubahan rencana aksi, mewarnai hari-harinya kala masih di berada di lebatnya belantara.
Makan terkesan sederhana. Apalagi di tengah perang. Makan sekadar untuk menunda hilangnya tenaga. Apa pun akan dimakan selama halal dan tidak berbahaya. Daya tahan ideologi harus didukung oleh kebutuhan makanan. Meski harus tahan lapar, tapi tak boleh tidak makan sama sekali.
Mi instan merupakan kudapan paling mudah diolah. Dapat dikonsumsi mentah, juga lebih nikmat bila sudah diolah. Olahan paling sederhana dengan merebus tanpa tambahan bumbu dapur. Cukup campurkan bumbu instan, maka dalam hitungan menit sudah dapat dinikmati sembari melanjutkan perang.
“Mi instan telah menjadi bagian sejarah hidup saya,” sebut mantan Wakil Komandan Kompi TNA di batalyon tempur Wilayah Komando Pasee (Aceh Utara).
Sebagai bagian dari sejarah hidup, rindu tetap bergelayut. Rindu harus bermuara. Itulah alasan ia menikmati kembali mi rebus yang dicampur nasi putih, ditambah lauk telur rebus dan karéng teucrôh.
Pon Yaya: Masih Banyak yang Harus Diperjuangkan
Adakah yang berubah setelah perang berhenti belasan tahun lalu? Ada, Aceh telah aman. Aceh sudah damai. Pon Yaya kini berada di puncak elit Aceh. Bersama Partai Aceh ia ikut menyumbang pikiran dan tenaga untuk membangun Aceh.
Pon Yaya mengakui banyak yang mesti diperjuangkan. Aceh harus punya impian besar, supaya kelak kembali menjadi daerah yang bukan saja penting secara politik, tapi juga penting untuk ekonomi.
Cita-cita itu masih harus diperjuangkan dengan komitmen penuh. Partai Aceh punya utang kepada rakyat. Yaitu mewujudkan kesejahteraan. Melahirkan generasi bangsa yang cerdas dan punya nilai kompetensi tinggi sehingga dapat berkompetisi dengan warga dunia.
Jalan itu masih terus ditapaki. Partai Aceh tidak melupakan komitmen itu. Memang tidak ada yang mudah. Partai Aceh terus bertranformasi menjadi rumah politik yang lebih baik untuk segenap rakyat dan bangsa.
“Mohon doanya supaya cita-cita kita bersama dapat maujud. Semuanya tidak mudah, tapi percayalah bahwa kita sedang berikhtiar sekuat tenaga supaya Aceh di masa depan kembali menjadi kawasan penting ekonomi dan politik,” kata Pon Yaya.