Komparatif.ID, Banda Aceh—Forum Keluarga Besar Habib Bugak meradang. Mereka marah kepada pihak-pihak yang mengatakan bila Baitul Asyi di Mekkah bukan hasil wakaf buyut mereka. Kemunculan nama Habib bin Buja’ mereka nilai sebagai upaya mengaburkan sejarah yang sebenarnya.
Dalam konferensi pers di Dumpatna Kuphie, Banda Aceh, Jumat (14/6/2026) Juru Bicara Forum Keluarga Besar Habib Bugak Sayed Nazar Al-Habsyi, menegaskan bahwa wakaf Baitul Asyi yang berada di Mekkah, merupakan hasil wakaf dari Habib Abdurrahman bin Alwy Al-Habsyi atau Habib Bugak.
Yed Nazar menyebutkan, pernyataan tersebut harus ia sampaikan, karena sudah mulai bermunculan upaya-upaya yang menurutnya sebagai kegiatan mengaburkan fakta sejarah. Sudah mulai lahir klaim-klaim bernuansa intelektual, seolah-olah tanah wakaf itu bukan diwakafkan oleh Habib Bugak melainkan oleh Tgk Habib bin Tgk Buja’.
Baca: Jemaah Haji Aceh Kloter 1 Terima Wakaf Baitul Asyi
Menurut Yed Nazar, akhir-akhir ini semakin banyak digelar seminar yang berupaya menggantikan narasi lama tentang pewakaf untuk Baitul Asyi. Seminar-seminar tersebut menurut Nazar bertujuan untuk mengaburkan fakta.
Dia menyebutkan tidak mungkin nama orang Aceh [Habib bin] Buja’. Penamaan tersebut menurutnya sangat terkesan telah dirancang dalam sebuah skenario untuk menggiring masyarakat mempercayai tentang Habib bin Buja’, dengan tujuan supaya manfaat dari tanah wakaf Habib Bugak di Arab Saudi yang peruntukannya untuk jamaah haji Aceh bisa dinikmati oleh kalangan lain.
Pihak keluarga Habib Bugak merasa tidak senang dengan upaya pendistorsian sejarah tersebut. Nazar merasa geram atas tindakan beberapa oknum yang melakukan penelitian terhadap sosok Habib Bugak. Penelitian-penelitian tersebut menurutnya bertujuan untuk memalsukan validitas Habib Bugak sebagai seorang pewakaf tanah Baitul Asyi di Kota Mekkah.
Ia mengajak semua pihak tidak menghabiskan waktu untuk menimbulkan polemik. Selama ini pihak keluarga Habib Bugak juga tidak meminta satu perak pun hasil dari Baitul Asyi.Hanya saja dia takut bila upaya pengalihan dari Habib Bugak kepada Habib bin Buja’ berhasil, akan ada pihak-pihak yang mengeruk untung.
Pada kesempatan itu Yed Nazar juga mengatakan Yayasan Wakaf Baitul Asyi yang baru-baru ini membagikan selebaran di Asrama Haji Banda Aceh saat jamaah calon haji sedang antre mengambil kartu tanda penerima wakaf Habib Bugak, bukan bagian dari Baitul Asyi di Mekkah.
“Yayasan Wakaf Baitul Asyi didirikan di Banda Aceh pada 8 Juni 2022 dan diluncurkan di Kota Mekkah pada tanggal 30 Juni 2022. Sementara Wakaf Baitul Asyi adalah sebuah tanah wakaf yang diwakafkan oleh Habib Bugak pada tahun 1222 H,” sebut Nazar.
Yayasan Wakaf Baitul Asyi tidak punya hubungan sama sekali dengan objek wakaf di Mekkah. Sehingga kehadiran mereka di Asrama Haji patut dipertanyakan. Dia berharap Pemerintah Aceh bergerak secepat mungkin menertibkan Yayasan Wakaf Baitul Asyi.
“Kalau ini tidak ada perhatian dari Pemerintah Aceh, terus dibiarkan terjadi seperti ini, kami akan laporkan ke Pemerintah Arab Saudi. Bukan kalian saja yang punya jaringan ke Arab Saudi, kami juga punya. Banyak keluarga kami di sana. Kami akan laporkan ke Pemerintah Arab Saudi jika Pemerintah Aceh menutup mata soal ini,” tegasnya.
Habib bin Buja’, Bukan Habib Bugak
Dalam sebuah webinar bertajuk ‘Peran dan Kontribusi Wakaf Orang Aceh di Mekkah’ yang dilaksanakan Asyraf Aceh, Selasa, 27 Desember 2022 di Banda Aceh, Filolog Aceh Hermansyah M.Th, M.Hum, mengatakan Habib bin Buja’ bukan Habib Bugak.
Hermansyah mengatakan, seperti tertulis dalam dokumen resmi wakaf tanggal 18 Rabiul Akhir 1224 H (1809 M), nama asli pewakaf Baitul Asyi adalah Haji Habib bin Buja’ Al-Asyi Al-Jawi. Haji, Al-Asyi dan Al-Jawi adalah gelarnya. Sementara nama aslinya sendiri adalah Habib bin Buja’.
Dari nama yang disebutkan di dalam dokumen resmi wakaf, dapat diambil kesimpulan Habib bin Buja’ bukan sayid/habib dari golongan asyraf –keturunan Rasulullah.
Merujuk dokumen resmi wakaf, Habib tersebut merupakan nama asli, dan ayahnya Habib bernama Buja’. “Bin Buja’ pada nama beliau menunjukkan nama ayahnya. Bukan merujuk ke Bugak sebagai sebuah wilayah di Aceh,” sebut Herman.
Lebih lanjut dia menerangkan, hanya nama Al-Asyi yang merujuk kepada asal Habib, yaitu Aceh. Kata Al-Hajj di awal nama, dalam bahasa Arab menunjukkan isim makrifah (kata haji yang diawali alif dan lam). Bahwa setelah kata itu menunjukkan langsung nama definitif orangnya.
Dalam mazhab Syafii sebagai mazhab yang dianut Haji Habib bin Buja’, mewajibkan pewakaf mencantumkan nama asli. Karena itulah, nama Habib Bin Buja’ adalah nama nyata dari pewakaf tersebut.
Hermansyah menyimpulkan, Haji Habib Bin Buja’ Al-Asyi dan Sayid Abdurrahman bin Alwi Al-Habsyi adalah dua tokoh yang berbeda.
Dia juga menegaskan, Arab Saudi kala itu di bawah kendali Turki yang bermazhab Hanafi. Maka, segala urusan terkait mahkamah kenegaraan harus dalam hukum Hanafi. Tapi itu bukan berarti Habib bin Buja’ ingin mengorbankan mazhabnya yang Syafi’i. Karena terbukti, wakaf itu diperuntukkan untuk orang-orang yang bermazhab Syafi’i. “Artinya, nama dalam wakaf itu memang nama beliau asli sesuai tuntutan mazhab Syafi’i,” kata Herman.