Delegasi 20 Negara Datang ke UIN Ar-Raniry, Bicara Perdamaian Dunia

UIN Ar-Raniry
UIN Ar-Raniry. Foto: HO for Komparatif.Id.

Komparatif.ID, Banda Aceh—Delegasi 20 negara berkonferensi di UIN Ar-Raniry, Sabtu (14/10/2023). 500 orang dari 20 negara akan berdiskusi dalam konferensi yang bertema “bertema ”Religious Inclusion and Peacebuilding in the World: the Perspectives of Muslims”, di Auditorium Ali Hasjmy.

Direktur The Asian Muslim Action (AMAN) Indonesia, Ruby Kholifah dalam konferensi pers melalui  zoom meeting, Kamis, 12 Oktober 2023, menyebutkan negara-negara yang berpartisipasi dalam konferensi internasional tersebut yaitu Afghanistan, Australia, Bangladesh, Burundi, India, Indonesia, Iran, Kenya, Malaysia, Myanmar, Nepal, Nigeria, Pakistan, Filipina, Singapura, Sri Lanka, Swedia, Thailand, United Kingdom dan Amerika Serikat.

Direktur AMAN Indonesia Ruby Kholifah dalam keterangan persnya menyebutkan delegasi Indonesia membawa serta perwakilan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah). Kedua organisasi tersebut bicara tentang religious inclusion. Meski belum mewakili keseluruhan cara pandang Indonesia, tapi kedua organisasi tersebut dipandang telah mewakili elemen sipil. Kedua organisasi tersebut juga punya peran sangat besar dalam menghadirkan nilai positif.

Baca: Kilau Cahaya Mujiburahman untuk UIN Ar-Raniry

Dekan Fakultas Hukum dan Syariah UIN Ar-Raniry Prof. Dr. Kamaruzzaman Bustamam Ahmad (KBA) dalam pernyataannya pada Sabtu (14/10/2023) kepada Komparatif.Id menyebutkan, salah satu yang dibahas di dalam konferensi tersebut tentang budaya beragama yang inklusif.

Penyisiran terhadap isu tersebut dilakukan dengan sangat mendalam. Termasuk untuk melakukan ruang pertukaran ide antara Muslim dan kelompok agama lain dari berbagai negara berbeda.

“Hari pertama konferensi diharapkan menjadi barometer dunia untuk memikirkan atau membuat sebuah kebijakan dan praktek-praktek tentang budaya beragama yang inklusif, terutama menghadirkan pembelajaran baik dari Indonesia,” terang akademisi UIN Ar-Raniry tersebut.

Sesi hari pertama, jelas peneliti UIN Ar-Raniry, delegasi luar dipersilakan melihat Aceh secara lebih komprehensif. Tidak hanya memandang Aceh dari cerita tsunami atau konflik. Mengingat bahwa saat ini telah terjadi banyak perkembangan di Aceh, terutama pasca perjanjian Perdamaian Helsinki. Maka, kekhasan Aceh, termasuk perkembangan positif dan tantangan-tantangan yang saat ini dihadapi Aceh akan ditujukan kepada dunia internasional, sehingga tidak memiliki persepsi yang keliru.

Saat ini, terdapat berbagai perspektif muncul tentang Aceh. Seolah-olah yang terjadi di Aceh itu sama seperti yang terjadi di Timur Tengah. Persepsi itu tidak keliru, meskipun perlu diklarifikasi.

Prof. Dr. Kamaruzzaman menyebutkan peserta akan diajak melihat Aceh lebih dekat dengan diskusi dan exposure visit ke beberapa tempat bersejarah dan gampong atau desa yang menjadi rangkaian acara, yaitu Museum Tsunami Aceh, Monumen Kapal Tsunami, Kuburan Tsunami Ulee Lheue, Desa Wisata Gampong Nusa Aceh dan Museum Rumah Cut Nyak Dien. Kunjungan tersebut diharapkan dapat membuka cara pandang yang selama ini diperoleh dari media, terutama dari influencer tentang Aceh.

Artikel SebelumnyaBerantas Judi Online, Pemerintah Akan Blokir 2.700 Rekening
Artikel SelanjutnyaBesok, Warga Juli Gelar Maulid di Banda Aceh
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here