Komparatif.ID, Banda Aceh—Ustad Masrul Aidi mengaku heran dengan perilaku elit Aceh yang tidak memperjuangkan keberlanjutan pembangunan jalan tol. Padahal keberadaan jaringan jalan bebas hambatan tersebut sangat penting untuk masa depan Aceh.
Hal tersebut disampaikan oleh Ustad Masrul Aidi saat menjadi penceramah pada Peringatan Maulid Nabi Muhammad 1445 Hijriah, Rabu (25/10/2023) di halaman Kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Aceh.
Intelektual asal Cot Keueng, Aceh Besar tersebut mengatakan jalan tol merupakan salah satu objek vital yang sangat dibutuhkan di Aceh. Tapi saat Pemerintah Pusat menghentikan kelanjutan pembangunannya, tak seorang pun elit Aceh baik di Aceh maupun di Jakarta yang memprotesnya. Mereka semua diam seribu bahasa.
Baca: Kombatan [GAM] Tak Perlu Masuk Politik
Masrul Aidi mengatakan, bila diukur dari kepentingan individu, selesainya pembanguan ruas tol Sibanceh (Sigli-Banda Aceh) sudah sangat membantu dirinya pulang ke rumah mertua di Padang Tiji. Tapi pembangunan [Aceh] bukan hanya tentang dirinya.
Penceramah yang kerap melontarkan kritikan-kritikan bernuansa satir, namun tak jarang gamblang, juga menyoal penggunaan dana otsus yang menurutnya kurang memberikan dampak untuk pembangunan.
Masrul Aidi mengandaikan sebagian dana otsus dipergunakan untuk pembangunan tol, mungkin saat ini Pemerintah Aceh telah memiliki ruas tol milik sendiri. Bila itu terjadi, tol tersebut juga dapat menjadi sumber pendapatan daerah.
Baca: Hilangnya Tol Aceh dan Ademnya Publik
Dalam catatan Komparatif.Id, Masrul Aidi merupakan orang ketiga di Aceh yang menyampaikan kegelisahannya karena pembangunan tol Aceh hanya dari Banda Aceh-Padang Tiji (Pidie). Sedangkan ruas Sigli-Lhokseumawe dan seterusnya hingga ke Sumut, yang telah dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2022.
Pihak lain yang sudah angkat suara yaitu Helmy N. Hakim, seorang kader Partai PDI Perjuangan di Aceh. Ketua Koperasi Tamara HKTI tersebut dalam artikelnya di Komparatif.Id dengan judul Hilangnya Tol Aceh dan Ademnya Publik, menyebutkan dirinya kaget karena publik Aceh adem ayem saja setelah Pemerintah Pusat mengumumkan pembatalan pembangunan sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN), termasuk tol Aceh.
Helmy menulis bahwa selama ini orang Aceh memberikan perhatian besar untuk isu-isu lain, termasuk isu pengungsi Rohingya, Rumoh Geudong, dan lain-lain. Tapi ketika peristiwa besar yang menyangkut masa depan mereka sendiri, justru tidak diberikan perhatian.
“Saya akhirnya berkesimpulan, bahwa sebenarnya memang kita sendiri tidak tahu apa yang kita butuhkan dan inginkan. Atau kita kehabisan energi berteriak pada hal-hal remeh temeh atau yang justru tidak berkaitan langsung dengan kepentingan strategis Aceh,” tulis Helmy N Hakim yang merupakan alumnus Universitas Pasundan Bandung.