Kronik Sultan Aceh, dari Pengkhianatan ke Pengkhianatan

Sultan Aceh
Istana Darud Dunya yang megah di era keemasan Kesultanan Aceh Darussalam. Jejak tapaknya belum diketahi secara pasti. Lukisan ini dibuat oleh Sayed Dahlan Al Habsyi.

Para Sultan Aceh saling melakukan intrik. Perpindahan kekuasaan seringkali karena perebutan secara paksa. Ada yang dibunuh, ada yang diturunkan di tengah jalan. Termasuk serangkaian fitnah yang kemudian memakan korban Meurah Pupok; putra mahkota Aceh sekaligus putra satu-satunya Sultan Iskandar Muda.

Kemasyuran Kesulatan Aceh Darussalam, memendam kisah teramat pedih. Intrik politik internal merupakan bagian tak terpisahkan dari perjalanan panjangnya. Teungku M. Amin Teupin Raya menukilnya dalam syarah pembanding dalam “Seminar Masuk dan berkembangnya Agama Islam di Daerah Istimewa Aceh” yang digelar oleh Majelis Ulama Daerah Istimewa Aceh pada Juni 1978.

Kisah Kesultanan Aceh tidak selalu dibangun oleh kekuasaan yang diwarisi turun temurun. Sultan Aceh dan pejabat-pejabat tinggi tidak semuanya diangkat dari tokoh-tokoh yang memenuhi syarat-syarat yang terurai. Tetapi dari tokoh-tokoh kuat  dan kha, dan punya kekuatan besar.

Baca: Orang Aceh Tempo Dulu Pantang Pakai Nama Orangtua

Sultan tidak semuanya diangkat turun-temurun dari anaknya [sultan] saja, tetapi juga dari yang cakap dan disukai oleh kepala Lhe Sagoe Aceh.

Teramat banyak bukti yang dapat diajukan untuk memberikan jawaban tentang itu. serangkaian revolusi/kudeta, yang terjadi sepanjang perjalanan Kesultanan Aceh Darussalam, menjadi bukti sahih.

  1. Sultan Salahuddin pada 1528 hingga 1537 direvolusi oleh adiknya sendiri Alaidin Mukmin Syah. Mereka berdua merupakan putra dari Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528) yang berasal dari Dinasti Darul Kamal. Penggulingan terhadap Salahuddin karena dianggap terlalu lemah.
  2. Sultan Alaidin Mukmin Syah naik tahta pada 1576. Tapi hanya sempat berkuasa selama 100 hari. Dia dikenal pemarah, kejam, tidak disukai oleh para ulama, karena tabiatnya yang gemar menyabung ayam. Tidak peduli urusan pemerintahan. Dia meninggal dunia akibat dibunuh.
  3. Sultan Zainal Abidin pada tahun 1577 direvolusikan dan diusir dari takhta kerajaan karena akhlaknya yang kasar.
  4. Sultan Alaudin Mansur Syah, tewas dibunuh oleh seorang uleebalang saat sedang berlibur di Kuala Aceh pada tahun 1585 Masehi.
  5. Sultan Ali Riayat Syah Indrapura. Dia tidak diskuai oleh ulama-ulama dan orang patut. Dia dilengserkan dan mati terbunuh pada 1585.
  6. Sultan Alaidin Riayat Syah. Di masa kepemimpinannya terjadi perang saudara. Dia diperangi karena sebelumnya telah merampas kekuasan dari ayahnya pada tahun 1607.
  7. Setelah Alaidin Riayat Syah lengser ke prabon, diangkatlah Sultan Iskandar Muda. Barulah saat itu Aceh Darussalam aman, makmur, karena Sultan Iskandar Muda merupakan raja yang mencukupi segala syarat.
  8. Setelah Iskandar Muda mangkat, takhta diambil alih oleh Iskandar Sani yang merupakan keluarga Putri Kamaliah Pahang (Putroe Phang). Dia diangkat sebagai raja karena Sultan Iskandar Muda tidak meninggalkan putra mahkota, setelah dipancungnya Meurah Pupok. Ia berkuasa dari 1636-1641.
  9. Kemudian naik takhta Badrul Alam Syarif Hasyim Jamaluddin pada tahun 1709. Selanjutnya Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui pada 1711. Selanjutnya Sultan Djamal Al Alam Badral Munir pada 1733 Masehi. Ketiga sultan ini dari bangsa Arab dan semuanya kena revolusi serta terusir dari Aceh.
  10. Sultan Djauhar Al Alam Atna Addin Syah yang naik takhta pada 1733 hanya memerintah 20 hari. Dia juga digerus revolusi.
  11. Sultan Syamsul Al Alam Djohan Syah naik takhta menggantikan Djauhar, hanya berkuasa beberapa minggu. Revolusi yang terjadi sepanjang itu, karena mereka yang menjadi Sultan Aceh tidak memenuhi syarat, sehingga rakyat tidak takzim. Termasuk juga yang jadi sultan dari kalangan Arab, meskipun sayyid (bangsa Qurais) tidak dipedulikan oleh orang Aceh. Rakyat yang tidak senang menolak menerima mereka. secara umum rakyat yang menggerakkan revolusi berasal dari Aceh Lhee Sagoee yaitu XXII Mukim, XXV Mukim, dan XXVI Mukim.

Sultan Aceh Tak Penuhi Syarat Pemimpin

Sultan Aceh Ala Addin Djohan Syah yang memerintah 1742-1767 Masehi, empat kali direvolusi oleh rakyat. Dia empat kali naik turun takhta, dan kemudian mangkat pada 1787. Saat direvolusi, dia melarikan diri ke Pidie, meminta bantuan dari sana. Uleebalang Pidie memberikan bantuan yang kemudian terjadilah perang membela Ala Addin Djohan Syah yang dipimpin oleh Pakeh Pidie dan lain-lain.

Demikian juga kisah yang dialami oleh Sultan Ala Addin Djauhar Alam Syah pada 1830 Masehi. Dia diperangi oleh seorang pedagang besar dari Penang yang bernama Sayyid Husin. Sang Sayyid bertujuan hendak menaikkan putranya yang bernama Sayyid Saiful Alam sebagai Sultan Aceh. Penggembosan tersebut dikenal dengan istilah Revolusi Ringgit. Sayyid Husin dibantu oleh rakyat dari XXII Mukim. Akibatnya memaksa dirinya melarikan diri ke Pidie, dan Saiful Alam berhasil dinaikkan menjadi Sultan Aceh.

Orang-orang Pidie yang dipimpin oleh Teuku Raja Pakeh Husen Ulebalang Pidie, bergerak ke pusat kekuasan, bertempur melawan Sultan Arab yang dibantu oleh rakyat XXII Mukim. Perang itu dimenangkan oleh Sultan Ala Addin Djauhar Syah. Sayyid Saiful Alam lari terbirit-birit ke Penang.

Munculnya segenap revolusi terhadap para sultan, menurut Teungku M. Ali Teupin Raya, karena pengangkatan Sultan Aceh tidak lagi mempedomani pada syarat-syarat jadi raja, serta tidak lagi menjadikan Islam sebagai pedoman utama. Hal inilah yang kemudian menyebabkan sultan-sultan yang bertakhta ada yang tidak turun-temurun.

Artikel SebelumnyaDalang Pembakaran Kios di Pidie Masih Jadi Misteri
Artikel SelanjutnyaKapolres Aceh Tamiang Ingatkan Personel Harus Bebas Korupsi
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here