Bertajuk Sufi Coffee Festival, para pengikut ajaran suluk Abuya Sayyidi Syaikh Ahmad Sufi Muda, berkumpul di Tanoh Gayo. Mereka meneguk bergelas-gelas kahwa sembari tawajuh bersama.
Seribuan pengikut tarikat Nagsyabandiyah Al Khalidiyah, berkumpul di Dayah Sufi Muda Cabang Bener Meriah, yang beralamat di Kampung Alur Gadeng, Kecamatan Pintu Rime Gayo. Pertemuan yang digelar selama tiga hari—11 sampai 13 November 2022) dihadiri oleh seribuan peserta dari berbagai wilayah di Indonesia. Mereka mulai berdatangan ke sana sejak 10 November.
Baca juga: Ishaq Ibnu Ali, Penyanyi Sufi dari Tanah Rencong
Meskipun udara sangat dingin, peserta dari berbagai wilayah nusantara itu tidak mengeluh. Mereka membalut diri dengan jaket tebal, dan menghangatkan kerongkongan dengan cara menyeruput bergelas-gelas kopi di kampung halaman utama perkopian di Serambi Mekkah.
Festival kopi yang diberi nama keminggris, bukan sesuatu yang baru bagi kalangan sufi. Karena asal muasal yang memperkenalkan kopi kepada penduduk dunia, merupakan karya kebudayaan kaum sufisme
Demikian disampaikan oleh Program Direktor Sufi Coffee Festival Sayyid Muniruddin Ali, Sabtu (12/11/2022).
Menurut Muniruddin, kopi dan sufisme sangat identik. Karena kaum ahli suluk yang memperkenalkan kopi kepada manusia lainnya di dunia. Menurut Muniruddin, penemu kopi yaitu seorang darwisi bernama Syaikh Hasan as-Syadzili yang hidup di Maroko dari 1197 hingga 1258.
Bahkan, sang imam suluk tersebut menulis syair khusus untuk kopi.
“Wahai orang-orang yang asyik dalam cinta sejati dengan-Nya, kopi membantuku mengusir kantuk. Dengan pertolongan Allah Ta’ala, kopi menggiatkanku taat beribadah kepada-Nya di kala orang-orang sedang terlelap.
Qahwah (kopi): Qof’ adalah quut (makanan), Ha’ adalah hudaa (petunjuk), Wawu’ adalah wud (cinta) dan ‘ha’ adalah hiyam (pengusir kantuk). Janganlah kau mencelaku karena aku minum kopi, sebab kopi adalah minuman para junjungan yang mulia.”
Penemuan kopi oleh sang imam sejatinya tidak sengaja. Pada suatu malam dalam pengembaraan, ia risau akan bertemu dengan binatang buas. Ulama tersebut memanjat sebatang pohon yang memiliki buah berupa bulir-bulir biji. Ia mencoba memakannya. Tiba-tiba rasa kantuknya hilang. Besok pagi, bulir-bulir tersebut dibawa serta olehnya. Sepanjang jalan ia mengudap bulir-bulir tersebut. Sisanya yang kering dipanggang dan ditumbuk. Kemudian dicampur air panas; kopi pun ditemukan.
“Menurut sejarawan William H Uker dalam magnum opus-nya, All About Coffee (1922), kata kopi mulai masuk ke dalam bahasa-bahasa Eropa sekitar tahun 1600-an. Kata tersebut diadaptasi dari bahasa Arab: qahwa, melalui lisan Turki: kahveh . Dari istilah Arab ini lantas lahir kata koffie dalam bahasa Belanda, café dalam bahasa Perancis, caffè dalam bahasa Italia, coffee dalam bahasa Inggris, kia-fey dalam bahasa Cina, kehi dalam bahasa Jepang, dan kawa dalam bahasa Melayu.
Karena kopi dipopulerkan pertama sekali oleh para pengikut sufisme, maka kopi punya nilai spiritualitas yang tinggi. Kopi merupakan energi untuk berzikir intensif kepada Rabb. Kopi juga punya nilai sosial yang tinggi yaitu persaudaraan, silaturahmi dan kekompakan,” terang Muniruddin.
Kopi Gayo Diseruput Sufi dari Penjuru Nusantara
Rosmanidar (Mak Lombok) dari Nusa Tenggara Barat, dan Abi Sanusi dari Provinsi Bangka Belitung, merupakan dua dari seribuan pengikut sufisme yang datang ke Alur Gadeng, Pintu Rime Gayo, Bener Meriah.
Keduanya mengaku sangat Bahagia bisa menghadiri Sufi Coffee Festival yang digelar di Dayah Sufi Muda Bener Meriah.
Mereka mendapatkan banyak hal. Ibarat sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui.
Hangatnya kopi sembari bertajawuh, berzikir bersama mursyid, menghadirkan rasa puas di dalam batin. Betapa cinta kepada Ilahi melalui jalan sufisme menghadirkan kedamaian di dalam relung batin mereka.
Festival ini berlansung 3 hari 11 – 13 November 2022, mulai pagi sampai sore di Dayah Sufi Muda Bener Meriah. Festival ini di ikuti oleh ribu peserta yang datang dari seluruh nusantara dan manca negara yang kesemuanya adalah jamaah tarikat Naqsyabandiyah Al Khalidiyah murid dari Abuya Sayyidi Syaikh Ahmad Sufi Muda.
Kegiatan yang dilakukan para jamaah diacara ini, selain festival kopi adalah tawajuh bersama, kuliah alam (kuliah umum) dan makan bersama dan penggalangan dana untuk korban banjir Aceh Tamiang.
Dalam festival tersebut, peserta dibagi ke dalam tujuh kontingen. Semuanya menampilkan dan menyuguhkan racikan kopi terbaik dengan varian yang tidak terbatas. Racikan kopi diperlombakan dan penyaji kopi dengan cita rasa terbaik tampil sebagai pemenang.
Pun demikian, meski bertajuk festival kopi,bukan hanya cita rasa kopi yang ditampilkan dan diperlombakan, tetapi juga kuliner tradisional, kuliner khas dari masing – masing wilayah di Aceh dan nusantara.
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.