
Komparatif.ID, Jakarta— Pemerintah Aceh kembali menjadi sorotan usai Kementerian Dalam Negeri merilis data terbaru tentang realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) per 7 Mei 2025.
Aceh tercatat sebagai salah satu dari 10 provinsi dengan tingkat realisasi pendapatan dan belanja terendah di Indonesia, masing-masing hanya mencapai 13,30 persen dan 11,13 persen. Temuan ini mendapat perhatian langsung dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, yang menekankan pentingnya belanja daerah sebagai penggerak ekonomi lokal.
Menurut Tito, belanja pemerintah daerah tidak sekadar soal angka dalam laporan keuangan, tetapi berdampak langsung pada perputaran uang di masyarakat. Dengan daya beli yang meningkat, pertumbuhan sektor swasta pun ikut terdorong.
“Lebih dari 50 persen pendorong pertumbuhan ekonomi nasional datang dari konsumsi rumah tangga,” kata Tito dalam pernyataan resmi pada Sabtu (10/5/2025).
Ia mengingatkan bahwa lambannya serapan anggaran bisa menghambat denyut ekonomi di tingkat daerah, termasuk di Aceh.
Rendahnya realisasi APBD juga tercermin dari sejumlah kabupaten dan kota di Aceh. Kabupaten Aceh Tenggara dan Aceh Selatan, misalnya, hanya mencatat pendapatan 6,12 persen dan 6,28 persen.
Baca juga: Pemerintah Aceh Janji Percepat APBA 2025
Angka belanja pun tidak menggembirakan, masing-masing 3,40 persen untuk Aceh Selatan. Kota Subulussalam dan Lhokseumawe pun berada di posisi bawah, dengan realisasi pendapatan hanya 7,38 persen dan 14,88 persen, serta belanja Subulussalam yang hanya menyentuh 3,95 persen.
Sementara itu Kabupaten Aceh Besar mencatatkan realisasi belanja cukup tinggi, yakni 25,39 persen, masuk dalam 10 besar kabupaten dengan realisasi belanja tertinggi se-Indonesia. Kota Banda Aceh juga menunjukkan performa cukup baik di tingkat kota, dengan realisasi belanja mencapai 22,80 persen.
Secara nasional, provinsi dengan realisasi pendapatan tertinggi antara lain Papua Tengah (39,08 persen), Kalimantan Barat (35,92 persen), dan Jawa Barat (32,94 persen). Sedangkan dalam aspek belanja, Jawa Barat juga memimpin dengan 21,91 persen, disusul DI Yogyakarta (21,73 persen), dan Sumatera Utara (20,64 persen).
Di sisi sebaliknya, Aceh bersanding dengan provinsi-provinsi seperti Papua Pegunungan, Lampung, dan Papua Barat Daya dalam kelompok dengan kinerja APBD paling rendah.
Tito menekankan bahwa Kemendagri tidak hanya memantau, tetapi juga memberi perhatian khusus terhadap daerah-daerah dengan kinerja rendah.
Ia menegaskan, penyerapan APBD bukan semata-mata urusan administratif, melainkan instrumen strategis untuk mendorong pertumbuhan dan pemerataan pembangunan.