Ramai Penolakan, RUU Kesehatan Tetap Disahkan DPR

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat menyerahkan UU Kesehatan pada sidang Paripurna DPR RI, Selasa (11/7/2023). Foto: Kemenkes.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat menyerahkan UU Kesehatan pada sidang Paripurna DPR RI, Selasa (11/7/2023). Foto: Kemenkes.

Komparatif.ID, Jakarta— DPR RI pada rapat Paripurna ke-19 masa sidang V Tahun 2022-2023, Selasa (11/7/2023) akhirnya mengesahkan RUU Kesehatan menjadi Undang-undang.

Mayoritas peserta rapat menyetujui rancangan UU Kesehatan, hanya Fraksi Demokrat dan PKS yang menolak. Kedua fraksi mengkritik penghapusan belanja wajib atau mandatory spending di UU Kesehatan terbaru.

Pada rapat yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani, Demokrat dan PKS mengatakan mandatory spending yang diatur dalam Pasal 171 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan harusnya ditambah, bukan justru dihapus.

“Fraksi Partai Demokrat berkomitmen memperjuangkan anggaran kesehatan sebagai bentuk konkret keberpihakan terhadap kesehatan rakyat melalui kebijakan fiskal, kebijakan kesehatan yang telah ditetapkan minimal 5 persen dari APBN,” ujar politisi Demokrat Dede Yusuf.

Disitat dari CNN, anggota Komisi IX dari Fraksi PKS Netty Prasetiyani mengatakan penghapusan mandatory spending merupakan pukulan telak dan kemunduran bagi sektor kesehatan.

Menurutnya, amanat mandatory spending dalam UU Kesehatan masih dibutuhkan untuk pembiayaan pelayanan kesehatan dalam ketersedian jumlah anggaran yang cukup.

“Kebutuhan dana kesehatan Indonesia sebagai negara berkembang justru meningkat dari waktu ke waktu karena semakin kompleksnya masalah kesehatan di masa mendatang,” kata Netty.

Tidak hanya itu, Deden Yusuf juga menekankan liberalisasi sektor kesehatan dengan mempermudah izin masuk WNA tenaga kesehatan di rumah sakit Indonesia perlu dipertimbangkan. Menurutnya, misi penggalakan investasi dalam pengambilan kebijakan di sektor kesehatan sangatlah tidak baik.

“Di luar itu, Presiden memahami jika ada keinginan untuk menggalakkan investasi dan kepentingan ekonomi kita. Namun jika UU dan kebijakan kesehatan terlalu berorientasi pada investasi dan bisnis tentulah tidak baik,” katanya.

Baca juga: Anaknya Menyimpang, Jackie Chan Tolak Berikan Warisan

IDI juga tolak RUU Kesehatan

Penolakan UU Omnibus Kesehatan juga disuarakan berbagai pihak, termasuk paling keras dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), bersama berbagai kelompok dokter, tenaga kesehatan, hingga masyarakat sipil.

IDI sejak RUU Omnibus Kesehatan digulirkan telah menolak. Menurutnya mereka UU disusun terlalu tergesa-gesa, dan dalam waktu yang sangat singkat. Apalagi saat penyusunan terkesan ditutup-tutupi, tidak transparan, dan tidak akuntabel.

Penolakan terbesar datang dari penghapusan mandatory spending. Menurut mereka penghapusan poin ini dapat menyebabkan masalah besar di sektor kesehatan, terutama bagi masyarakat miskin dan terpencil. Dihapusnya mandatory spending, dapat membuka wilayah-wilayah rentan terhadap modal asing sehingga pelayanan kesehatan jadi semakin mahal.

Forum Guru Besar Lintas Profesi (FGBLP) dalam siaran resmi pada Senin (10/7/2023) menjelaskan penghapusan mandatory spending bertolak belakang dengan amanah Abuja Declaration WHO untuk meningkatkan anggaran kesehatan hingga 15 persen, dan TAP MPR RI X/MPR/2001 yang mewajibkan 10 persen APBN dialokasikan untuk sektor kesehatan.

Guru Besar bedah Saraf Universitas Diponegoro (Undip) Zainal Muttaqin mengatakan penyusunan RUU Omnibus Kesehatan ini sangat tidak transparan, dan tidak memenuhi keterbukaan yang diamanatkan UU No 10 Tahun 2004.

Profesor pakar epilepsi ini menilai UU Kesehatan terbaru tidak memenuhi kajian filosofis, sosiologis, dan yuridis yang cukup. Menurutnya, revisi tidak diperlukan dan UU yang ada sudah cukup kuat untuk menjamin sektor kesehatan Indonesia dapat berjalan optimal.

Ribut-ribut UU Kesehatan juga menarik minat masyarakat sipil, di media sosial Twitter netizen menduga penghapusan mandatory spending dilakukan untuk memaksimalkan pembiayaan pembangunan Ibukota baru.

“Sekarang mandatory spending alias anggaran kesehatan minimal utk daerah itu sudah tidak ada dengan disahkannya RUU, duitnya mau dialihkan utk IKN, ya makin susah kalau mau sehat pak,” cuit akun @YGles.

Artikel SebelumnyaAnaknya Menyimpang, Jackie Chan Tolak Berikan Warisan
Artikel SelanjutnyaPolda Aceh Ungkap Jaringan Narkotika Internasional, 57 kg Sabu Diamankan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here