Partai Politik Masih Enggan Perkuat Politisi Perempuan

Dr. Andhika menyebutkan partai politik masih sangat sedikit membuka ruang kepada politisi perempuan. Selama ini ruang partisipasi sekadar memenuhi kewajiban kuota 30%. Foto: HO for Komparatif.id.
Dr. Andhika menyebutkan partai politik masih sangat sedikit membuka ruang kepada politisi perempuan. Selama ini ruang partisipasi sekadar memenuhi kewajiban kuota 30%. Foto: HO for Komparatif.id.

Komparatif.ID, Banda Aceh—Partai politik hingga saat ini masih enggan memperkuat politisi perempuan. Hal ini tidak terlepas dari warisan politik maskulin yang hingga kini belum hilang dari pengelolaan parpol di Indonesia.

Demikian disampaikan oleh Dr. Andhika Jaya Putra,M.A, Rabu (11/1/2023. Ketua Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Langsa tersebut menilai peran partai politik dalam memperkuat dan membesarkan kadernya yang perempuan belum dilakukan secara serius.

Kaum hawa hanya diberikan peluang dalam konstestasi sebatas memenuhi kewajiban keterwakilan perempuan 30 %. Bila kewajiban itu tidak ada, maka sangat sedikit ruang politik diberikan kepada wanita.

Baca juga: Fitri Wahyuni, Tertarik Berpolitik Demi Membangun Perempuan

Demikian juga ketika seorang politisi perempuan sudah terpilih sebagai anggota DPRA/K, sangat kecil peluang diberikan jabatan seperti ketua fraksi dan ketua komisi. Bahkan suara-suara mereka di dalam parlemen kerap tenggelam oleh gemuruh maskulinitas; meskipun tanpa isi.

Dr. Andhika merasa perlu menyampaikan itu, menyikapi pernyataan Juru Bicara Partai Aceh Nurzahri,S.T, yang menyebutkan sedikitnya jumlah politisi perempuan yang berhasil mendapatkan kursi di lembaga perwakilan rakyat, karena sistem pemilu proporsional terbuka, memberikan peluang pemilih menentukan langsung pilihan politiknya kepada siapa.

“Di dalam kenyataannya, dalam prakteknya, pemilik suara akan memilih kandidat yang dinilai cakap. Pemilih tidak mempertimbangkan jenis kelamin. Kalau bagus pasti akan dipilih. Jadi sistem proporsional terbuka memang sangat dinamis dan ketat,” sebut Nurzahri, alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut.

Nurzahri menyebutkan minimnya keterwakilan perempuan di DPRA/K di seluruh Aceh, bukan disebabkan oleh partai politik, karena masih banyak perempuan yang maju sebagai caleg memiliki jejaring yang kecil. Tidak dikenal publik.

Kondisi ini bukan semata terjadi di Aceh, tapi juga di seluruh Indonesia, bahkan di seluruh dunia. “Coba lihat apakah ada negara yang perempuannya dapat lebih banyak di kursi parlemen? Tidak ada kan? Apakah isu gender di negara-negara yang diklaim maju baru dimulai hari ini?” kata Nurzahri.

Meskipun demikian, Partai Aceh tetap menyediakan ruang cukup lega kepada perempuan untuk dapat maju dan terpilih sebagai anggota DPRA/K. Lebih dari itu, Partai Aceh juga membuka kesempatan peningkatan kualitas sumber daya perempuan melalui sekolah-sekolah politik berupa kursus melalui berbagai pelatihan.

Masih Banyak Kekurangan Pada Politisi Perempuan

Meski menyebutkan partai politik sangat sedikit memberikan ruang kepada perempuan, Dr. Andhika mengatakan bukan bermakna kaum hawa tanpa kelemahan. Mereka belum memiliki rasa percaya diri tinggi. Bahkan yang sudah terpilih saja, masih enggan tampil di muka publik, lebih memilih duduk diam.

Dukungan keluarga di Aceh terhadap kiprah perempuan di ruang politik juga masih sangat lemah. Banyak yang memiliki potensi bagus tapi tidak mendapatkan dukungan dari lingkaran keluarga, sehingga mereka memilih pasif saja.

Oleh karena itu Andhika mendorong partai politik supaya memberikan ruang lebih besar, kepercayaan lebih baik kepada politisi perempuan yang sudah berhasil meraih dukungan rakyat. Jangan justru di-PAW ketika sudah duduk sebagai legislator.

Artikel SebelumnyaAzwardi Lantik Pengurus MPD Aceh Utara Periode 2023-2027
Artikel SelanjutnyaRibuan Sekolah Dibakar di Aceh Pada Masa Konflik

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here