Boh usen merupakan kue khas Lebaran di Aceh. Generasi 70-90-an pasti tidak asing dengan boh usen. Kue yang berbahan baku tepung beras tersebut, selalu mengisi toples yang dihidangkan di meja tamu saat Lebaran tiba.
Bagi yang illiterated bahasa Aceh, mendengar kue boh usen tentu akan tergelitik. Mengira bila nama tersebut cabul. Orang-orang yang minim menguasai khazanah Aceh pasti akan mengira bila boh usen adalah penis si husin. Padahal tidak ada hubungan sama sekali.
Boh usen tidak punya hubungan apa pun dengan penis si husin atau alat kelain homo sapiens lainnya. Lalu mengapa diberi nama boh usen?
Di Aceh ada pohon yang namanya usen. Bak usen. Daunnya bulat-bulat kecil, buahnya bengkok mirip bulan sabit, meskipun tidak sangat serupa. Dari buah bak usenlah lahirnya inspirasi kue boh usen.
Baca: Nasi Kebuli Tu Sudan, Harga Sebumi, Rasa Selangit
Secara kebetulan, di Aceh penis, buah, telur, semuanya disebut boh. Sedangkan Husin/Hussein di Aceh disebut Usen/Husen. Jadi bagi yang tidak memahami bahasa Aceh secara baik dan benar, akan mengira bila kueh boh usen merupakan nama yang cabul dan tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan agama mayoritas orang Aceh.
Orang Aceh sama seperti orang lain di berbagai belahan dunia. Ada yang cabul, ada yang tidak cabul. Orang Aceh sama seperti komunitas Islam di berbagai belahan dunia. Meskipun ada yang cabul, tapi urusan nama, mereka tidak akan main-main.
Kue tersebut bukan satu-satunya nama penganan di Aceh yang terkesan cabul bila dilihat dari sudut pandang budaya luar. Memek simeuleu. Padahal memek yang dimaksud adalah mengunyah, bukan kemaluan perempuan. Orang-orang asli Simeulue tentu tidak merasa risih dengan sebutan memek. Tapi bagi orang luar, setidaknya terdengar aneh. Bagi yang saklek, segera mengasosiasikannya dengan sesuatu yang cabul; tak beradat; tak beretika; menista nilai-nilai keacehan yang religius.
Dua nama makanan tadi tidaklah sama dengan martabak puko keubeu yang selama ini disebut secara informal. Martabak puko keubeu atau apam keubeu merupakan plesetan dari nama resmi martabak kacang. Kenapa disebut martabak puko keubeu atau apam keubeu? Karena bila dilihat dari depan mirip dengan alat kelamin kerbau betina. Itu katanya.
Kembali ke soal kue tersebut, di tengah prasangka terhadapnya yang seringkali salah, kue itu merupakan hidangan Lebaran di Aceh yang sangat enak bila dikudap sembari menyeruput sirup.
Boh usen dibuat dari tepung beras yang dicampur gula pasir, santan, telur, dan minyak goreng. Setelah semua bahan dicampur menjadi satu, kemudian ditipiskan dan dicetak menggunakan mulut gelas yang bulat. Hasil cetakannya mirip bulan sabit. Selanjutnya digoreng.
Dulu, hampir tiap rumah tangga di Aceh menyajikannya kepada tamu yang berlebaran. Kue tersebut meramaikan khazanah perlebaranan bersama marke, kembang Loyang, seupet, dodol, wajik, serta yang paling istimewa timphan.
Era telah berubah. Semakin sedikit keluarga yang menyajikan boh usen di meja tamu. Bisa jadi, Gen Z ada yang tidak tahu bila kue tersebut pernah ada di Aceh.
Mari menjaga khazanah kuliner kita, supaya anak cucu kelak mengenal bahwa kita punya beragam kekayaan budaya. Ada yang lahir secara mandiri hasil kreasi nenek moyang, ada pula yang berasal dari pengabdosian dari budaya luar.