Komparatif.ID, Jakarta— Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Republik Indonesia, Pujiyono Suwadi, menegaskan produk jurnalistik tidak dapat dikenai pasal obstruction of justice atau perintangan penyidikan.
Penegasan ini disampaikan merespons penetapan seorang direktur televisi swasta sebagai tersangka dalam kasus dugaan perintangan penyidikan perkara impor gula oleh Kejaksaan Agung.
Pujiyono mengatakan produk jurnalistik, meski bernada keras atau negatif, tetap bukan merupakan delik hukum yang dapat dikategorikan sebagai obstruction of justice.
“Produk media, produk jurnalistik, sekejam apapun, senegatif apapun, itu tidak bisa dijadikan sebagai delik termasuk delik OJ,” ujar Pujiyono pada konferensi pers di Jumat (2/5/2025).
Ia menjelaskan terdapat perbedaan mendasar antara definisi perintangan penyidikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Baca juga: Perkuat Tata Kelola, Aceh Luncurkan Program Satu Data
Dalam KUHP, perintangan dipahami sebagai tindakan yang secara nyata dan langsung menghambat proses hukum. Sementara dalam UU Tipikor, pendekatan yang digunakan lebih ketat, tindakan sekecil apa pun yang dinilai mengganggu jalannya penyidikan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran.
Meski begitu, Pujiyono tetap menekankan produk jurnalistik tidak bisa dimasukkan dalam kategori tersebut.
Menurutnya, jurnalistik merupakan bagian penting dalam mekanisme kontrol dan keseimbangan dalam sistem penegakan hukum. Ia menganggap pengawasan publik, termasuk yang dilakukan oleh media massa, merupakan pelengkap dari pengawasan internal institusi penegak hukum.
Tanpa kontrol dari luar, proses penegakan hukum dinilai bisa kehilangan arah. Karena itu, ia dengan tegas menolak anggapan bahwa produk jurnalistik bisa menghambat penyidikan hanya karena sifatnya yang kritis.
Dalam kasus penetapan tersangka terhadap Direktur Televisi Swasta, Pujiyono menjelaskan yang dijadikan dasar bukanlah hasil liputan atau siaran berita, melainkan kedudukan yang bersangkutan sebagai direktur pemberitaan dan adanya dua alat bukti lain yang mendukung dugaan keterlibatannya.
Ia memastikan produk jurnalistik yang bersangkutan sama sekali tidak menjadi bagian dari barang bukti atau dasar hukum penetapan tersangka.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung diketahui menetapkan Direktur Televisi Swasta Tian Bahtiar sebagai tersangka dalam kasus dugaan obstruction of justice terkait perkara korupsi di sektor pertambangan timah dan importasi gula.
Namun status penahanannya dialihkan dari tahanan rutan menjadi tahanan kota. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyampaikan sejak 24 April 2025, penyidik telah resmi mengalihkan status penahanan tersangka menjadi tahanan kota di Bekasi.