Komparatif.ID, Banda Aceh— M. Zaini Yusuf, adik kandung mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, Senin (19/9/2022) resmi ditahan oleh Kejaksaan Negeri Banda Aceh atas dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan dalam pengelolaan anggaran Atjeh World Solidarity Cup (AWSC) 2017. Mantan Presiden Aceh United FC tersebut dititipkan pada Rutan Kelas II B Kajhu, Banda Aceh.
Surat perintah nomor: Print-13/L.1.10/Fd.1/09/2022, tentang penahanan terhadap Muhammad Zaini bin Yusuf, ditandatangani oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Banda Aceh Edi Ermawan,S.H.,M.H. Ketua DPW Partai Nanggroe Aceh (PNA) Kota Banda Aceh tersebut ditahan sejak 19 September sampai 8 Oktober 2022.
Kuasa Hukum M. Zaini yaitu Zaini Djalil,S.H, dari Firma Hukum Zaini Djalil & Associates, kepada Komparatif.id, menyebutkan penahanan terhadap tersangka terlalu dipaksakan oleh Kajari Banda Aceh.
Kuasa hukum yang baru ditunjuk oleh tersangka pada 13 September 2022, menyebutkan meskipun tindakan penahanan tersangka merupakan hak subjektif penyidik, akan tetapi biasanya seseorang ditahan dalam status tersangka dilatarbelakangi oleh tiga hal. Pertama berpotensi melarikan diri; kedua, berpotensi menghilangkan barang bukti, dan ketiga mengulangi perbuatannya.
Untuk tiga alasan tersebut, semuanya tidak mungkin dilakukan oleh M. Zaini. Karena kasus yang kini ditimpakan kepada Zaini Yusuf, sudah pernah diputuskan hukum oleh pengadilan, dua orang telah ditetapkan bersalah dan kini sedang menjalani hukuman di penjara.
Baca juga: Jadi Tersangka, Zaini Yusuf Ditahan di Lapas Kajhu
Barang bukti telah dimiliki terlebih dahulu oleh pihak penyidik. Di sisi lain, selama ini Zaini Yusuf juga sangat kooperatif. Dia pernah menjadi saksi pada kasus yang kini menjerat dirinya dalam lingkar ketidakpastian hukum.
Menurut Zaini Djalil Kejari Banda Aceh terkesan show of force, ketimbang berikhtiar sekuat tenaga menghadirkan keadilan hukum. Kejaksaan Negeri Banda Aceh seharusnya tidak bertindak sekadar mencari popularitas. Karena hal yang peling penting diutamakan adalah keadilan dalam penegakan hukum.
“Saya ingin tegaskan, tidak mungkin klien kami [Zaini Yusuf] menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Mengingat seluruh alat barang bukti khususnya segala surat-surat telah dilakukan penyitaan oleh Penyidik terhadap kasus sebelumnya atas terdakwa Simon dan Moh Saadan.
klien kami juga sangat kooperatif dalam proses penyidikan, dibuktikan dengan klien kami hadir saat dilakukan pemeriksaaan, apalagi penyidik tetap menggunakan hasil audit yang sama untuk klien kami sebagaimana audit terhadap tersangka sebelumnya, sepatutnya meskipun itu kewenangan subjektif dari penyidik,” sebut Zaini Djalil.
Menurut Zaini Djalil, meskipun penyidik memiliki subjektifitas dalam melakukan penegakan hukum, tapi juga tidak boleh mengabaikan objektifitas. Bahkan pihak kuasa hukum telah mengajukan penangguhan penahanan dengan jaminan keluarga, tapi diabaikan oleh Kejari Banda Aceh.
Zaini Yusuf Tidak Lakukan Pelanggaran Hukum
Lebih lanjut Zaini Djalil menyebutkan bahwa kliennya tidak melakukan pelanggaran hukum dalam kasus AWSC 2017. Dalam kepanitiaan, Zaini Yusuf ditunjuk sebagai penasihat, posisi yang sama juga diberikan kepada Kapolda Aceh dan kejati Aceh. Artinya Zaini Yusuf bukan panitia yang mengoperasikan turnamen.
Perihal dia dituduh melakukan tindak pidana korupsi penyimpangan anggaran Rp 730 juta, merupakan hal yang tidak benar. Karena uang tersebut merupakan utang yang dibayarkan kepadanya oleh panitia. Sebab panitia berutang kepada Zaini Yusuf Rp2,650 miliar.
“Klien kami memberikan utang kepada panitia, agar AWSC 2017 berjalan tanpa kendala. Karena bila sekadar mengandalkan APBA yang kala itu belum cair, maka turnamen internasional itu terancam batal,” terang Zaini Djalil.
Perihal pinjaman itu juga telah terbukti dipersidangan, sesuai dengan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor : 2/Pid.Sus-TPK/2022/PN Bna.
Majelis Hakim dalam pertimbangannya menyebutkan “Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan tersebut, terdakwa Moh Saadan Bin Abidin selaku ketua panitia AWSC telah meminjam uang melalui Muhammad Zaini sejumlah Rp2.650.000.000.”
Bila penyidik beralasan bahwa pembayaran uang tersebut bersumber dari pembayaran hak siar dari PSSI dan tidak melalui mekanisme pengelolaan keuangan Negara, merujuk pada nalar hukum yang benar, maka itu di luar tanggung jawab Zaini Yusuf.
Seharusnya yang dipanggil untuk diperiksa oleh Kejari Banda Aceh yaitu pihak PSSI, mengapa mengirimkan uang tersebut kepada Simon dan Saadan?
“Bila aturannya semua keuangan itu harus masuk ke dalam rekening panitia, mengapa yang diperiksa bukan pihak PSSI. Mengapa mereka mentransfer biaya hak siar televisi kepada Simon dan Saadan?” tegas Zaini Djalil.
Mantan ketua DPW Partai NasDem Provinsi Aceh tersebut mengatakan uang yang diterima Zaini Yusuf dari Saadan merupakan penbayaran utang-piutang, bukan kasus penyimpangan anggaran.
“Sampai sekarang uang klien kami yang masih tersangkut pada panitia AWSC 2017 Rp1.920.000.000. Kan aneh cara kerja Kejari Banda Aceh. Ada apa sebenarnya? Ini patut menjadi perhatian publik. Karena hal seperti ini bisa terjadi terhadap siapa saja. Menurut kami nuansa politik lebih kental ketimbang penegakan hukum murni. Kalau ini penegakan hukum murni, maka klien kami tidak kan pernah dijadikan tersangka,” sebutnya.
Berharap Dipercepat
Zaini Djalil berharap perkara tersebut dapat segera dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Banda Aceh, karena semua barang bukti telah dimiliki oleh Penyidik atas dasar perkara sebelumnya Nomor : 2/Pid.Sus-TPK/2022/PN Bna.
Sesuai dengan asas peradilan pidana “peradilan cepat dan biaya ringan”, sehingga penegak hukum dalam rangka pemberantasan korupsi dapat bekerja secara profesional dan berkeadilan, karena hakikat hukum dapat memberikan rasa keadilan bagi setiap warga negara.
Langkah apa yang akan ditempuh oleh pihak kuasa hukum? Zaini Djalil mengatakan pihaknya sedang membahas hal tersebut secara internal. “nanti saya kabari lagi,” imbuhnya.