Benny K. Harman: Perpanjangan Dana Otsus Aceh Tak Bisa Hanya Berdasar Sejarah

Benny K. Harman: Perpanjangan Dana Otsus Aceh Tak Bisa Hanya Berdasar Sejarah
Anggota DPR RI Fraksi Demokrat, Benny K. Harman. Foto: TVR Parlemen.

Komparatif.ID, Jakarta— Anggota DPR RI Fraksi Demokrat, Benny K. Harman, menegaskan wacana perpanjangan dana otonomi khusus (Otsus) Aceh tidak boleh dilakukan hanya dengan mempertimbangkan alasan historis atau transisional pascakonflik.

Ia menilai keputusan tersebut harus berlandaskan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Hal itu disampaikan Benny saat RDPU Badan Legislasi DPR RI terkait penyusunan RUU perubahan undang-undang tersebut, Kamis (13/11/2025) di Jakarta.

Benny mengingatkan UU Pemerintahan Aceh lahir dari proses yang sarat dinamika dan penuh pertimbangan setelah penandatanganan perjanjian damai Helsinki. Ia mengatakan pernah mengikuti langsung proses pembahasan undang-undang itu.

“Terus terang, pada saat pembahasan ini di pansus, dinamikanya cukup menegangkan. Tetapi prinsip yang kami gunakan saat itu adalah selain konsensus Helsinki, ada semacam perasaan. Duka Aceh adalah duka kami yang lain juga. Suka cita Aceh merupakan suka cita kami yang lain juga,” ujarnya.

Meski demikian, Benny menegaskan perdamaian tidak boleh ditukar dengan prinsip negara kesatuan. Ia mengatakan sejumlah pasal kesepakatan dalam UU Pemerintahan Aceh hingga saat ini belum dilaksanakan oleh pemerintah pusat maupun daerah.

Baca juga: Mustafa Abubakar: Durasi Ideal Otsus Aceh Minimal 60 Tahun

“Ini catatan penting. Mengapa ini catatan penting? Supaya tidak hanya sekadar soal apakah dana otonomi khusus mau nambah atau tidak. Saya rasa jangan direduksi ke situ. Jadi jangan hanya soal dana Otsus saja,” kata Benny.

Menurutnya, jika revisi UU Pemerintahan Aceh ingin dilakukan, maka harus dimulai dengan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi undang-undang selama dua dekade terakhir.

“Kalau kita tidak tahu mengapa sejumlah pasal tidak dilaksanakan, kita mau apa sebenarnya dengan revisi undang-undang ini?” ucapnya.

Mengenai dana Otsus, Benny menyampaikan perdebatan terjadi antara kelompok yang mendukung dan menolak perpanjangan. Ia menyebut pendukung perpanjangan beralasan bahwa dana tersebut diperlukan untuk menjaga keadilan transisional, memperkuat rasa saling percaya pascakonflik, serta mengurangi kesenjangan kemiskinan di Aceh.

Sementara pihak yang menolak menilai bahwa perpanjangan justru memperkuat ketergantungan fiskal Aceh terhadap pemerintah pusat.

“Mendukung perpanjangan itu sama dengan mendukung ketergantungan fiskal yang berlebihan. Kapan lagi pusat transfer? Kurang lebih 10 triliun tiap tahun selama 20 tahun. Dan kita inginnya supaya bebaskan Aceh dari ketergantungan fiskal,” ujarnya.

Benny juga menyinggung perlunya akuntabilitas. “Jangan sedikit-sedikit Helsinki. Dua puluh tahun ini bikin apa? Kita mulai sesuatu yang baru dalam rumah negara kesatuan Republik Indonesia,” katanya.

Meski tidak memilih berpihak pada kelompok pro atau kontra, Benny mengusulkan adanya jalan tengah berupa perpanjangan bersyarat. “Kita harus mendukung perpanjangan dana Otsus tadi, tetapi dengan syarat. Jadi perpanjangan bersyarat,” ujarnya.

Ia menilai dana tersebut harus diarahkan terutama untuk pengembangan sumber daya manusia serta dikelola berbasis kinerja.

Benny juga membuka kemungkinan perlunya pengawasan bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah Aceh untuk memastikan manfaat dana Otsus tepat sasaran. Ia menutup pandangannya dengan pesan khusus untuk masyarakat Aceh.

“Sehingga nanti, waktu kita perpanjang, betul-betul bermanfaat untuk saudara-saudara saya di Aceh. Kami mendukung sepenuhnya. Salam untuk saudara-saudara saya di Aceh,” ujarnya.

Artikel SebelumnyaMustafa Abubakar: Durasi Ideal Otsus Aceh Minimal 60 Tahun

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here