Komparatif.ID, Banda Aceh— Rektor Universitas Abulyatama (Unaya), Dr Nurlis Effendi, menyesalkan sikap Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah XIII Aceh yang hingga saat ini belum menyalurkan tunjangan sertifikasi dosen (serdos) kepada 81 dosen di kampusnya.
Tunjangan tersebut semestinya sudah diterima setiap tanggal 10 setiap bulannya, namun sampai Kamis (24/4/2025) belum juga dibayarkan. Nurlis menyebut tindakan LLDIKTI itu sebagai bentuk ketidakadilan. Ia mempertanyakan motif di balik penahanan tunjangan yang merupakan hak pribadi para dosen berdasarkan prestasi akademik yang telah diakui negara.
Ia mengatakan tunjangan tersebut adalah bentuk apresiasi negara atas sertifikasi yang diperoleh para dosen secara profesional, sehingga tidak seharusnya dikaitkan dengan dinamika internal kampus.
“Itu hak dosen. Apakah hendak memperkeruh keadaan. Itu perbuatan zalim,” kata Rektor Unaya Dr Nurlis Effendi di Banda Aceh, Jumat (24/4/2025).
Nurlis menduga LLDIKTI Aceh menghubungkan pencairan serdos dengan konflik internal yang saat ini sedang berlangsung di Unaya. Menurutnya, hal itu menunjukkan ketidakprofesionalan lembaga yang seharusnya netral dan berfungsi sebagai fasilitator pendidikan tinggi.
Ia menyayangkan sikap LLDIKTI yang menurutnya telah menyeret para dosen ke dalam pusaran konflik, padahal para dosen tidak terlibat langsung dalam persoalan manajerial atau struktural kampus.
Baca juga: Demo di Unaya Ricuh, Satu Anggota Satgas Tewas
“Lembaga yang seharusnya memberi solusi, kini malah sangat terlihat ikut memperkeruhnya,” katanya.
Nurlis menuding lembaga itu tidak lagi menjalankan perannya sebagai pemberi solusi, melainkan terlibat langsung dalam konflik. Ia menyebut sikap tersebut terpusat pada kepemimpinan Kepala LLDIKTI Aceh, Dr Rizal Munadi, yang menurutnya gagal mengambil langkah objektif dan adil dalam menangani situasi di Unaya.
“Di situ simpul masalahnya. Kami sudah dua kali berkunjung ke LLDIKTI Aceh secara resmi, demikian juga para dosen, dan bahkan mahasiswa. Semua bertanya soal penyelenggaraan Universitas Abulyatama,” kata Nurlis.
Rektor Unaya juga menjelaskan pihaknya telah dua kali melakukan kunjungan resmi ke LLDIKTI Aceh, baik dari pihak rektorat, dosen, maupun mahasiswa, untuk mempertanyakan kejelasan penyelenggaraan kampus.
Dalam pertemuan-pertemuan itu, menurut Nurlis, LLDIKTI secara konsisten menyatakan bahwa legalitas Universitas Abulyatama berada pada Yayasan Abulyatama Aceh. Pernyataan itu juga diperkuat dengan dokumen sah berupa Keputusan Kemendiktisaintek Nomor 304/KPT/I/2019 tertanggal 30 April 2019, yang menetapkan Yayasan Abulyatama Aceh sebagai badan penyelenggara Universitas Abulyatama.
Namun, Nurlis mengatakan pihak rektorat demisioner tidak menerima kenyataan hukum tersebut. Ia menduga ada pihak-pihak yang tidak rela melepas jabatan yang telah lama dinikmati, sehingga muncul keinginan untuk mempertahankan posisi dengan berbagai cara.
Keinginan itu, menurut Nurlis, tampaknya mendapat ruang dari sikap LLDIKTI Aceh yang membiarkan konflik terus bergulir tanpa kepastian penyelesaian. Ia bahkan menyebut konflik internal kampus sempat memuncak hingga terjadi kekerasan fisik yang mengakibatkan luka-luka dan korban jiwa.
Situasi ini diperparah dengan langkah LLDIKTI Aceh yang menahan tunjangan sertifikasi dosen. Bagi Nurlis, tindakan tersebut menunjukkan adanya pola gerakan yang menurutnya terstruktur, sistematis, dan masif untuk memperkeruh suasana kampus.
Ia menilai lembaga yang seharusnya menjadi mitra strategis dalam membangun dunia pendidikan justru berperan dalam merusaknya. Nurlis mendesak agar situasi ini segera diselesaikan secara adil, karena jika dibiarkan akan berdampak langsung terhadap iklim akademik dan kesejahteraan para dosen yang menjadi tulang punggung pendidikan tinggi di kampusnya.
“Jadi gerakannya untuk memperkeruh suasana terlihat sangat terstruktur, sistematis, dan masif. Ini harus segera diselesaikan,” pungkasnya.
Kepala LLDIKTI XIII Dr. Rizal Munadi, sampai berita ini tayang, belum merespon upaya konfirmasi dari Komparatif.ID.
pertama kali saya baca ada rektor dari satu universitas sedrama ini. menggiring opini sana-sini, daripada kerja di balik layar sebagai rektor. biasanya, orang-orang yang cenderung terlalu banyak drama di publik, nggak punya power di privat.