Waspada Infeksi Streptokokus, Penyebab Rematik Jantung

Dr. Erta Wijaya menyarankan dilakukan penelitian tentang cemaran e coli. Karena varian e coli bisa menyebabkan gagal ginjal akut. Foto: dikutip dari Facebook Dr. Erta. Waspada Infeksi Streptokokus, Penyebab Rematik Jantung
Dr. Erta Wijaya. Foto: dikutip dari Facebook Dr. Erta.
Penyakit jantung rematik masih cukup sering terjadi di Indonesia, meskipun di negara maju penyakit ini sudah sangat jarang ditemui. Penyebab utamanya adalah infeksi tenggorokan oleh bakteri streptokokus grup A yang tidak ditangani dengan baik.

***

Radang tenggorokan kerap dianggap penyakit ringan yang cukup diatasi dengan istirahat dan minuman hangat. Namun di balik gejala sepele itu, bisa tersembunyi ancaman serius yang bisa merusak jantung dan memerlukan operasi besar.

Salah satu kasus yang paling membekas buat saya adalah seorang mahasiswi, usianya masih di awal 20 tahunan. Awalnya ia mengeluh sesak dan gangguan irama jantung. Setelah dirawat, diobati, Alhamdulillah keluhan membaik, tapi setelah diperiksa lewat USG jantung alias ekokardiografi, ternyata ada penyempitan katup yang cukup berat.

Penyempitan ini terjadi pada katup mitral, dan cukup parah sampai menyebabkan gejala. Pilihannya? Operasi penggantian katup. Tapi ini bukan keputusan gampang. Soalnya, kalau diganti, pasien harus minum obat pengencer darah seumur hidup—yang mana berisiko tinggi saat hamil. 

Tapi kalau gak dioperasi? Ya nggak bisa hamil juga, karena jantungnya gak akan kuat. Serba salah, kan? 

Yang membuat hati saya miris adalah: kondisi seperti ini sebenarnya bisa dicegah. Ya, penyakit jantung rematik ini masih cukup sering terjadi di Indonesia, dan semuanya bermula dari satu hal yang sangat umum: infeksi tenggorokan oleh bakteri streptokokus grup A. 

Bukan karena keturunan, bukan karena nasib buruk—tapi karena infeksi yang berulang dan tidak tertangani tuntas.

Awalnya, infeksinya biasa aja. Radang tenggorokan. Panas, nyeri saat menelan, demam. Tapi karena gejalanya ringan, sering kali cuma diobati dengan minuman seperti lasegar, tolak angin, atau teh anget pakai jeruk nipis. Boro-boro ke dokter lalu diobati antibiotik hingga tuntas.

Padahal infeksi streptokokus itu bisa menipu. Kalau tidak diobati dengan antibiotik yang sesuai dan cukup lama (biasanya 10 hari), maka bakteri bisa “mengajarkan” sistem imun tubuh kita untuk menyerang jaringan sendiri, terutama katup jantung.

Dan inilah awal mula dari penyakit jantung rematik. Bukan dari virus, bukan dari makanan tinggi kolesterol, tapi dari respon imun tubuh sendiri yang keliru, akibat perkenalan terlalu sering sama si kuman streptokokus.

Infeksi streptokokus paling sering menyerang tenggorokan. Ciri khasnya biasanya nyeri saat menelan, kemerahan di daerah tenggorokan, demam, bisa tidak terlalu tinggi, ada nanah di tonsil (amandel), dan kelenjar leher ikut bengkak. Kalau hanya pilek ringan, batuk, dan suara bindeng tanpa demam, kemungkinan besar itu virus.

Masalahnya, infeksi tenggorokan karena virus dan bakteri gejalanya suka mirip-mirip. Tapi streptokokus itu harus dibunuh pakai antibiotik. Kalau nggak, dia bisa kembali lagi, dan lagi, dan lagi.

Lebih seram lagi, infeksi streptokokus gak cuma di tenggorokan. Di mulut dan kulit juga bisa. Banyak pasien saya yang punya jantung bermasalah ternyata juga punya masalah gigi yang gak disadari: karang gigi, gigi busuk, gigi tinggal akar. Bahkan infeksi sampai bikin pipi bengkak pun kadang dianggap “nanti juga kempes sendiri.”

Baca jugaE Coli Patut Diduga Sebagai Penyebab Gagal Ginjal Anak

Padahal, mulut itu gerbang ke sistem sirkulasi. Kalau infeksi di sana dibiarkan, bakteri bisa menyebar ke darah dan mampir ke katup jantung yang sudah lemah. Jadilah infeksi katup jantung (endokarditis) atau semakin parahnya penyakit rematik jantung.

Kalau di kulit, infeksi streptokokus juga bisa muncul. Sering terjadi di anak-anak atau remaja yang tinggal di pesantren atau asrama. Salah satu yang paling sering adalah infeksi sekunder akibat scabies—ya, kudis itu. Luka garukan yang terinfeksi bisa jadi pintu masuk kuman streptokokus.

Tanda-tandanya? Luka kecil yang jadi bernanah, memerah, dan terasa nyeri. Kalau infeksi ini sering kambuh, tubuh kita bisa lagi-lagi merespon secara berlebihan dan membentuk demam rematik akut—sebuah kondisi peradangan sistemik yang bisa menyerang sendi, otot, kulit, bahkan otak. Tapi target utamanya tetap: katup jantung.

Gejala demam rematik akut ini bisa ringan banget sampai gak terasa. Kadang hanya demam yang naik-turun. Kadang sendi terasa nyeri dan bengkak sebentar, lalu hilang. Tapi diam-diam, sistem imun menyerang jaringan katup jantung. Dan rusaknya gak main-main—lama-lama bisa menyebabkan penyempitan atau kebocoran katup yang permanen.

Maka terjadilah siklus: infeksi streptokokus → respon imun berlebihan → sedikit kerusakan katup → infeksi lagi → kerusakan tambah parah → dan seterusnya… sampai akhirnya muncul keluhan jantung. Dan waktu itu terjadi, seringnya sudah telat. Sudah perlu operasi.

Saya menulis artikel ini bukan untuk menakut-nakuti. Tapi untuk mengingatkan, bahwa sesuatu yang terlihat sepele seperti radang tenggorokan, kalau berulang dan tidak diobati dengan benar, bisa jadi awal dari kerusakan jantung yang besar.

Jadi kalau anak Anda atau Anda sendiri mengalami nyeri tenggorokan berulang, demam tinggi, atau infeksi kulit yang tidak membaik, jangan anggap remeh. Periksa ke dokter. Dan kalau memang perlu antibiotik, habiskan sesuai aturan. Jangan stop minum obat hanya karena sudah merasa baikan di hari ketiga.

Dan kalau Anda sudah pernah mengalami infeksi streptokokus berulang, punya gejala seperti cepat lelah, sesak saat aktivitas ringan, atau detak jantung tidak beraturan, silakan periksa ke Klinik Kiera. Kami bisa lakukan pemeriksaan ekokardiografi (USG jantung) untuk melihat apakah katup jantung Anda masih sehat atau sudah mulai terpengaruh.

Dan tentu saja, di Klinik Kiera Anda juga bisa konsultasi menggunakan BPJS, karena kami punya komitmen: menyediakan layanan kesehatan jantung berkualitas dan terjangkau untuk semua kalangan.

Ingat, lebih baik obati radang tenggorokan sekarang daripada operasi jantung lima tahun kemudian.

Penulis: Dr Erta Priadi Wirawijaya, Sp. JP. Kardiolog. Tulisan ini dikutip dari Facebook Dr. Erta. 

Artikel SebelumnyaSKCK Hilang karena Musibah? Ini Penjelasan Polresta Banda Aceh
Artikel SelanjutnyaMualem Teken MoU Pembangunan Pabrik Minyak Goreng
Redaksi
Komparatif.ID adalah situs berita yang menyajikan konten berkualitas sebagai inspirasi bagi kaum milenial Indonesia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here