Perusahaan Jerman Sewa Detektif untuk Bongkar Karyawan Bohong Cuti Sakit

Perusahaan Jerman Sewa Detektif untuk Bongkar Karyawan Bohong Cuti Sakit Ilustrasi: Komparatif.ID.
Ilustrasi: Komparatif.ID.

Komparatif.ID, Berlin— Perusahaan-perusahaan di Jerman mulai mengandalkan detektif swasta untuk menyelidiki apakah karyawan yang mengajukan cuti sakit jangka panjang benar-benar sakit, atau hanya memanfaatkan sistem untuk beristirahat.

Melansir AFP, salah satu agen detektif yang membuka layanan penyelidikan karyawan cuti, Lentz Group, mengungkapkan bisnis menyelidiki karyawan yang sedang cuti sakit sejak akhir 2021 terus berkembang pesat.

Marcus Lentz, pendiri agensi ini, menyebutkan perusahaannya kini menerima sekitar 1.200 permintaan setiap tahunnya, angka yang dua kali lipat lebih banyak dibandingkan beberapa tahun lalu.

Menurut German Federal Statistical Office (BPS Jerman), rata-rata pekerja di Jerman mengambil cuti sakit selama 15,1 hari pada 2023, meningkat dari 11,1 hari pada 2021.

Angka ini bahkan diperkirakan menyebabkan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) Jerman sebesar 0,8 persen pada 2023, yang turut berkontribusi pada kontraksi ekonomi sebesar 0,3 persen.

Salah satu perusahaan asuransi kesehatan terkemuka di Jerman, TK, juga melaporkan rata-rata hari sakit yang tinggi, dengan rata-rata 14,13 hari sakit di kalangan pekerja yang diasuransikan pada sembilan bulan pertama tahun 2024.

Baca juga: Mendikdasmen: Libur Sekolah Selama Ramadan Belum Diputuskan

Tingginya angka cuti sakit ini disinyalir terkait dengan kebijakan pascapandemi yang mempermudah karyawan untuk mendapatkan izin sakit, bahkan hanya melalui konsultasi telepon.

Selama pandemi Covid-19, Jerman menerapkan kebijakan yang memungkinkan karyawan untuk memperoleh surat sakit meskipun gejala yang mereka alami ringan. Namun, kebijakan ini memicu penyalahgunaan setelah pandemi berakhir, dengan banyak karyawan yang berpura-pura sakit untuk mendapatkan cuti.

Di Jerman, pekerja yang sakit berhak atas gaji penuh dari perusahaan selama enam minggu pertama. Setelah periode tersebut, lembaga asuransi kesehatan mulai memberikan tunjangan sakit.

Melihat dampak keuangan dari tingginya angka ketidakhadiran ini, sejumlah perusahaan di Jerman lalu memilih untuk menggunakan jasa detektif swasta untuk memverifikasi keabsahan cuti sakit.

Meskipun biayanya tidak diungkapkan secara rinci, perusahaan-perusahaan ini percaya bahwa penyelidikan tersebut merupakan investasi yang layak untuk menanggulangi ketidakefisienan di tempat kerja.

Lentz menambahkan banyak perusahaan kini semakin enggan menerima karyawan yang cuti sakit secara terus-menerus. “Jika seseorang sering mengajukan cuti sakit selama 30, 40, atau bahkan 100 hari dalam setahun, pada suatu titik mereka akan menjadi tidak menguntungkan bagi perusahaan,” ujarnya.

Namun, pengumpulan bukti terhadap karyawan yang diduga menyalahgunakan cuti sakit tidak selalu berujung pada pemecatan.

Sebagai contoh, di Italia, seorang sopir bus dipecat setelah ketahuan bermain piano dan bernyanyi di bar saat cuti sakit. Meski demikian, Mahkamah Agung Italia memutuskan bahwa kegiatan tersebut justru membantu memperbaiki kondisi mental karyawan, dan memerintahkan agar ia dipulihkan ke pekerjaannya.

Artikel SebelumnyaPatrick Kluivert Sebut ingin Lampaui Pencapaian STY
Artikel SelanjutnyaWabar, Hewan Kesayangan Abu Jahal yang Jadi Rahasia Vitalitas Pria Arab

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here