Wim van den Doel yang menulis biografi Prof. Dr. Cristian Snouck Hurgronje, mengangkat sisi lain Sang Orientalis dari Universitas Leiden. Di dalam buku biografi berjudul Snouck: het volkomen geleerdenleven van Christiaan Snouck Hurgronje. Wim yang juga guru besar di almamater yang sama, mengajukan sisi lain sang ilmuan.
Setelah sekian lama akhirnya biografi tentang Snouck Hurgronje diluncurkan pada Sabtu, 13 Mei 2023. Peluncuran itu dilakukan oleh Pusat Riset Masyarakat dan Budaya dan Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies (KITLV)-Jakarta bersama Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI, Yayasan Pustaka Obor dan Galeri Foto Jurnalistik ANTARA.
Buku biografi Snouck: het volkomen geleerdenleven van Christiaan Snouck Hurgronje, menampilkan informasi penting tentang sosok Snouck Hurgronje. Sejarawan asal Belanda tersebut menurut Wim merupakan individu yang luar biasa. Meski ia juga tidak mengeyampingkan sisi kontroversi yang disebut sebagai mata-mata penjajah Belanda.
Baca: Ulama & Warisan Snouck Hurgronje Dalam Politik Kita
Wim menjelaskan, sebagai orang Belanda, Snouck tidak menyukai tabiat bangsanya yang menjajah Nusantara. Mereka menghalalkan segala cara hanya demi mendapatkan kekayaaan secara instan, atau semata ingin berkarir sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Karena ketidaksukaannya itu, selama di Batavia, Snouck lebih banyak menghabiskan waktunya dengan orang-orang Islam bangsa Sunda. Ia ingin benar-benar menjalani kehidupan di tengah komunitas muslim.
Pria kelahiran Oosterhout pada 8 Februari 1857, merupakan tipikal ilmuan yang sungguh-sungguh. Minatnya terhadap Islam begitu menggebu-gebu. Ia tidak segan menjalani masa pelajarannya di Mekkah demi belajar lebih dalam tentang Islam. Atas kegemilangannya tersebut Snouck diangkat menjadi penasihat resmi Pemerintah Kolonial Hindia Belanda dan berperan aktif dalam membuat strategi Perang Aceh (1873–1913) bersama Jenderal van Heutsz.
Wim menceritakan juga pada tahun 1890 Snouck menikahi wanita Sunda bernama Sangkana.Pernikahan itu dituding oleh orang-orang Nusantara sebagai bentuk kamuflase demi mendapatkan informasi, supaya tugasnya sebagai mata-mata berjalan lancar. Tapi Wim mengajukan pandangan berbeda. Berpatokan pada selembar surat yang pernah ia baca, Wim menyatakan tudingan itu keliru.
Pernikahan dengan Sangkana memberikan sang intelektual kolonial empat orang anak. Sang perempuan meninggal dunia saat melahirkan anak kelima. Ia menutup mata bersama anak yang dilahirkan.
Kematian Sangkana dan anak mereka yang kelima membuat Snouck terpukul. Kehidupannya diliputi rasa duka mendalam. Snouck tidak ingin melakukan apa pun, bahkan tidak ingin makan. Snouck benar-benar terkejut dengan kematian istrinya dan buah hatinya.
Menurut Wim, andaikan dia hanya berpura-pura, tentu tidak akan tenggelam dalam duka yang begitu dalam. Apa yang dialami setelah Sangkana meninggal, merupakan bukti cintanya yang begitu dalam.“Snouck tidak akan melakukan itu semua jika dia tidak benar-benar mencintai istrinya”, sebut Wim.
Snouck Hurgronje Pembelajar Tekun
Bonnie Triyana, dalam kolomnya di Historia.Id, berjudul Sebuah Pledoi Untuk Snouck, menyebutkan peluncuran buku biografi sang ilmuan, ikut dihadiri oleh 40 orang keturunannya di Indonesia. Mereka merupakan keturunan yang dilahirkan dari dua rahim perempuan Sunda yang dinikahi Snouck pada tahun 1890 dan 1898. Bonnie menyebutkan mereka yang hadir merupakan generasi ketiga dan keempat.
Keturunan Snouck tidak memperlihatkan beban sama sekali di raut wajah mereka. mereka dapat tersenyum menyambut peluncuran buku biografi sang buyut.
Bonnie—mengutip Wim, menyebutkan terlepas kontroversi sebagai seorang orientalis yang dibenci, Sang Profesor merupakan seorang ilmuan yang punya semangat belajar tinggi. Ketekunannya menyebabkan ia tidak setengah-setengah mempelajari Islam. Kepergiannya ke Mekkah dan Jeddah serta bermukim di sana membuktikan bila Snouck tidak mau mempelajari Islam hanya dari dalam kamar kerja. Dalam konteks ini dia sangat berbeda dari guru-gurunya.
Sebagai seorang pembelajar orientalis, ia nyaris sempurna; Snouck tidak tertandingi.
Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Prof. Dr. Jajat Burhanuddin,M.A, dalam Jurnal Wacana, volume 24 nomor 3 tahun 2023, menulis artikel berjudul Wim van den Doel, SNOUCK; Biografi ilmuwan Christiaan Snouck Hurgronje.
Jajat dalam jurnal tersebut menyambut baik peluncuran biografi sang orientalis Belanda. Sebagai cendekiawan terkemuka dan arsitek kebijakan kolonial Belanda mengenai Islam, Snouck Hurgronje mempunyai tempat istimewa dalam ingatan sejarah bangsa Indonesia.
Sebagai seorang intelektual, menurut Jajat, Snouck sangat teliti. Salah satunya ketika meneliti Aceh. Ia berhasil memotret hubungan Islam dan adat yang berlangsung di Aceh di masa itu. Dalam karyanya tentang masyarakat negeri ini, Orang Aceh,2 jilid (1906), Snouck Hurgronje mengamati betapa sedikitnya pengaruh doktrin Islam terhadap kehidupan masyarakat Aceh.
Meskipun para ‘ulama’ dididik dalam doktrin bahwa adat (hukum adat) dan hukom (hukum agama) harus berjalan berdampingan, faktanya sebagian besar kehidupan orang Aceh diatur oleh adat, dan hanya sebagian kecil oleh hukom. Disproporsi ini terlihat pada sistem sosial dan politik yang berlaku saat itu hubungan nyata antara uleebalang dan ‘ulamā’, yang masing-masing merupakan pengawas adat dan syariah. Hal inilah yang menjadi landasan bagi munculnya garis baru dalam strategi perang Aceh.