Komparatif.ID, Sigli— Organisasi Masyarakat Sipil Aceh meminta pembangunan pembangunan memorial living park di atas reruntuhan Rumoh Geudong di Kabupaten Pidie dihentikan.
KontraS Aceh, Yayasan PASKA Aceh, Asia Justice and Rights (AJAR), Lembaga Studi Demokrasi dan Perdamaian, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Amnesty International Indonesia, dan Tim Klarifikasi Sejarah Independen mengecam upaya pengabaian terhadap penemuan tulang belulang manusia di reruntuhan Rumoh Geudong.
Organisasi masyarakat sipil menekankan pembangunan memorial living park ini harus dimulai dengan pengungkapan kebenaran, pelaksanaan Pengadilan HAM, serta penggalian dan identifikasi tulang belulang dengan cara yang sensitif dan bermartabat.
“Pembangunan living park harus dimulai dengan pengungkapan kebenaran, pelaksanaan Pengadilan HAM, serta penggalian dan identifikasi tulang belulang dengan cara yang sensitif dan bermartabat.
Dalam proses ini, keluarga korban harus secara aktif terlibat dan diberikan informasi yang transparan mengenai perkembangannya,” sebut rilis bersama organisasi masyarakat sipil yang diterima Komparatif.ID, Senin (25/3/2024).
Sebelumnya, pekerja proyek proyek pembangunan Memorial Living Park Rumoh Geudong di Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie, menemukan tulang belulang manusia yang diduga korban Pos Satuan Taktis dan Strategis (Pos Sattis) pada masa konflik.
Organisasi masyarakat sipil juga mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pun diharapkan segera turun tangan menindaklanjuti dugaan tersebut.
Mereka mengingatkan bahwa Komnas HAM sebelumnya telah menyelesaikan Penyelidikan Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis Lainnya pada tahun 2018 dan telah mengirimkan laporan tersebut kepada Jaksa Agung Republik Indonesia.
Baca juga: Rumoh Geudong & Monumen Perang
Temuan penemuan tulang belulang manusia ini sejalan dengan isi laporan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh (KKR Aceh), yang mencatat banyak korban dikubur dalam kuburan massal di sekitar Rumoh Geudong. KKR Aceh mengumpulkan 4.765 pernyataan, yang mencatat 1.135 tindakan pembunuhan tidak sah dan 371 tindakan penghilangan paksa.
Organisasi masyarakat sipil mengingatkan Pasal 1 ayat 25 Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013 tentang KKR Aceh, penghargaan terhadap korban melalui peringatan dan monumen dilakukan usai hak-hak penyintas dipulihkan, mulai dari pengakuan kebenaran, pencarian orang hilang, deklarasi resmi atau putusan yudisial yang memulihkan martabat korban, permintaan maaf resmi, sanksi terhadap pelaku.
Karena itu, organisasi masyarakat sipil menuntut Pemerintah harus menghentikan sementara pembangunan living park karena berpotensi merusak barang bukti atau menghambat proses keadilan.
Komnas HAM perlu melakukan pemantauan dan tindak lanjut yang diperlukan dalam investigasi kasus Rumoh Geudong. Kejaksaan Agung harus menindaklanjuti hasil Laporan Penyelidikan Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis lainnya, untuk memperkuat kasus ini di Pengadilan HAM.
Pemerintah harus memastikan informasi terkait proses pembangunan living park disampaikan secara transparan kepada masyarakat dan korban kekerasan Rumoh Geudong. Selain itu, Pemerintah juga harus melibatkan korban dan kelompok masyarakat sipil dalam proses pembangunan tersebut.
Pada Juni 2023, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kick off pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat dipusatkan di Kabupaten Pidie.
Saat itu Pemerintah menyebut akan membangun membangun Masjid Arrahman, bagian dari Memorial Living Park di bekas pertapakan Rumoh Geudong, Gampong Bili Aron, Mukim Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Pidie.