Pemerintah Aceh Resmikan Penggunaan Pusat Rehab ODGJ

Pemerintah Aceh Resmikan Penggunaan Pusat Rehab ODGJ
Plt. Sekda Aceh, M. Nasir, saat menyampaikan sambutan Gubernur Aceh sekaligus meresmikan Instalasi Rehabilitasi Terpadu Kuta Malaka milik Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Aceh, Aceh Besar, Rabu, (16/4/2025). Foto: HO for Komparatif.ID.

Komparatif.ID, Banda Aceh— Gubernur Aceh Muzakir Manaf diwakili Plt Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh M. Nasir meresmikan Instalasi Rehabilitasi Terpadu Kuta Malaka milik Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Aceh pada Rabu, (16/4/2025).

Fasilitas ini dihadirkan Pemerintah Aceh sebagai bentuk konkret peningkatan layanan kesehatan jiwa yang inklusif dan berkelanjutan.

Dalam sambutannya, M. Nasir menyebutkan bahwa keberadaan instalasi ini merupakan jawaban atas tantangan penanganan pascarawat bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), yang selama ini menjadi persoalan serius karena stigma sosial dan minimnya upaya pemberdayaan.

M. Nasir menegaskan kesehatan jiwa menjadi salah satu pilar utama dalam pembangunan sektor kesehatan. Ia menyampaikan apresiasi kepada manajemen Rumah Sakit Jiwa Aceh atas inisiatif mendirikan fasilitas rehabilitasi yang tidak hanya berfokus pada terapi medis, tetapi juga mencakup pemulihan psikososial, pelatihan keterampilan, dan peningkatan kemandirian para pasien.

Ia menyebut apa yang dilakukan RSJ Aceh sebagai ladang amal yang memanusiakan manusia. Menurutnya kehadiran RSJ bukan hanya untuk menyembuhkan ODGJ, tapi juga untuk membantu mereka agar kembali dapat diterima di tengah masyarakat.

“Pemerintah Aceh memandang bahwa kesehatan jiwa merupakan salah satu pilar utama dalam pembangunan sektor kesehatan. Masa pascarawat justru menjadi fase krusial, karena banyak tantangan yang dihadapi oleh ODGJ dan keluarganya, termasuk stigma dari masyarakat dan kurangnya pemberdayaan,” ujar M. Nasir.

Nasir juga mendorong satuan kerja perangkat Aceh (SKPA) lainnya untuk terlibat aktif membantu program-program yang dijalankan di fasilitas ini. Ia menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antarinstansi demi memastikan keberlanjutan dan efektivitas rehabilitasi. 

Baca juga: Realisasi Pendapatan Lampaui Target, Mualem: Kinerja Aceh Positif pada 2024

Ia berharap kehadiran instalasi ini dapat menjadi model pusat layanan kesehatan jiwa yang manusiawi dan berorientasi pada pemulihan menyeluruh di Aceh.

“Kehadiran instalasi ini menjadi bentuk komitmen Pemerintah Aceh dalam menyediakan pelayanan kesehatan jiwa yang manusiawi dan berorientasi pada pemulihan menyeluruh,” kata M. Nasir.

Sementara itu, Direktur Rumah Sakit Jiwa Aceh, dr. Hanif, menjelaskan Instalasi Rehabilitasi Terpadu Kuta Malaka dibangun di atas lahan seluas 26 hektar yang semula direncanakan sebagai pusat layanan rumah sakit umum jiwa. 

Namun, berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2025–2030, lahan tersebut kini difokuskan sebagai pusat rehabilitasi terpadu. Menurutnya, selain ODGJ yang sudah sembuh secara klinis, ke depan fasilitas ini juga akan digunakan untuk merehabilitasi korban penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif (Napza).

“Selain ODGJ yang sudah sembuh klinis, nanti korban Napza juga akan direhabilitasi di sini,” ujar dr. Hanif.

Dr. Hanif menjelaskan sejumlah SKPA mendukung pengembangan fasilitas ini. Dinas Pertanian membantu penyediaan traktor, sementara Dinas Peternakan dan Energi menyediakan lampu penerangan serta bibit tanaman. 

Ia menuturkan para pasien dilibatkan dalam kegiatan menanam sayur, menjual hasil panen, dan menggunakan pendapatan itu untuk kebutuhan pribadi seperti membeli kopi atau pakaian. 

Menurutnya, ini adalah bentuk nyata dari program pemberdayaan pasien agar mereka memiliki rasa tanggung jawab dan kemandirian.

Namun, dr. Hanif juga menyoroti tantangan merawat ODGJ masih sangat besar. Ia mengungkapkan banyak pasien yang terlantar karena tidak memiliki keluarga.

Bahkan, beberapa keluarga menganggap keberadaan mantan ODGJ bisa mengganggu ketenangan lingkungan. Dalam kondisi seperti ini, ia menegaskan pihak rumah sakit merasa bertanggung jawab untuk menjaga dan merawat mereka dengan layak.

“Kadang orang tua mereka sudah meninggal, dan keluarga tidak sanggup merawat. Bahkan, ada anggapan bahwa kehadiran mereka mengganggu ketenangan kampung. Kami merasa bahwa kamilah yang harus menjaga mereka,” tegasnya.

Berdasarkan data Rumah Sakit Jiwa Aceh, terdapat sekitar 22 ribu kasus gangguan jiwa di seluruh Aceh, dan lebih dari separuh di antaranya tergolong berat

Dr. Hanif menekankan standar minimal pelayanan harus bisa dipenuhi sepenuhnya. Ia menyadari fasilitas kesehatan jiwa di tingkat kabupaten dan kota masih sangat terbatas, dan untuk itu ia menyatakan kesiapan RSJ Aceh untuk membantu apabila dibutuhkan.

Dr. Hanif juga mengatakan dukungannya terhadap program eliminasi pasung yang menjadi target Pemerintah Aceh hingga tuntas pada tahun 2025. Ia mengajak semua pihak untuk membantu para penyintas gangguan jiwa agar bisa pulih dan menjalani hidup yang mandiri. 

Menurutnya, program ini tidak hanya soal membebaskan pasien dari rantai fisik, tetapi juga melepaskan mereka dari belenggu stigma dan keterasingan sosial.

Artikel SebelumnyaTragedi Teungku Bukhari, Jasad Membusuk Dijaga Istri yang Gila
Artikel SelanjutnyaJual Pemuda Aceh Timur ke Laos, 2 Pria Bireuen Ditahan Jaksa

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here