Serambi Vatikan! Demikian seru seorang wartawan yang sedang menyeruput kopi di tepian Danau Toba yang masih dibekap dingin. Minggu pagi (5/2/2023) di Huta Nagodang, ratusan wartawan yang mengikuti “Ekspedisi Geopark Kaldera Toba 2023” beristirahat di sebuah hotel yang bersisian dengan Danau Toba.
Sang wartawan berseru ketika mendengar dentang gereja yang berada tidak begitu jauh dari tempat wartawan menginap. Dentang itu sebagai pertanda bawa pagi itu –seperti hari Minggu lainnya—gereja mengadakan ibadat harian.
Istilah Serambi Vatikan menarik perhatian Komparatif.id. Pernyataan yang wajar karena di sepanjang tepian danau vulkanik terbesar di dunia, berdiri banyak sekali gereja. Di Tapanuli Utara, terdapat 993 gereja, terdiri dari 911 gereja protestan, dan 88 Katolik.
Baca juga: Merajut Ulos di Kolong Rumah Bolon Huta Nagodang
Huta Nagodang yang berada di Kecamatan Muara, merupakan tempat pertama kali rombongan SMSI menginap setelah bendera ekspedisi dikibarkan di Tarutung pada Sabtu (4/2/2023). Desa wisata tersebut sangat bersih, rapi, dan masih kental dengan kebudayaan Batak Toba.
Ke arah manapun pandangan disapu, yang terlihat salib; di gereja, di pemakaman di ruang publik lainnya. Salib adalah penegas bahwa mereka penganut keyakinan kekristenan.
“Dentang gereja dan banyaknya salib semakin menegaskan identitas bahwa ini Serambi Vatikan. Sangat menarik sebagai bukti tentang keberagaman Indonesia,” gumam seorang peserta lainnya.
Huta Nagodang merupakan salah satu penghasil ulos terbaik di Tapanuli Utara. Di sana penenunan ulos masih dikerjakan secara tradisional. Satu pasang kain khas Batak tersebut—sarung dan selendang—membutuhkan waktu tenun satu sampai dua minggu. Sangat tergantung pada kecekatan pengrajinnya.
Ketua Dekranasda Tapanuli Utara Satika Simamora menyebutkan ulos merupakan salah satu andalah kabupaten tersebut. Potensi ekonominya mencapai 1 triliun rupiah per tahun. Andalan lainnya yaitu kopi. Di sana sudah diproduksi wine coffee dengan kandungan alkohol mencapai 13 persen. Penelusuran Komparatif.id, di market place harga satu botol 250 ml Rp200-250.000.
Setelah mengudap sarapan di hotel, rombongan SMSI se-Indonesia yang dikomandoi oleh ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Sumatera Utara Erris Julietta Napitupulu, bergegas menuju sejumlah spot lainnya dalam lingkup geopark Toba yang tersebar di berbagai kabupaten di sekitar Danau Toba.
Cukup menarik perjalanan sepanjang Minggu. Di sepanjang jalan di Serambi Vatikan, warga secara berkelompok maupun sendiri-sendiri bergegas menuju gereja. Meskipun di pedalaman, penampilan mereka rapi. Perempuan yang berusia agak lanjut memakai kebaya; bersanggul, dan menaruh ulos di bahunya. Perempuan usia muda menyesuaikan dengan keadaan. Demikian juga laki-laki; yang senior lebih banyak yang memakai jas, celana kain, dan sepatu pantofel. Anak-anak pun tak mau kalah. Memakai baju terbaik dan ikut menyusuri jalan; mengikuti langkah orangtua masing-masing yang berangkat ke gereja.
Semua jemaat wanita yang berjalan menuju tempat peribadatan, wajahnya sudah dirias. “Mereka merias diri di salon-salon kecil di kampung masing-masing,” sebut seorang pendamping rombongan.
Hmm, maka wajar, meski jauh dari pusat kota, terdapat banyak salon-salon rumahan di setiap huta—desa—di sepanjang jalan.
Pemandangan serupa—salon, gereja, salib, jemaat yang sedang berangkat ke gereja—juga terlihat di Kabupaten Humbang Hasundutan dan beberapa kabupaten lain di perjalanan. Sepanjang jalan juga terlihat warung-warung makanan yang menyajikan makanan khas di sana; babi panggang. Ada yang menulisnya “sedia B1 dan B2”, ada pula yang menulis “sedia BPK”. BPK yang dimaksud babi panggang karo.
Di Humbang Hasundutan yang merupakan tempat dibangunnya geosite Sipinsur, merupakan kampung halaman umat Kristiani. Di kabupaten tersebut gereja Protestan berjumlah 450 dan gereja Katolik 101.
Ada satu yang menarik, sepanjang perjalanan berkeliling Danau Toba, termasuk ketika menelusuri Samosir, nyaris tidak terlihat tumpukan sampah. Limbah-limbah rumah tangga juga demikian. Warga di sana berhasil “menyembunyikan” limbah mereka di tempat yang tidak mengganggu pemandangan.
Rumah-rumah warga yang berada di tepi jalan, meski tidak semuanya bagus, tapi rapi dan sangat kental dengan kebudayaan Batak. “Mereka memajukan daerahnya dengan menawarkan panorama alam dan sejarah. Mereka tidak menanggalkan kebudayaan leluhur,” sebut Rizaldi Anwar Bey, wartawan senior yang telah banyak berpengalaman di liputan konflik Aceh dan pembangunan Sumatera Utara.
Ketua SMSI Pusat Firdaus ketika berada di Dermaga Tomok, Samosir, Senin (6/2/2023) menyebutkan geopark Toba merupakan kawasan wisata alam dan sejarah yang cukup kaya dengan pengetahuan bagi siapa saja yang ingin belajar tentang kebudayaan, sejarah, dan cara pengelolaan alam.
Di sisi lain, warga di sepanjang geopark Toba tetap mampu memelihara harmoni sembari membuka diri terhadap kunjungan wisatawan.
Pengalaman serupa disampaikan oleh seorang pedagang Muslim yang membuka warung nasi di Samosir. Pengelola hotel sangat menjunjung tinggi kepercayaan wisatawan. Bila ada kegiatan-kegiatan besar di hotel yang pengunjungnya beragam keyakinan, pengelola hotel memesan makanan kepada warung-warung yang dikelola oleh usahawan Muslim.
“Saya baru setahun setengah di sini. Membuka warung makan khas Padang. Pemilik hotel sering memesan makanan di tempat saya,” terang seorang pemilik warung.
Kaldera Toba merupakan kepingan surga di bumi. Demikian gumam beberapa orang yang ikut dalam ekspedisi tersebut. Supaya dapat menikmati seluruh keindahannya perlu waktu berhari-hari.
Di selingi keramahan warga, tapak pengunjung tak pernah lelah menelusuri setiap lembah, gunung, yang semuanya menawarkan keindahan. Demikian juga Danau Toba yang sepanjang tahun memberikan kesejukan kepada warga di sepanjang genangan airnya.
Sejumlah geosite menawarkan keindahan tiada tara. Seperti puncak Huta Ginjang, Sipinsur, Tapian Nauli-Muara-Sibandang, Bakara-Tipang- Baktiraja, Parapat, dll, menawarkan pemandangan teduhnya danau dan hijaunya gunung yang terpacak indah.
“Selalu ada keinginan untuk kembali ke sana. Danau Toba sangat indah. Kebudayaannya begitu memesona, kehidupan antar umat beragama pun harmoni dalam semangat keindonesiaan,” sebut Rahmi, salah seorang peserta ekspedisi yang mewakili Aceh.