Pemilu 2024, Cegah Potensi Suara Tidak Sah!

Pilkada 2024: Koalisi Gemuk vs Paslon Spartan & Kotak Kosong, Aceh Barat Darurat Pengendalian Air , Pemilu 2024, Cegah Potensi Suara Tidak Sah!, Imam Mufakkir, Warga Aceh Barat, Mahasiswa S2 Fakultas Hukum USK. Ruang Terbuka Hijau
Imam Mufakkir, Warga Aceh Barat, Pemerhati Demokrasi dan Kebijakan Publik. Foto: HO for Komparatif.ID.

Pemungutan Suara Pemilu 2024 akan dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 14 Februari 2024, hal tersebut berdasarkan keputusan KPU Nomor 21 Tahun 2022 yang diterbitkan pada 31 Januari 2022 silam, Pemilu yang merupakan sarana kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpinnya haruslah dilaksanakan dengan asas langsung, umum, rahasia, jujur dan adil.

Agar asas Pemilu dapat diwujudkan dengan baik maka salah satunya harus diimplementasikan dengan terus mengembangkan mekanisme penyaluran suara oleh Pemilih ke arah yang lebih baik agar sesuai dengan cita konstitusi.

Mekanisme penyaluran suara oleh Pemilih dari Pemilu ke Pemilu telah mengalami beberapa kali perubahan, Pada Pemilu 2004, KPU menentukan pemungutan suara melalui pencoblosan surat suara, lalu pada 2009 dicoba dengan cara mencontreng surat suara, kemudian pada Pemilu 2014 dan 2019 kembali ke tata cara pencoblosan yang dianggap lebih efisien dibanding dengan pencontrengan surat suara.

Mekanisme penyaluran suara ini juga mengatur mengenai kriteria suara sah dan suara tidak sah. Pemilih yang sudah memasuki bilik suara belum tentu dapat menyalurkan suaranya dengan benar jika tidak memahami tata cara pencoblosan surat suara.

Perbaikan mekanisme penyaluran suara di Pemilu 2024 sebaiknya dimulai dengan menilik kembali terhadap apa yang terjadi di Pemilu sebelumnya, khususnya di tahun 2019. Di Provinsi Aceh, terdapat jumlah Pemilih sebanyak 3.635.469 orang (Gabungan antara Pemilih Tetap, Tambahan dan Khusus. –Pen), Pada Pemilu Pasangan Calon Presiden, ada 83.326 suara tidak sah atau 2,88 persen dari 2.888.260 Pemilih yang menggunakan hak nya.

Kemudian pada Pemilu DPD, ada 389.304 suara tidak sah atau 13.49 persen dari 2.885.136 Pemilih yang datang ke TPS. Selanjutnya pada dua Dapil DPR RI ada 321.597 suara tidak sah atau 11.15 persen dari 2.884.076 Pemilih yang masuk bilik suara.

Lalu pada jumlah sepuluh Dapil DPRA, ada 222.005 suara tidak sah atau 7.70 persen dari 2.882.901 Pemilih yang ikut mencoblos surat suara.

Suara tidak sah tersebut, sebagian besar berasal dari Pemilih yang datang ke TPS adalah warga negara yang memiliki kesadaran bahwa Pemilu merupakan sarana untuk menggunakan kedaulatannya guna memilih pemimpin Negeri ini, tentu sangat disayangkan jika suaranya menjadi tidak bernilai karena dianggap tidak sah oleh ketentuan yang berlaku.

Penulis tidak memungkiri bahwa memang terdapat Pemilih yang melakukan Troll (mengejek -pen) proses demokrasi dengan cara sengaja merusak surat suara atau tidak melakukan pencoblosan sama sekali, namun begitu Penulis ingin mengajak seluruh stakeholder Pemilu untuk fokus pada salah satu penyebab utama tidak sahnya suara yaitu karena kurangnya pemahaman Pemilih terhadap tata cara pencoblosan.

Jika kita kilas balik ke Pemilu 2019, Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara diundangkan dalam berita negara pada tanggal 4 Februari 2019, hal tersebut hanya berjarak 70 hari dari hari H Pemilu saat itu, yaitu 14 April 2019.

Rentang proses Sosialisasi yang panjang dari tingkat pusat hingga tingkat TPS tentu membutuhkan waktu yang banyak mengingat banyaknya daerah pelosok dan terisolir, belum lagi sosialisasi yang bersifat khusus bagi Pemilih disabilitas.

Dalam hal ini, Penulis berharap KPU, Bawaslu dan Pemerintahan untuk bersungguh-sungguh mengupayakan peraturan pemungutan dan penghitungan suara Pemilu Tahun 2024 dapat ditetapkan dan diterbitkan lebih cepat sehingga sosialisasi dapat dilaksanakan lebih maksimal.

Pada Pemilu 2019, terdapat 26 ketentuan mengenai surat suara sah dan tidak sah yang harus dipahami oleh Pemilih agar suaranya tidak sia-sia. Bayangkan 26 ketentuan tersebut harus dapat dipahami oleh pemilih Pemula hingga Pemilih yang sudah berumur sekalipun,

Belum lagi kesalahan sederhana yang dilakukan Pemilih seperti tidak dibukanya seluruh surat suara sebelum mencoblos, sehingga menghasilkan dua hingga empat coblosan pada surat suara yang dinilai menjadi suara tidak sah.

Baca juga: Cegah Kasus 2019 Berulang, Kemenkes Skrining Kesehatan Petugas Pemilu

Sederhanakan Surat Suara!

Kejadian unik lainnya terjadi ketika Pilkada 2020, ada Pemilih yang melakukan pencontrengan pada surat suara, bukan pencoblosan, hal ini terjadi karena pada masa Covid-19, Pemilih diminta membawa pulpen agar tidak perlu bergantian menggunakan pulpen pada saat isi absen Pemilih guna mencegah Covid-19.

Namun Pemilih yang memiliki pengalaman Pemilu 2009 yang menggunakan tata cara pencontrengan, mengira bahwa pulpen yang dibawa dari rumah digunakan untuk mencontreng surat suara, padahal dalam ketentuan jika surat suara dicoret maka tergolong kedalam suara tidak sah.

Jika diperhatikan kembali, kesederhanaan surat suara sangat berpengaruh pada sah atau tidak sahnya suara. Faktanya 2,88 persen Suara tidak sah pada Pemilu Presiden berbanding dengan 13.49 persen dan 11.15 persen serta 7.70 persen Suara tidak sah pada Pemilu DPD dan DPR RI serta DPRA.

Pada Pemilu Presiden, Pemilih hanya dihadapkan pada dua gambar pasangan calon, berbanding dengan puluhan gambar dan ratusan nama pada Pemilu Dewan. Penulis berharap surat suara dapat disederhanakan lagi dan hasilnya disosialisasikan lebih massif, khususnya ke daerah pelosok dan kelompok berkebutuhan khusus.

Penyederhanaan surat suara memanglah tidak mudah, khususnya untuk Pemilu Dewan, kesetaraan besaran foto calon perseorangan DPD, logo partai dan ukuran nama calon anggota dewan, belum lagi harus mempertimbangkan Pemilih yang memiliki penglihatan yang terbatas, tentu beberapa hal tersebut tidak boleh diabaikan dalam penentuan desain surat suara.

Menurut penulis, solusi lain yang dapat dilakukan adalah dengan memaksimalkan pelaksanaan simulasi terhadap Tata Cara Pencoblosan Surat Suara guna menekan angka suara tidak sah, dengan syarat, dalam menentukan fokus simulasi, Penyelenggara Pemilu dan Stakeholder wajib meneliti dan mengkaji secara mendalam mengenai penyebab adanya suara tidak sah pada Pemilu 2019 yang lalu, sehingga sasaran simulasi baik dari segi Pemilih hingga daerahnya tepat dan efektif.

Sekali lagi perlu diingat, suara tidak sah ini berasal dari Pemilih yang memiliki kesadaran dan mau meluangkan waktu untuk datang ke TPS guna menyalurkan hak Pilihnya, sangat disayangkan jika suaranya dianggap tidak sah yang disebabkan kurangnya pemahaman mengenai tata cara pencoblosan.

Pada 4 jenis Pemilu saja, jika dijumlahkan, maka terdapat Satu Juta lebih suara tidak sah di Provinsi Aceh, itu belum lagi suara tidak sah pada jenis Pemilu DPRK, suara tersebut tentu sangat berharga bagi penentuan terpilihnya Pemimpin Negeri, fakta mengenai banyaknya suara tidak sah ini tidak boleh disepelekan.

Seperti adagium demokrasi yang sering didengungkan, “Satu Suara Sangatlah Berharga!”, “Suara Rakyat adalah Suara Tuhan!”

Artikel SebelumnyaIMAM Ajak Masyarakat Kawal Suara AMIN
Artikel SelanjutnyaKetua TKD Aceh: Prabowo Tampil Gemilang
Imam Mufakkir
Warga Aceh Barat, Pemerhati Demokrasi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here